Suami Misterius - Bab 70 Paman

---ada revisi nama 18/4/2020 dari bab 1---

“Kamu ? Belum tidur ?” Clara bertanya padanya.

“Kenapa ? Mau tidur bersamaku ?” Rudy mengangkat alis, ekspresinya membawa sedikit tatapan yang mempesona.

Clara dengan wajah yang merah merona, menjawabnya, “Hantu yang ingin tidur bersamamu !”

Rudy juga tidak emosi, mengelus kepalanya dengan lembut, “Kamu tidur dulu, aku ada sedikit kerjaan lagi yang mau diurus.”

“O.” Clara mengangguk-angguk, menjawab dengan nada serius :”Jarang-jarang kamu mau mengerjakan sesuatu yang berarti, terus berusahalah. Bagaimanapun sudah menjadi seorang ayah, harus memiliki rasa bertanggung jawab.”

Selesai bicara, dia naik tangga ke lantai atas.

Rudy melihat bayangannya yang pergi dengan buru-buru, menggeleng kepala dan tersenyum. Dalam pemikiran gadis kecil ini, sepertinya dia akan menetap dengan citra sebagai ‘Penganggur’.

Lengkungan senyuman di bibirnya tidak berubah, lalu mengeluarkan sebatang rokok dalam kotaknya, menyalakan dengan elegan, menghisap dengan pelan.

Selesai menghisap rokoknya, dia naik ke lantai atas. Dalam ruang kerja, komputernya masih nyala, dia masih ada setumpuk dokumen yang perlu diurus.

Revaldo Sutedja sebagai manusia yang akan meninggal dunia, juga tidak santai di kamar pasien, orang terpercayanya masih bekerja di kantor, setiap hari berpikiran untuk mencari masalah.

Pada awalnya, Rudy tidak ingin memusnahkan semuanya, namun Revaldo Sutedja yang ingin mencari mati, dia akan mengantarnya dengan senang hati.

Tanpa sadar, langit diluar jendela telah menampakkan awan putih, Rudy sedang istirahat diatas sofa.

Setelah bangun, terdengar suara anak kecil yang sedang bermain dilantai bawah, terlihat Clara yang sedang berlari, bocah kecil yang sedang mengejar di belakangnya tertawa dengan senang, Clara hanya fokus memperhatikan anak kecil di belakangnya, sehingga terjatuh ke dalam pelukan Rudy dengan kuat.

“Aduh !” Dia mengulurkan tangannya untuk mengelus hidungnya yang tertabrak kesakitan.

Di pagi buta, tubuh yang lembut, jatuh ke dalam pelukannya, dia tersenyum sekilas, membungkuk badannya, memeluk Wilson yang berdiri dibawah.

Air ludah bocah kecil ini mengalir keluar karena tertawa, mengoles di baju Rudy.

Dalam penilaian orang luar, Rudy adalah seekor phoenix jantan yang angkuh dan cuek, bersihnya bagaikan mysophobia. Namun sebagai seorang ayah, sepertinya dia sangat memanjakan anak kandungnya. Mengikhlaskan kemeja yang seharga puluhan ribu untuk dijadikan kain lap mulut Wilson.

“Kamu temani dia bermain dulu, aku harus berangkat.” Selesai bicara, Clara mengambil tasnya yang dilemparnya di atas sofa, siap-siap untuk berangkat.

“Hari in ada jadwal ?” Rudy bertanya.

“Tidak ada jadwal, pulang ke rumah Santoso, ibu tiriku yang baik mau rayakan ulang tahunku.” Clara jawab dengan nada menyindir.

Pagi tadi, Rina langsung meneleponnya, mengingatkannya agar pulang ke rumahnya hari ini. Tumben, ulang tahunnya, Rina lebih ingat daripada dirinya.

Setelah Clara pergi, Rudy juga keluar, dia ada rapat di pagi ini.

Rapat rutin di Sutedja Group, seperti biasanya.

Rudy duduk di kursi pembimbing rapat yang paling depan, dia jarang berbicara, biasanya dia hanya diam-diam mendengarkannya, bahkan kelihatannya tidak acuh. Namun tidak ada yang berani mengabaikannya.

CEO yang baru ini, dikarenakan umurnya yang masih muda, juga bukan tamatan dengan jurusan yang profesional, kedengarannya dulu sebagai seorang tentara. Jadi, pada saat baru menduduki jabatannya, masing-masing manager dari berbagai departemen tidak dapat menerimanya, bahkan pekerjaan yang diperintahkan oleh Rudy, dijalani bawahannya dengan menganggap remeh.

Namun bukannya ada pepatah yang mengatakan : Pimpinan yang muda selalu tidak diyakinkan. Artinya sama.

Raja yang masih muda, akan dikendali oleh para menteri yang berkuasa. Namun jelasnya, Rudy bukan anak kecil yang bodoh.

Dengan cepatnya dia telah membuat orang yang telah menganggap remeh dirinya menyesal. Cara kerjanya yang cepat dan dapat diandalkan, tegas dan kejam, namun semuanya sesuai dengan prosedur perusahaan, membuat orang sulit mencari kesalahannya.

Sejak saat itu, seluruh karyawan di perusahaan dari tingkat atas hingga bawah sangat menaati peraturan. Menyadari bahwa bos baru ini lebih sulit ditangani daripada Revaldo Sutedja.

Pada saat ini, departemen pemasaran sedang membuat laporan. Manager departemen pemasaran adalah seorang lelaki yang berumur empat puluhan, nada bicaranya beraturan, teliti dan hati-hati.

Setelah dia menyelesaikan pembicaraan, Rudy menjawab dengan pelan, “Boleh.”

Manager departemen pemasaran tersebut membuang nafas dengan lega.

“Hari ini sampai disini dulu." Rudy mengatakannya, lalu dia berdiri, membawa sebuah dokumen ditangan kanannya, melangkahi kakinya ke arah pintu.

Raymond langsung mematikan komputer di depannya, dan mengejar keluar.

Dalam ruangan CEO.

Rudy sedang duduk di kursinya dengan santai, diantara kedua jari panjang di tangan kirinya sedang menjepit sebatang rokok yang masih nyala. Raymond berdiri di hadapannya, jarak kedua orang ini dibatasi oleh sebuah meja yang sangat besar.

“Kondisimu hari ini agak aneh, tidak konsentrasi saat rapat. Semalam sudah ada kue, ada bunga lagi, malamnya pasti bekerja keras.” Raymond tersenyum mesum, “Ada seorang wanita yang mengisi hidupmu juga ada baiknya, daripada kamu selalu bekerja sampai tengah malam, tidak baik untuk ginjal.”

“Pikirnya berlebihan.” Rudy menjawab dengan wajah yang santai dan tenang. Dia membungkuk badannya, jari panjangnya letak di pinggir asbak rokok berbahan kristal, menyentil abu rokoknya.

Namun Raymond dengan tampang tidak percaya dan berkata, “Kalian berdua telah saling menjerat dalam waktu yang begitu lama, bahkan sudah tinggal dibawah satu atap, kamu jangan bilang sama aku, selain yang pertama kali, kalian masih belum tidur di satu kasur ya ? Kawan, jangan-jangan tubuhmu bermasalah ya ? Tidak ada lelaki yang tidak mesum, yang ada hanyalah yang tidak sanggup. Wanita cantik seperti Clara, mondar – mandir di depan matamu, kamu hanya melihat saja ?”

Raymond yang cerewet membuat Rudy mengerutkan alisnya, mengeratkan kedua jarinya, memadamkan rokok yang tersisa ke dalam asbak rokoknya.

“Biasanya kalau pacarmu ulang tahun, kasih hadiah apa ?” Rudy menggosok jarinya, bertanya.

Raymond terbengong sejenak, pemikirannya barusan terkejar. Jadi tuan Sutedja ingin memberi kado ke Clara, tetapi tidak ada ide.

Tentu saja, sejak kapan tuan Sutedja perlu mengambil hati seorang wanita, masuk akal juga kalau tidak ada ide.

“Pacarku begitu banyak, hadiahnya tentu saja beda. Tetapi, yang disukai wanita rata-rata sama, seperti tas bermerek, atau sejenis berlian hiasan.” Raymond menjawab.

Rudy meliriknya sekilas, menjawab dengan sebuah kata yang dingin, “Norak.”

Dalam ingatannya, meskipun Clara lahir di keluarga berkelas, namun tidak pernah berdandan dengan hiasan permata, sepertinya juga tidak menyukainya.

“Kalau begitu kasih pakaian dalam yang seksi, hadiah ini paling rekomendasi, meskipun kasih ke wanita, namun kamu yang merasakan benefitnya.” Raymond sambil menjawabnya, sambil tertawa mesum.

Tatapan Rudy menjadi semakin dingin, bola mata yang hitam menatap ke bawah, menunduk sambil membaca dokumen diatas mejanya, “Keluar saja kalau tidak ada keperluan.”

“......” Raymond merasakan sejenis firasat akan dia ditendang setelah dimanfaatkan.

......

Pada saat yang sama, mobil Clara telah berhenti di depan villa Santoso.

Sepertinya Tuhan juga tidak memberkatinya, membawa mobilnya sampai tengah jalan, dihujat hujan yang turun secara tiba-tiba.

Hujan di musim semi terkesan dingin, Clara membuka pintu mobilnya, angin yang menerkamnya.

Dengan tanpa sadar dia mengangkat kelopak matanya, melihat villa kecil yang berdiri diantara angin dan hujan, terasa beberapa tingkat tangga di depan lantai membawa rasa dingin.

Namun diatas tangga, berdiri seorang lelaki yang berbadan tegap.

Pada saat yang sama, dia juga telah melihatnya, memegang payung, menurun tangga dengan perlahan-lahan.

Payung besar yang hitam menutupi kepalanya, juga menutupi penglihatan Clara, udara di sekelilingnya menebarkan wangi parfum cologne yang tipis.

Biasanya Clara tidak menyukai wangi parfum di tubuh lelaki, karena merasa seperti bencong. Namun wangi di tubuh lelaki ini sangat elegan, jujur saja, tidak berbau tajam.

“Paman.” Dia senyum dengan sopan. Diantara kesopanan, membawa rasa asing dan menjauh.

Novel Terkait

Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu