Suami Misterius - Bab 1318 Syarat

Mahen berdiri dengan jarak selangkah dari Diva sambil menatapnya, matanya dalam dan lembut. Ada sebatang rokok yang dijepit di antara kedua jari tangan kirinya, tapi tidak menyala, mungkin karena Mahen tahu Diva tidak menyukai bau asap, jadi Mahen sangat memperhatikan emosinya.

Diva selesai berpakaian dan duduk di sana dengan tenang, seperti boneka keramik yang indah.

Mahen berjalan mendekat dengan kakinya yang panjang, mengulurkan tangan menyentuh wajah Diva, tapi Diva menjauh dengan panik.

"Apa yang kamu takutkan, aku tidak menyentuhmu lagi" Mahen berkata sambil tersenyum.

Diva menggigit ringan bibir merahnya, pipinya memerah dan tidak tahu apakah sedang marah atau malu.

Mahen duduk di sampingnya dan bertanya "Apa yang kamu inginkan?"

Karena Mahen sudah berjanji, maka tentu saja harus memenuhinya. Bagaimanapun juga, pada saat ini, meskipun Diva menginginkan nyawanya, Mahen pasti akan memberinya pisau tanpa mengedipkan matanya.

Diva mengedipkan matanya yang indah dan menatapnya, matanya masih sebening air dan secerah bintang yang bersembunyi di langit.

Singkatnya, saat Mahen menatapnya, Diva merasa jantungnya seperti akan melompat keluar.

“5% saham Shinee Movie, seharusnya tidak sulit bagi Tuan Muda Kedua Sutedja” Diva berkata dengan santai.

Mahen mengangguk, tersenyum dan menjawab "Baik."

Asalkan Diva menginginkannya dan selama Mahen mampu memberinya, maka itu tidak menjadi masalah.

Setelah itu, keduanya berjalan bersama keluar dari ruangan.

Saat berdiri di pintu masuk lift dan menunggu lift, Mahen mengulurkan tangan meraih tangan Diva, Diva secara spontan hendak melepaskannya.

Tapi Mahen menggenggam tangannya dengan erat, bahkan menggenggamnya hingga Diva merasa kesakitan, sama sekali tidak memberi Diva kesempatan untuk membebaskan diri.

Diva tidak punya pilihan selain membiarkan Mahen memegang tangannya.

Mahen menariknya masuk ke dalam lift dan meringankan genggaman tangannya. Tangan Diva sedikit dingin dan sangat lembut, Mahen mengusap tangan Diva di telapak tangannya, mencoba menghangatkan Diva dengan suhu panas telapak tangannya.

Saat lift tiba di lantai pertama, Mahen menarik Diva keluar dari lift, lalu melepaskannya sebelum memasuki lokasi upacara.

Mahen sama sekali tidak tertarik dengan upacara festival apapun, jadi dirinya sama sekali tidak berencana untuk masuk ke dalam.

Setelah melihat punggung Diva menghilang dari pandangan, Mahen berbalik dan pergi.

Di sisi lain, Diva memasuki panggung festival hiburan, saat ini sedang dalam sesi pemberian penghargaan.

Lokasi di sana redup, hanya ada lampu panggung yang menyilaukan mata. Suara pembawa acara dan layar lebar menarik perhatian semua orang, sehingga hanya sedikit orang yang memperhatikan Diva.

Diva segera mencari tempatnya dan duduk dengan tenang di kursi.

“Diva, kamu akhirnya kembali. Aku meneleponmu dan selalu dalam keadaan tidak ada yang menjawab” Iqbal berkata dengan ekspresi khawatir.

“Um” Diva menjawab dengan nada yang sangat pelan dan tidak bermaksud untuk menjelaskan.

Diva sangat lelah dan tidak ingin menyia-nyiakan tenaganya dengan Iqbal. Terlebih lagi, Iqbal mengkhawatirkannya tetapi masih bisa duduk dengan tenang di kursinya, bisa dilihat bahwa kekhawatirannya hanya sekedar saja.

Setelah upacara festival hiburan, Diva sedikit linglung. Seorang aktris kontrak dari perusahaannya memenangkan penghargaan pendatang baru. Ekspresi Diva masih terlihat datar. Iqbal bahkan curiga bahwa orang yang duduk di sebelahnya hanyalah tubuh Diva dan jiwa Diva sudah lama menghilang.

“ Diva, Diva” Iqbal memanggilnya beberapa kali, barulah kemudian Diva pulih.

Diva menatapnya dengan tatapan penuh tanya, melihatnya dengan bingung.

“Diva, kamu baik-baik saja?” Iqbal bertanya.

“Um, sedikit tidak enak badan.” Diva menjawab dengan nada datar. Diva benar-benar tidak enak badan, sekujur tubuhnya sangat lemas dan persendiannya sangat sakit, bahkan berbicara saja pun terasa sangat lelah.

“Mengapa tiba-tiba merasa tidak enak badan? Apakah kamu ingin memeriksanya ke rumah sakit?” Iqbal bertanya lagi.

Diva menggelengkan kepalanya dan berkata "Tidak perlu, aku hanya merasa sedikit lelah. Pulang dan istirahat sebentar sudah cukup."

Diva memaksakan diri untuk bertahan sampai upacara festival selesai. Setelah upacara selesai, Diva menyapa Iqbal, kemudian langsung duduk dalam mobil dan pergi.

Mobil pengemudi berhenti di lantai bawah apartemen Diva, asisten turun lebih dulu dari mobil, lalu berjalan ke sisi lain mobil, mengulurkan tangan membuka pintu.

“CEO Maveris, raut wajah anda tidak begitu baik, apakah Anda baik-baik saja?” Asisten itu bertanya, matanya tampak cemas dan ekspresinya lebih prihatin dan nyata daripada Iqbal yang datar tidak berekspresi.

“Tidak apa-apa.” Diva yang biasanya tidak banyak bicara, saat ini menjadi lebih tidak ingin banyak bicara.

Asisten tidak lagi banyak bertanya, mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil dan pergi.

Diva berbalik dan berjalan ke pintu gedung, melangkahi tangga, menggesek kartunya untuk memasuki pintu.

Diva berjalan masuk ke pintu gedung, begitu berbalik, langsung melihat Mahen berdiri di pintu masuk lift, bersandar malas ke satu sisi dinding, dengan sebatang rokok menyala di ujung jarinya, alisnya yang sedikit jahat menatapnya sambil tersenyum.

“Sudah kembali?” Mahen meniup pelan rokok di ujung jarinya dan bertanya dengan bibir tersenyum.

Diva berhenti di tempat dan menatapnya dengan waspada.

Ada bau samar tembakau di udara dan Diva sedikit tidak terbiasa dan batuk beberapa kali.

Melihat ini, Mahen secara alami mematikan rokok di ujung jarinya, lalu melemparkannya ke tong sampah daur ulang di sampingnya. Kemudian, berjalan ke arah Diva dengan kaki panjangnya, menurunkan matanya yang dalam dan menatap Diva dengan lembut.

“Ada apa?” Diva bertanya.

“Aku merindukanmu” Mahen menjawab sambil tersenyum, mengulurkan tangan menyentuh wajah Diva, tetapi Diva secara spontan menghindar dan mundur. Tangannya menggenggam roknya dengan erat.

Kata 'merindukanmu' sudah menjadi sinyal saat Mahen ingin berhubungan intim, membuat hati Diva tidak bisa merasa tenang.

Melihat tatapan Diva melihat dirinya seperti musuh, Mahen tidak bisa menahan tawa, lalu menggulurkan lengannya merangkul pinggang Diva dan memeluknya ke dalam pelukan.

"Apa yang kamu takuti? Aku sudah bilang aku tidak akan menyentuhmu hari ini." Mahen mengecup ringan rambutnya, di dalam napas tercium aroma lembut dan manis dari tubuh gadis itu.

“Gadis bodoh, sudah melakukannya begitu banyak, kamu pikir aku tidak lelah.” Mahen menempel di telinganya dan berkata sambil tersenyum ringan.

Diva terjebak dalam pelukannya, pipinya seketika langsung memerah.

"Mahen, bisakah kamu melepaskankanku dulu? Rasannya tidak nyaman jika berbicara seperti ini." Diva menolaknya dengn tidak berdaya, mengulurkan tangan dan mencoba mendorongnya pergi.

“Katakan saja apa yang kamu inginkan, aku akan mendengarkannya, mengapa ini tidak nyaman.” Mahen terkekeh, mengulurkan tangan menekan tombol lift, kedua pintu lift terbuka, Mahen memeluk Diva masuk ke dalam ruang lift.

“Lantai berapa?” Mahen bertanya sambil melihat angka kunci.

Diva mengatupkan bibirnya, setelah ragu-ragu sejenak, Diva mengulurkan tangan dan menekan angka 7.

Lift terus bergerak ke atas dan di ruang lift yang kecil dan redup, Mahen terus memeluk Diva di dalam pelukannya, terkekeh sambil fokus padanya.

Diva merasa sangat tidak nyaman ditatap seperti itu oleh Mahen, lalu menundukkan kepala dan tidak berbicara.

Lift berhenti di lantai tujuh dan Mahen membawanya keluar dari lift.

Apartemen Diva adalah satu lantai satu rumah, tidak ada tetangga. Mahen berdiri di depan kamarnya, mengawasi Diva membuka kunci dengan sidik jari.

Pintu perlahan terbuka dan Mahen masuk tanpa ragu-ragu.

“Haruskah aku melepas sepatuku?” Mahen bertanya sambil berdiri di lorong, melihat ke lantai yang bersih.

“Terserah kamu.” Diva hanya mengucapkan sepatah kata padanya, lalu mengganti sepatunya dan masuk ke dalam rumah.

“Di mana sandalnya?” Mahen melepas sepatunya dan bertanya.

Diva tidak berdaya, berbalik dan berjalan kembali ke lorong dan mengeluarkan sepasang sandal wanita baru dari lemari sepatu, lalu meletakkannya di bawah kaki Mahen.

Mahen "..."

Novel Terkait

Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu