Suami Misterius - Bab 559 Kamu Tidak Takut Disambar Petir

Clara berdiri di halaman, tangannya memegang payung, mengangkat mata dengan tenang melihat bangunan vila yang sedang diterpa hujan angin.

Tanaman merambat yang ada di dinding tetap berwarna hijau, hanya saja, hanya saja mawar di halaman baru saja melewati musim berbunga, kelopak bunga sudah layu semua, karena tidak ada yang urus, kelopak bunga yang layu dan ranting bunga berserakan di tanah, menghadirkan pemandangan yang suram.

Sama seperti keluarga Santoso, sudah hancur sepenuhnya.

Clara memegang payung, memakai sepasang sepatu hak tinggi warna merah, selangkah demi selangkah berjalan ke atas tangga.

Wulan yang membukakan pintu untuknya, wajah penuh senyuman menyambutnya masuk ke dalam rumah.

“Nona sudah pulang.”

“Eng.”

Clara menutup payung, lalu menaruh ke sudut dinding, kemudian, bertanya dengan suara datar: "Nenek di mana?"

"Nenek ada di dalam kamar nona Ester." Wulan menjawab.

"Apakah kakak sepupu Ester sudah pulang?"

Clara bertanya dengan nada santai.

"Bukan sudah pulang, melainkan tidak pernah pergi.

Dia dan keluarga Maramis terus ribut mau bercerai, keluarga Maramissudah memutuskan ingin dia keluar tanpa membawa apa-apa, tentu saja nenek dan nona Ester tidak mau, jadi, kasus perceraian ini sudah berjalan setahun lebih, sampai sekarang masih belum bercerai."

"Eng."

Clara menjawab sekali, tidak peduli sama sekali.

Semua kesulitan yang dihadapi selangkah demi selangkah disebabkan oleh dirinya sendiri, dia tidak terlalu bersimpatik pada Ester.

Jika pada saat itu jika mereka nenek dan cucu tidak berambisi tinggi, mencari sebuah keluarga biasa yang jujur untuk menikah dan melahirkan anak, sekarang pasti akan hidup bahagia.

Yang dinamakan keluarga kaya dan berkuasa, hanyalah kemuliaan yang terlihat di depan saja.

Dan barang seperti uang, bukannya semakin banyak semakin baik.

Karena uang yang tak ada habisnya, tidak ada bedanya dengan kertas.

Clara melepaskan sepatu hak tingginya di depan pintu, diganti dengan sepasang sandal baru, kemudian, berjalan ke ruang tamu, dan duduk di sofa.

"Bibi Wulan, merepotkanmu untuk meminta mereka semua turun ke bawah, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan."

"Iya."

Wulan mengangguk setuju, lalu melangkah cepat naik ke atas.

Kemudian, semua pembantu di rumah berada dalam pimpinan Wulan, berkumpul di ruang tamu.

Wini datang agak terlambat, melihat Clara, wajah penuh senyuman, penuh antusias menyapa: "Clara kamu sudah pulang, sungguh tamu yang langka, kamu sudah berapa lama tidak pulang."

Wini selesai bicara, lalu memerintahkan, "Vivi, masih tidak pergi tuangkan teh untuk nona.

Oh, jangan tuang teh, di dalam kulkas ada minuman lengkeng, nona paling suka minum itu."

Vivi tertegun di sana tidak bergerak, mengerucutkan bibir sambil bergumam: “Bukan sedang musim panas, untuk apa minum minuman dingin, apa tidak tahu kalau wanita terlalu banyak minum dingin tidak baik.”

“Begitu banyak bicara.”

Wulan mengulurkan tangan menarik lengan bajunya.

Vivi mendesis sejenak, tidak banyak bicara lagi.

Clara melirik mereka sekilas, sambil tersenyum mengatakan: “Tidak perlu, aku tidak minum.”

Wini duduk di kursi yang ada di depannya, lanjut mengatakan: “Clara, sudah makan siang belum?”

Jika belum makan, suruh Wulan masakan beberapa hidangan untukmu, sejak kecil sampai dewasa kamu selalu makan masakan Wulan, dia paling tahu seleramu.”

Wini selesai bicara, mengangkat tangan memerintahkan pembantu, “Untuk apa kalian masih termenung, tidak pergi bekerja, apa berada di sini jadi penghalang.

Jika tidak melayani nona besar dengan baik, aku akan memotong habis gaji kalian.”

Tampang Wini sebagai nyonya rumah benar-benar bagus.

“Bibi sepupu, aku yang menyuruh mereka ke sini, ada beberapa hal yang mau aku katakan.”

Clara bersandar di sofa dengan anggun, sepasang mata indah sedikit menyipit.

“Oh, kalau begitu kamu katakan dulu.

Tapi, bicarakan secara singkat saja, jangan sampai mempengaruhi pekerjaan mereka.”

Wini berkata sambil tertawa lepas.

Clara menyipitkan mata melihatnya, dalam hati merasa sangat lucu sekali.

Tuan rumah pria sudah tidak ada, tapi Wini tetap berada di keluarga Santoso, menunjukkan sikap nyonya rumah.

Wini masih memiliki masa muda yang baik, apakah sungguh ingin menghabiskan masa muda di keluarga Santoso?

Jika mengatakan Wini memiliki perasaan tulus yang mendalam pada Yanto, akan terus menunggunya keluar penjara, Clara pasti tidak akan percaya.

Nenek Santoso yang terakhir turun ke bawah, Ester menuntunnya, kelihatannya jauh lebih tua.

Tentu saja, Yanto adalah putra satu-satunya, juga satu-satunya harapan dan sandarannya, Yanto masuk penjara, nenek Santoso juga tidak memiliki harapan apa-apa lagi, setidaknya, selama sisa hidupnya ini, pasti tidak akan bisa melihat Yanto keluar dari penjara.

“Clara, kamu masih berani ke sini!”

Nenek Santoso melihat Clara, emosinya menggebu-gebu.

“Kamu gadis murahan yang berhati busuk dan kejam, bahkan membuat ayah kandung masuk penjara, kamu, apakah kamu tidak takut disambar petir!”

Clara mengerutkan kening melihatnya, dalam hati berpikir: Yanto sudah melakukan begitu banyak hal kejam, tangannya penuh dengan kasus pembunuhan, dia saja tidak takut mendapat balasan karma dan disambar petir, apa yang perlu aku takutkan.

Namun, Clara tidak berencana menghabiskan waktu bertengkar dengan nenek Santoso.

Nenek Santoso sudah tidak bisa menerima penjelasan apa pun.

Clara tetap duduk di sofa, sedikit mendongak, sangat tenang saling memandang dengan nenek Santoso, tapi tidak bicara.

“Pergi, kamu pergi, segera pergi, jangan sampai aku melihatmu lagi!”

Nenek Santoso marah dan berteriak keras, kemudian, mengulurkan tangan memegang dadanya, tampangnya seperti akan segera menghembuskan nafas terakhir.

“Clara, kamu jangan keterlaluan, kesehatan nenek selama ini selalu tidak baik, bisakah kamu jangan membuatnya marah lagi!”

Ester sambil menyalahkan, sambil membantu nenek Santoso mengambil nafas.”

“Nenek tidak apa-apa bukan, Bibi Wulan, cepat pergi ke kamar nenek untuk ambil obat.”

Wini segera berdiri dari tempat duduk, sambil berteriak mengatakannya.

Dalam sekejap, di dalam rumah penuh kepanikan dan kacau.

Clara dengan ekspresi santai mengambil ponsel, menelepon 120 panggilan darurat, kemudian, mobil ambulan, dokter dan perawat langsung tiba.

“Mana pasiennya?”

Perawat bertanya, dan petugas medis yang ada di belakangnya bahkan membawa masuk tandu.

Clara mengulurkan jari menunjuk nenek Santoso, mengatakan: “Suruh dokter periksa nenek dengan baik, sudah tua, sulit untuk menghindari beberapa masalah kesehatan.”

“Baik.”

Perawat selesai bicara, langsung menyuruh petugas medis profesional menuntun nenek, tapi marah nenek malah marah besar dan mendorongnya! “Clara, kamu, kamu sedang berharap aku cepat mati ya.

Kamu pergi, segera pergi keluar sana!”

Nenek Santoso mendorong dokter, perawat dan petugas medis keluar.

“Pergi, kalian semua pergi, aku tidak sakit untuk apa pergi ke rumah sakit.”

“Nona Santoso……” Dokter berkata dengan ekspresi tidak puas.

“Maaf, karena nenek tidak sakit, maka tidak perlu lagi, sudah merepotkan kalian ke sini, aku akan membayar biayanya.”

Clara sambil tersenyum berkata pada dokter.

“Nona Santoso, kalian tidak tahu, kalian sedang memboroskan sumber medis, akan menunda pasien lain yang membutuhkan bantuan medis darurat.”

Dokter berkata dengan kesal.

Clara hanya bisa tersenyum, tidak enak mengatakan apa-apa lagi.

Dokter dan perawat pergi, mobil ambulan 120 juga melaju pergi.

Nenek Santoso marah hingga wajah juga pucat, masih menjatuhkan sebuah guci porselen.

Guci jatuh ke lantai dan mengeluarkan suara retak yang keras, semua orang yang ada di dalam rumah terkejut.

Wini sambil sibuk membujuk nenek, sambil membujuk Clara: “Clara, kalau tidak hari ini kamu pulang dulu, ada masalah apa bicarakan lain hari saja.

Kamu lihat, kondisi kesehatan nenekmu tidak baik, jangan membuat orang tua marah sampai benar-benar sakit.”

“Bukankah aku sudah panggilkan mobil ambulan untuk nenek, dia sendiri yang mengatakan kalau tidak sakit dan tidak perlu ke rumah sakit.”

Clara duduk di sofa sambil menyilangkan kaki, nada bicara sangat tenang dan tanpa kekhawatiran.

Nenek Santoso mengambil sebuah vas bunga lagi, langsung dilemparkan ke arah Clara.

Novel Terkait

Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu