Suami Misterius - Bab 76 Hubungan Apa

“Clara jangan takut, meskipun mamamu sudah tidak ada lagi, masih ada paman.”

“Paman.” Clara masuk ke dalam pelukan Ezra dan menangis tersedu-sedu. Sejak Evi meninggal, dia selalu terlihat sangat tegar, hingga Ezra kembali.

Untung saja, dia bukan seorang diri, dia masih memiliki keluarga.

“Ezra, waktu juga sudah tidak pagi lagi, sudah harus memakamkan kakak agar dia bisa tenang.” istri Ezra berjalan kemari, menggunakan suara yang lembut mengingatkan.

istri Ezra, Aeris adalah wanita berbudi luhur khas keluarga terpandang, bermartabat dan elegan, setiap senyuman dan ekspresi sangat lembut.

Ezra dan dia sudah menjadi suami istri selama bertahun-tahun, sangat mencintai dan menghormati istri ini.

Ezra mengangguk, menandakan setuju dengan saran istrinya.

Kemudian, Evi dimakamkan di lereng bukit belakang gereja. Di sini adalah pemakaman pribadi, dikatakan bahwa Feng Shui di sini sangat baik, bukan hanya yang punya uang saja yang bisa dimakamkan di sini.

Clara tidak jelas dengan semua ini. Semua hal yang terkait dengan pemakaman, diatur dan dilaksanakan oleh Rudy. Makam berada sisi tengah gunung, tenang dan indah, samping batu nisan di tanam cemara dan bunga empat musim. nisan warna tosca, di atas adalah foto Evi saat dia masih hidup, wanita yang ada di foto tenang dan cantik, senyuman sangat sederhana.

“Mama, apakah kamu akan merasa kesepian tidur di sini seorang diri? Kamu tenang saja, aku akan sering datang melihatmu.” Clara berlutut di depan batu nisan dan mengatakannya.

Kemudian, Rudy Santoso berjalan ke sana, merangkul bahunya, “Sudah hampir malam, ayo pergi.”

Clara tidak bertenaga dan bersandar dalam pelukannya, hampir sepenuh hati bergantungan padanya.

Ezra terus perhatikan dari samping dengan mata dingin, meski tidak mengatakan apa-apa, tapi secara tidak sadar mengerutkan alis.

Saat sekelompok orang akan pergi, Yanto malah muncul di saat ini.

Diantara Yanto dan Evi, memanfaatkan terlalu banyak perasaan. Jadi, terhadap kematian Evi, Yanto masih tidak bisa dikatakan bersedih, paling banyak hanya merasa terlalu mendadak saja.

Tapi karena kedudukan dan kekuasaan kuat Evi, dia mau tidak mau harus menghadiri pemakaman Evi, setidaknya, harus melakukan sesuatu yang cukup terlihat oleh orang lain.

Namun, kemunculan Yanto sungguh sangat mengganggu pandangan, dia pura-pura menghapus sedikit air matanya di depan batu nisan Evi, dia mengira dirinya berakting dengan baik, Clara merasa jijik sekali dengan sifat munafiknya.

“Clara, ibumu meninggal masalah yang begitu besar, kenapa tidak memberitahu aku, apa di matamu sudah tidak ada aku ayahmu ini.” Yanto menyerang duluan, mendorongkan tanggung jawab ke dalam diri Clara.

Clara marah sekali hingga seluruh tubuhnya gemetar, telapak tangan yang ada di samping badan dikepalkan jadi tinju, baru bisa menekan amarahnya sekuat tenaga.

Memiliki seorang ayah yang tidak tahu malu seperti ini, jika di alam sana ibunya tahu, tidak tahu apakah akan marah hingga meledak.

Clara juga berada di ambang emosi yang akan meledak, sebuah telapak tangan yang bertenaga tiba-tiba menekan di atas bahunya, suhu di tengah telapaknya tanpa sebab membuat orang merasa tenang.

Rudy secara alami merangkulnya, mata yang hitam dan tajam, dengan tenang ditujukan pada Yanto. “Wakil walikota Santoso memiliki rasa persahabatan yang mendalam pada mantan istri, sungguh membuat orang merasa terharu. Tapi, tidak peduli bagaimanapun, tidak ada alasan bagi mantan suami untuk menghadiri pemakaman mantan istri. Jika istrimu yang sekarang mengetahuinya, juga tidak akan menguntungkan bagi kestabilan keluargamu yang sekarang. Niatmu keluarga Qin sudah menerimanya, sudah mau malam, silahkan pulang saja.”

***(keluarga Qin = keluarga Ezra, Evi)***

Ini adalah pertama kalinya Clara mendengar pengangguran dalam keluarganya berbicara begitu panjang, biasanya sangat pendek sekali, begitu pelit mengucapkan setiap kata.

Dan pada saat ini, nada bicaranya yang tenang, setiap kata sangat tajam. Langsung menyingkirkan Yanto.

Yanto tidak bisa berkata apa-apa, raut wajah sangat buruk.

Suasana menjadi dingin dan canggung.

Ezra tidak ingin terjadi perselisihan yang tidak menyenangkan di depan batu nisan Evi, orangnya juga sudah meninggal, apakah sudah ke alam lain masih tidak bisa merasa tenang!

“Wakil Walikota Santoso masih datang ikut berduka dalam kesibukan, Ezra menghargai kebaikanmu. Kakakku sudah pergi dengan tenang, datang darimana, akan kembali lagi ke tempat asalnya.”

Sebenarnya, Yanto dan Evi bercerai selama bertahun-tahun, sejak awal mereka sudah hidup di jalan masing-masing. Ezra berkata seperti ini, termasuk menjaga harga diri Yanto.

Dan Yanto adalah orang yang tidak tahu batas, Ezra semakin sungkan, dia semakin keterlaluan dan tidak tahu batas. “Ezra, kita juga sudah bertahun-tahun tidak bertemu, jika kamu ada waktu luang, mari minum bersama untuk mengenang masa lalu.”

“Kakakku baru saja meninggal, sungguh tidak ada suasana hati untuk minum. Mengenang masa lalu lebih tidak perlu lagi, aku segera naik jabatan, pada saat ini lebih baik menghindari hal yang bisa membuat curiga.”

Yanto merasa permintaan ditolak dan dipermalukan, ketika pergi merasa sangat marah sekali.

Kemudian kelompok orang pergi meninggalkan gereja.

Cuaca mendung, beberapa mobil Audi hitam berbaris dan terparkir di depan pintu. Rudy secara pribadi membuka pintu mobil, agak merangkul Clara masuk ke dalam mobil.

Clara baru saja masuk dan duduk di dalam mobil, Rudy masih belum masuk ke mobil, Ezra langsung berjalan ke sini.

“Clara, kamu pergi dulu, ada yang ingin aku katakan pada tuan Sutedja.” Ezra berdiri di samping mobil, mengatakannya.

Clara tertegun, apa yang bisa dikatakan paman dengan pengangguran keluarganya ini? Jangan-jangan ingin mempersulit orang.

Dia menjulurkan kepalanya, bertanya dengan agak khawatir, “Paman, apakah kamu masih ada pesan lain?” Ketika berbicara, tangannya terus memegang tangan Rudy, penuh dengan sikap melindungi, sepertinya Ezra akan memakannya saja.

Ezra tidak tahan dan mengerutkan kening, agak kesal.

Rudy melihat keadaan, mengulurkan tangan penuh kelembutan mengelus kepalanya, “Tidak masalah, jangan khawatir.” Selesai bicara, memerintahkan supir yang ada di depan, “Antar nona pulang dulu, saat menyetir lebih stabil sedikit.”

Rudy memandangi mobil perlahan menyalakan mesin, setelah berkendara keluar agak jauh, baru menarik kembali pandangannya, nada bicara masih termasuk sungkan, “Jika ada yang mau dikatakan masuk dan bicarakan di dalam saja.”

Pada jam ini, di dalam aula gereja kosong tidak ada orang, mereka memilih posisi sudut dan duduk.

Ezra dengan tatapan tajam memperhatikan pria muda yang ada di depan dari atas sampai bawah, kemeja warna hitam, celana bahan formal yang lurus, berpakaian sederhana tapi formal. Di tubuhnya terdapat aura dingin, itu adalah aura kuat khusus milik seorang atasan.

Secara umum, hanya Clara baru akan menganggapnya sebagai seorang pengangguran.

“Bagaimana memanggilmu? Tuan muda keempat Sutedja? Atau Pemimpin Sunarya ?” Ezra mulai bertanya.

“Terserah kamu.” Rudy berkata dengan nada ringan. Di Kota A, dia adalah Rudy. Setelah memasuki kota Jing, dia adalah Rendi Sunarya, di mata orang lain, nama Rendi Sunarya melambangkan identitas dan kedudukan. Tapi dalam matanya, hanya sebuah panggilan saja.”

Tangan Rudy masuk ke dalam saku mantelnya, mengeluarkan kotak rokok, menuangkan sebatang rokok dan diberikan padanya.

Ezra sangat menghargai mengulurkan tangan dan mengambilnya, diletakkan di mulut, menggunakan korek api untuk menyalakannya, sambil berbicara, suasana juga jauh lebih santai daripada tadi. Harus dikatakan, asalkan Rudy memiliki niat, dia juga bisa menjadi orang dengan baik.

“Karena berada di kota B, maka aku anggap kamu Rudy saja. Tuan muda keempat aku mau bertanya, apa hubunganmu dengan keponakanku Clara?”

“Hubungan kami seperti apa yang kamu lihat.” Rudy mengisap rokok, dari mulut mengeluarkan asap yang tipis, asap menyebar dalam ruangan, sudut bibir agak melengkung tipis.

Ezra selesai mendengarnya, tangan yang memegang rokok tak terkendali agak mengencang. Dalam hati berkata: ternyata memang orang yang sangat pintar. Jawaban seperti ini, tanpa celah sama sekali, tapi tidak mengungkapkan sikap yang jelas. Kamu bisa berpikir dia sudah mengakui hubungan istimewa antara dia dan Clara, tapi faktanya, dia tidak menjanjikan apa pun.

Semakin begini, Ezra semakin tidak bisa tenang. Namun, identitas Rudy terpampang jelas di sana, siapa yang berani melakukan sesuatu padanya.

Novel Terkait

Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu