Suami Misterius - Bab 352 Perpisahan Kecil Memicu Kerinduan Besar

Wajah Cindi sama sekali tidak ada reaksi ketakutan, malahan balik menangkap tangannya, lalu menekan pada leher sendiri.

“Mendingan kamu langsung membunuhku saja, aku malahan harus berterima kasih padamu yang telah membebaskan aku. Setelah itu, kamu harus membayar nyawaku, kita berdua akan jadi pasangan kasihan lagi di neraka.” Senyuman Cindi membuat seluruh ekspresinya kelihatan berubah bentuk.

Namun Heru malah menarik balik tangannya, menatap Cindi dengan ekspresi kebencian, seolah-olah membunuhnya akan mengotori tangan sendiri.

“Kalau kamu begitu benci padaku, kenapa dulu masih mau menikah samaku !” Cindi menjerit sekuat tenaga.

“Kamu tidak tahu ya ? Kalau aku tidak menikahi kamu, Rina mana mungkin membiarkan aku mengelola Tianxing Media. Itu asetnya Clara, kalau diserahkan ke tangan orang lain, aku mana bisa tenang.” Heru berkata dengan terus terang, dan nada yang membawa sindiran.

Cindi melototnya dengan mata yang telah kemerahan “Kamu tidak takut ya kalau aku memberitahu ke kakak sepupu niat busukmu ini ? Dia tidak akan mengampuni orang yang mengkhianati dirinya.”

Heru diam mendengar ancaman Cindi, namun wajahnya sama sekali tidak ada reaksi panik, sudut bibir mengaitkan sebuah senyuman sinis. “Cindi, bagaimanapun kita juga suami istri, menurutku kamu jangan berlagak pintar lagi. Beberapa tahun ini, Rina selalu dalam perjalanan mencari mati, Clara juga bukan gadis kecil yang bisa dipermainkan lagi. Kalau suatu saat Rina memang mati di perjalanannya, hati-hati kamu juga dikubur bersamanya.”

Ekspresi wajah Cindi berubah sekilas, dia juga tidak buta atau bodoh total, mengetahui juga bahwa dalam dua tahun ini Rina dan anaknya tidak pernah mendapatkan kemenangan apapun.

Akan tetapi selama ini Cindi selalu merasa tidak sudi, sama-sama sebagai sebuah catur, namun Heru dapat membebaskan diri dari nasib sebagai catur, sedangkan dirinya hanya bisa menjadi sebuah catur yang akan dikorbankan, menanti untuk dibuang.

“Aku tahu, kamu sekarang sudah hebat, sudah tidak takut dengan kakak sepupu lagi. Tetapi bagaimana kalau Rudy ? Clara terus didambakan oleh paman sepupunya dalam waktu yang begitu lama, kalau permasalahan inses ini diketahui oleh Rudy, menurutmu apakah dia akan salah paham dengan hubungan kalian berdua. Dengar-dengar Rudy orangnya pencemburu, kalau dia mau membunuhmu akan semudah mencubit mati seekor semut….”

Kata-kata Cindi masih belum selesai, lehernya telah dicekik lagi oleh Heru, pada kali ini, Heru sama sekali tidak memberi ampun, tangannya sedang mencekik di leher Cindi, lalu mengeratkan dua jarinya yang kuat dan bertenaga, membuat wajah Cindi menjadi pucat, dikarenakan tidak dapat bernafas, sehingga kedua tangannya mulai memukul sembarangan.

Sebelum dia kehabisan nafas, Heru melonggarkan tangannya, dan langsung menyeretnya ke bawah lantai.

“Awas kamu, jaga baik-baik mulutmu, kalau aku mau membunuhmu juga semudah mencubit mati seekor semut.”

Cindi melototnya dengan mata yang kemerahan, lelaki ini sudah tidur disamping ranjangnya dalam beberapa tahun ini, namun saat ini membuat dirinya merasa sangat asing.

Sekian lamanya berkisaran di dunia bisnis, Heru sudah bukan lagi lelaki baru wisuda yang masih polos.

Tepat pada detik ini, Rina mendorong pintu dan masuk, menatap mereka berdua dengan ekspresi keheranan.

Heru melirik sekilas dengan reaksi datar, setelah itu, dia membungkuk pinggang dan mendirikan Cindi yang masih terjatuh dibawah lalu berkata. “Sudah bukan anak kecil, masih begitu tidak hati-hati. Cepat bangun, lantainya dingin.”

Dia mendirikan Cindi yang masih di lantai, dan dengan lembutnya menepuk debu yang lengket di lutut Cindi, kesannya seorang suami yang lembut dan perhatian.

Rina melirik Cindi dengan tatapan tidak senang, lalu berkata pada Heru :”Tamu semua pada menunggu, kalian pergi di pertengahan acara, kesannya tidak sopan.”

Heru menurutnya dan mengangguk-angguk, dia selalu bereaksi hormat dan sopan jika di hadapan Rina, tangannya melingkar di pinggang Cindi, lalu mengikuti Rina dan keluar dari villa.

Sedangkan Cindi bagaikan boneka yang sedang dipermainkan orang, dalam hatinya berpikir, : Mereka yang bermarga Muray memang cocok jadi pemeran drama.

………

Pada saat yang sama.

Mobil Rudy telah berhenti di depan pintu villa Marina.

Clara memiringkan kepala dan menatap ke luar jendela, pemandangan di depan matanya sangat tidak asing. “Kenapa tidak pulang ke apartemen Jalan Gatot Subroto, aku sudah kangen sama Wilson.”

“Waktu ini Wilson sama Sus Rani sudah tidur, kalau kita pulang akan mengganggu tidur mereka.” Rudy berkata dengan nada sewajarnya.

Clara melirik sekilas, ekspresi wajah lelaki ini menampakkan nafsu secara terang-terangan. Dia selalu dapat melontarkan kata-kata memalukan dengan ekspresi tidak berdosa.

Namun kenyataannya, mereka sama-sama mengerti bahwa, setiap kalinya Rudy membawa dirinya pulang ke villa Marina, tujuannya hanya satu, yaitu : Tidur bersamanya.

Clara mendorong pintu dan keluar dari mobil, dia mengeluarkan kunci dan membuka pintu, lalu mencampakkan sepatu di kakinya dengan sembarangan, dan langsung beranjak ke kamar mandi.

Clara sudah kejar pesawat seharian ini, dan masih harus beradu mulut dan otak di keluarga Santoso, saat ini dia sedang berendam di dalam air beraroma mawar dengan santai, betapa nyaman dan santainya dirinya pada saat ini.

Dia baring di dalam bak mandi yang besar dan hampir ketiduran. Seandainya tidak ada suara ketukan pintu yang mendesaknya, dia benaran akan ketiduran di dalam kamar mandi.

“Kasih kamu waktu lima menit, kalau tidak keluar, aku yang akan masuk.” Terdengar suara Rudy yang rendah dan menggoda di depan pintu.

“Tahu lah.” Clara menjawab dengan kemalasan. Pelan-pelan keluar dari bak mandi, menarik handuk yang besar dan membungkus pada badan sendiri, setelah itu, dia berdiri di hadapan cermin besar, pelan-pelan menepuk air toner pada wajahnya, setelah itu, baru mengeluarkan sedikit losion, lalu meratakan di dalam telapak tangan, dan mengelus pada leher dan bagian dadanya.

Gerakannya sangat santai, sama sekali tidak merasa panik. Pintu kamar mandi ini sudah dikuncinya dari dalam, dia tidak percaya kalau Rudy sanggup masuk dengan menembus dinding.

Ketika Clara sedang mengeringkan rambutnya dengan pengering rambut, tiba-tiba pintu di belakangnya terbuka.

Clara kekagetan dan mundur dua langkah, kepalanya hampir berbenturan dengan cermin kaca. “Kamu, kenapa kamu bisa masuk ?”

Rudy memainkan kunci di tangannya, “Jangan lupa, aku yang desain rumah ini.”

Dia selesai berbicara, lalu dengan santainya melempar kunci tersebut ke meja dandan, lengannya yang kuat melingkar pada pinggang kecil Clara, lalu sedikit ditariknya, seluruh tubuh Clara langsung jatuh ke dalam pelukannya.

Clara kesal sendiri, salah diri sendiri yang terlalu merendahkan saingan.

Pada saat ini, tubuhnya hanya dibungkus oleh sehelai handuk besar, sama sekali tidak mengenakan apapun.

Rudy mengganti posisinya, langsung menekan tubuhnya pada dinding kaca blok di sampingnya. Kecupan kecil terjatuh pada bahunya yang terbuka.

Sebenarnya Clara tidak ingin membiarkan Rudy mencapai tujuannya dengan semudah itu, akan tetapi, dia tetap kurang berpengalaman dalam hal seperti ini, sedangkan Rudy jelasnya ahli dalam menggoda wanita, dia mencium bibir Clara, dengan keterampilan dalam berciuman, membuat Clara menjadi tidak berdaya karena ciumannya, semua ketabahan meretak secara perlahan-lahan.

Mereka berpindah ke luar kamar dengan kondisi saling berciuman, pelan-pelan melangkah ke dalam kamar tidur. Akan tetapi, ketika melewati ruang tamu, Rudy langsung menekan tubuhnya ke dalam sofa dengan ketidaksabaran.

Perpisahan kecil memicu kerinduan besar, setiap kalinya, pada saat mereka bertemu lagi setelah berpisah, Rudy akan menyiksanya dengan habis-habisan, seolah-olah ingin mengisi kekosongan yang terlewatnya.

Pada keesokan harinya, dengan tidak herannya Clara tidak dapat bangun dari kasurnya. Sementara Rudy tetap berangkat kerja dengan segar dan bersemangat.

Clara berbaring di atas kasur dan ketiduran sampai siang hari,

akhirnya baru terbangun karena deringan telepon dari Melanie.

“Ada apa, bilang yang penting.” Sepertinya emosional nona besar Santoso sangat kuat pada saat bangun tidur.

“Aduh, aku hampir lupa, kamu semalam baru pulang, Rudy pasti menyiksa dengan mati-matian.” Melanie tersenyum genit.

“Aku matikan telepon ya.” Clara malas melayaninya.

Melanie tidak berani lanjut menyombongkan diri lagi, langsung mengungkit topik utamanya, “Tas kamu ketinggalan di rumah Santoso, kartu identitas penduduk sama paspor juga di dalam, ibuku suruh mengembalikan padamu.”

“Oh ya ?” Clara membungkus diri dengan selimut, lalu terduduk di atas kasur dengan malas, isi otaknya tetap saja kosong.

“Menurutku kamu terlalu buru-buru mau berjumpa dengan Rudy, makanya serba tidak peduli.” Melanie bercanda lagi, setelah itu dia berkata lagi, “Kirimkan lokasimu sekarang, aku mengantar tas ke sana.”

“Iya, baik.” Clara mengangguk, setelah mengirimkan lokasinya lewat ponsel, dia mengulurkan tangan dan mengelus-elus rambutnya, lalu membuka selimutnya dan turun dari kasur.

Novel Terkait

Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu