Suami Misterius - Bab 607 Harapan Satu-Satunya

Ketika dia mengandung Wilson waktu itu, hanya satu kali langsung kena, jauh lebih tepat dari pada sniper. Sekarang menginginkan anak kedua, sudah berusaha selama setengah tahun tapi tetap tidak ada gerakan sama sekali. Sehingga Clara mau tidak mau mencurigai dirinya bermasalah. Bagaimanapun, sebelum 18 tahun, dia dibesarkan dengan penuh perhatian bagaikan permata, lecet sedikit saja bisa mengambek seharian. Dan setelah umur 18 tahun, hidupnya hanya bisa disimpulkan dengan kata ‘menderita’. Seorang diri membawa perut besar bersembunyi kemana-mana, melahirkan Wilson dengan penuh penderitaan, nifas juga tidak dijalankan dengan baik, tidak lama setelahnya, ia harus syuting film 《Putri Duyung》, berendam di air laut yang suhunya minus nol derajat untuk syuting, sekali syuting bisa berjam-jam, tubuh kedinginan sampai menjadi penyakit mungkin saja terjadi, bahkan pernah diracuni oleh Rina Muray dan anaknya. Tiba-tiba muncul pemikiran di kepala Clara, bagaimana kalau dia tidak bisa hamil lagi?

“Rudy, bagaimana kalau aku tidak bisa hamil lagi?”

Clara berpikir demikian, dan langsung menayakannya. Setelah Rudy mendengarnya, hanya tersenyum tipis, “Anak dan orangtua butuh jodoh, kalau belum dapat, itu artinya belum jdooh. Wilson punya teman itu bagus, tapi kalau tidak ada juga tidak apa. Kita bisa menemaninya, setelah kita tua, dia juga akan menikah dan melahirkan anak.”

Ucapan Rudy membuat Clara lebih tenang, ia mengecup pipinya dengan senang. “Suamiku memang yang terbaik.”

Rudy tersenyum lembut, tangannya yang hangat tetap memegang perutnya sambil mengelusnya perlahan. “Tapi, kalau tidak enak badan tetap harus ke dokter, nanti setelah pulang dari Jing , aku akan menemanimu kerumah sakit.”

“Kita bicarakan nanti saja, sakit karena datang bulanlah penyakit yang parah, aku tidak suka bau antiseptic di rumah sakit.” Clara berkata dengan nada lirih. Rudy melihatnya lemas seperti ini, hatinya terasa begitu perih, ia menggendongnya keatas ranjang dengan lembut, lalu bangkit berdiri, meninggalkan kamar dengan langkah pelan. Rudy ke dapur memasakkan air jahe, setelah hangat baru membawanya naik ke lantai atas. Dan didalam kamar, Clara sudah berpakaian rapid an bersiap untuk pergi. “Tidak enak badan bukannya berbaring dan istirahat, mau kemana kamu?” Rudy bertanya. “Tidak bisa tidur, mau jalan-jalan.” Setelah Clara mengatakannya, tatapannya melihat kearah air jahe yang ia bawa. “Untukku?”

“Kalau tidak? Untuk kuminum sendiri?” Rudy mneyerahkan air jahe padanya. Clara tidak terlalu suka dengan aroma jahe, namun ia tetap meminumnya sambil mengkerutkan alis. Setelah meminumnya, ia tersenyum pada Rudy, lalu berkata dengan manis, “Terima kasih suamiku.”

Rudy mengelus kepalanya dengan lembut sambil berpesan, “Jalanlah disekitar sini, jangan pergi terlalu jauh.”

“Iya.” Clara mengambil tasnya, lalu pergi dengan senang. Tujuannya keluar adalah untuk membeli hadiah untuk orang keluarga Sunarya, bagaimana pun bapak mertuanya ulang tahun, dia sebagai menantu datang dengan tangan kosong, rasanya tidak enak. Clara pernah mendengar Rudy bercerita, Bahron suka kaligrafi, ia juga anggota perkumpulan kaligrafi, sehingga ia sengaja memilih satu set perlengkapan kaligrafi. Lalu ia membelikan nenek juga Ardian hadiah yang berbeda, lalu pulang sambil membawa bungkusan besar dan kecil. Rudy sudah menyiapkan bagasi mereka bertiga dengan lengkap, bahkan dengan begitu teliti, semua pakaian dan juga perlengkapann mandi disiapkan dengan sangat rapi, bahkan pembalut yang biasa dipakai oleh Clara pun ia bawakan beberapa bungkus. Clara merasa pria seperti Rudy sunguh sangat langka. “Aku sudah menyiapkan hadiahnya, kamu tidak perlu sengaja pergi untuk mencarinya.”

Rudy melihat Clara membawa kantung belanjaan pulang, baru tahu kalau dia keluar untuk membeli hadiah. “Orang yang memiliki kedudukkan tinggi seperti Tuan Sunarya memiliki mata yang sangat jeli, hanya dengan satu lirikkan saja sudah bisa mengetahui siapa yang menyiapkan hadiahnya. Meskipun barang yang kubelikan bukan barang yang berharga mahal, namun kubeli dengan perasaan.” Clara berkata seolah sedang menghadiahkan permata. Rudy terbiasa menggures ringan ujung hidungnya. Clara begitu pandai menjilat, pantas saja para orang tua begitu menyukainya. Biasanya ia terlihat begitu slebor, namun begitu dia ingin melakukan sesuatu dengan teliti, tidak akan ada yan bisa menandinginya. Rudy memesan pesawat sore, supir membawa semua koper ke dalam mobil, mereka satu keluarga bertiga naik keatas mobil. Perjalanannya sangat lancar, ketika pesawat mendarat sudah jam 8 malam. Diluar bandara, mobi keluarga Sunarya sudah menunggu sejak awal. Yang menjemput adalah supir Bahron dan juga petugas keamanan, mereka begitu hormat pada Rudy sekeluarga. Semua orang tahu kalau Bahron hanya memiliki satu orang putra, bahkan menghabiskan banyak tenaga untuk membuatnya mengakui keluarga ini, seluruh keluarga Sunarya menganggapnya jauh lebih berharga daripada harta karun. “Nyonya dan kapten terus mengharapkan kepulangan tuan muda,sejak pagi kapten sudah mulai mengoceh, nyonya yang memandori langsung para pelayan dan koki memasak, semua makanan yang dihidangkan adalah makanan kesukaan tuan muda dan nyonya muda.”

“Merepotkan nenek.”

Rudy tersenyum hangat, namun dalam hati berpikir, kali ini nenek dan ayahnya pasti akan memintanya kembali ke Jing sepert biasanya. Bagaimana pun Revaldo sudah meninggal, Ardian sudah tinggal di Jing , bisa dibilang urusan keluarga Sutedja sudah selesai. Sebenarnya akhir-akhir ini Rudy sudah mulai membereskan pekerjaan di Sutedja Group, hanya saja sampai sekarang ia belum menemukan orang yang tepat untuk membantunya mengelola perusahaan. Sutedja Group merupakan asset yang sangat besar, kalau sampai diserahkan ketangan yang salah maka akan gawat. Mobil berangkat meninggalkan bandara, setelah perjalanan sekitar satu jam baru tiba di mansion keluarga Sunarya. nenek Sunarya mendengar suara mobil, langsung keluar menjemput karena sudah tidak sabar menunggu. Wilson sangat menyukai nenek buyutnya, ia melangkahkan kaki kecilnya dan langsung berlari kedalam pelukan nenek buyutnya, kemudian langsung menciumi wajah nenek buyutnya, membuat nenek Sunarya tertawa sampai tidak bisa menutup mulutnya. Satu keluarga berjalan masuk sambil merangkul nenek Sunarya dan tertawa.

Di ruang tamu lantai satu Bahron sedang duduk di sofa menonton berita, bagaimana pun orang yang berkedudukkan tinggi tidak akan memperlihatkan ekspresi senang dan marahnya di wajah. Namun sikapnya terlihat jauh lebih lembut. Karena meskipun memiliki kedudukkan setinggi apapun, tetap mengharapkan kebahagiaan bersama anak cucu, putranya membawa pulang cucunya, bohong kalau Bahron tidak merasa senang. “Dimana kakak?” Rudy bertanya. “Sedang sibuk di dapur.” Bahron menjawab. Panggilan Rudy terhadap Ardian sudah diperbaiki oleh Bahron dan nenek Sunarya berkali-kali, namun dia sudah memanggilnya seperti itu selama 30 tahun lebih, dia sungguh tidak sanggup mengubahnya. Rudy juga pernah berusaha merubahnya, namun ketika melihat Ardian, panggilan ‘ibu’ ini entah kenapa tidak sanggup ia lontarkan. Dan Ardian sama sekali tidak memaksakan hal ini, yang terpenting dalam hati putranya ada diriny, menghormatinya, panggilan sama sekali tidak penting. nenek Sunarya menyuruh pelayan membawa koper Rudy dan keluarga aik ke lantai atas, lalu berkata dengan wajah sumringah : “Kamar kalian aku sudah menyuruh pelayan untuk membereskannya, semua selimut dan sarung bantal sudah diganti dengan yang baru. Kamar Wilson juga sudah di dekor ulang, ketika itu Wilson mengatakan kalau dia menyukai horden dan tembok berwarna biru, aku sengaja menyuruh designer untuk mendesain ulang, lalu mengecat ulang temboknya, bahkan menempelkan George si Babi.”

Begitu Wilson mendengarnya, ia langsung begitu excited, kemudian menarik nenek buyutnya untuk naik ke lantai atas untuk melihat kamar, nenek Sunarya hanya bisa memanggilnya, “Cicitku, jangan berlari sekencang itu, tulang nenek buyut yang sudah tua ini bsa bubar olehmu.” Namun ucapan nenek Sunarya penuh dengan kasih sayang dan rasa bahagia. Bahron menggeleng sambil tersenyum, ia berkata : “Kamar kalian jelas-jelas setiap hari dibersihkan oleh pelayan, nenekmu suka repot, begitu kalian akan pulang, kemarin membawa pelayan untuk membersihkan ulang semuanya.”

Setelah Bahron mengatakannya, ia hanya menghela : “Orang kalau sudah tua, satu-satunya harapannya adalah melihat anak cucunya berada disisinya.”

Novel Terkait

Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu