Suami Misterius - Bab 91 Dulu Adalah Dulu

“Apakah wanita seharusnya mempersulit pria?” Rudy merasa teorinya sangat lucu sekali.

“Kalian para pria yang selalu mempersulit kami para wanita lemah!” Clara membantah.

“Oh, menurutmu kakakmu adalah wanita lemah? Triknya sepuluh kali lebih hebat dibandingkan pria.” Rudy duduk di sebelahnya, elegan dan santai menyalakan sebatang rokok.

Clara diam membisu karena ucapannya.

Rudy mengisap rokoknya, mengeluarkan asap rokok yang tipis, suara bercampur di dalam asap, terdengar sangat rendah dan agak serak. “Yunita adalah orang yang pintar, seharusnya dia sudah memiliki bukti korupsi dan suap wakil Walikota Ogana, terus bertahan dan tidak menyebarnya, itu hanya ingin membiarkan Nalan Qi memanfaatkan keluarga Ogana agar bisa mendapatkan lebih banyak keuntungan.”

Clara mengangguk, dia juga berpikir seperti itu. Yunita tiba-tiba mengekspos skandal wakil Walikota Ogana, ingin mengumpulkan bukti, pasti bukan masalah dalam jangka waktu pendek, takutnya Yunita dari awal sudah ada persiapan.

Lauren dan keluarga Ogana, sudah dijadikan kambing hitam oleh orang lain.

“Yunita keji, Nalan Qi juga bukan orang baik. Memanfaatkan perasaan wanita untuk mendapatkan uang, bahkan lebih rendah dari binatang. Kamu pria yang hanya mengandalkanku untuk hidup juga lebih tinggi darinya.” Clara berkata dengan penuh amarah.

Rudy: “…….”

Clara selesai menghela nafas, lanjut mengatakan, “Awalnya, aku masih ingin menggunakan Lauren untuk menghadapi Yunita anak dan ibu. Sayang sekali, Lauren bukan saingan Yunita. Kelihatannya, seharusnya aku mencari seorang lawan yang lebih kuat untuk ibu dan putri keluarga Muray baru bisa.

“Eng, sudah mengerti manfaatkan kekuatan orang untuk melawan orang lain, ada kemajuan. Tapi, lain kali cari orang yang lebih tepat, jangan seperti Lauren yang lemah bahkan satu pukulan tidak bisa ditahan.”

“Sudahlah, jangan merasa sedih lagi, temani aku keluar untuk makan sesuatu.”

Clara juga merasa agak lapar, berdua keluar bersama, ketika mobil dikendarai sampai tengah jalan, tanpa diduga menerima telpon dari Marco.

Clara memegang ponsel, ekspresi agak terkejut.

Sejak malam ulang tahunnya yang ke delapan belas, mereka tidak pernah saling menghubungi lagi.

Setelah Clara ragu-ragu sejenak, baru mengangkat telpon.

Di seberang telpon, suara Marco terdengar agak serak dan depresi, dia mengajaknya bertemu di kedai kopi terdekat.

Clara merasa tidak ada lagi yang bisa dia katakan dengan Marco, baru saja memikirkan alasan untuk menolaknya, hanya saja, masih belum sempat diucapkan, Marco mengucapkan sepatah ‘harus bertemu’, kemudian langsung menutup telpon.

Clara tidak berdaya, hanya bisa menyuruh Rudy menghentikan mobil di pinggir.

“Aku ada janji dengan orang, kamu pergi makan sendiri saja.” Clara mendorong pintu dan keluar dari mobil, berdiri di luar mobil mengatakannya pada Rudy.

Jari-jari bersih dan ramping Rudy diletakkan di kemudi mobil, dengan mata suram menatapnya, kemudian, menjalankan mesin mobil.

Mobil melaju ke depan bagaikan panah yang dilepaskan, Clara terhuyung mundur selangkah, hampir saja tergores.

“Pria yang memiliki emosi tidak stabil!” Clara menghadap ke arah mobil menghilang, merasa tidak puas dan bergumam.

Dia berjalan memasuki kedai kopi, setelah melihat disekeliling, baru melihat Marco di sudut dekat jendela.

“Clara.” Marco memanggil namanya, agak tergesa-gesa melambaikan tangan padanya.

Clara duduk di hadapannya, sedikit menyipitkan mata indah melihatnya.

Dia terlihat sangat depresi, mata dipenuhi garis darah merah, dagu penuh dengan jenggot tipis berwarna hitam. Marco yang seperti ini, membuat dia merasa sangat asing.

Dalam ingatannya, Marco adalah orang yang sangat perhatian pada kehidupannya, dia tidak sama dengan pria lain yang penuh dengan bau keringat di seluruh badan, dia selalu membersihkan dirinya hingga bersih dan rapi, dulu Clara paling suka dengan aroma sabun yang tertinggal di kemeja putihnya.

Pelayan membawa menu pesanan berjalan ke sini, Marco memesankan secangkir cappuccino untuknya.

Setelah kopi disajikan, Clara memegang sendok perak kecil dengan dua jarinya, sesuka hati mengaduk di dalam cangkir.

“Ada masalah apa mencariku?” Dia bertanya.

Marco mengatupkan bibir, jari-jari ramping memegang erat cangkir kopi porselen putih di depan, dengan tampang sulit mengatakan yang sebenarnya, tapi tidak bisa tidak mengatakannya.

“Clara, aku tidak sembunyikan darimu lagi, pengelolaan perusahaan keluarga Ortega terjadi masalah, kapan saja keuangan mungkin akan terputus, dan menghadapi resiko kebangkrutan.”

Clara selesai mendengarnya, sedikit banyak menunjukkan ekspresi terkejut. Perusahaan keluarga Ortega sudah dikelola selama dua puluh tahun lebih, di tangan Yani karsena terus berdiri dan berkembang dengan kuat, tidak menyangka Marco baru ambil alih dua tahun sudah terjadi masalah.

“Aku dengar akhir-akhir ini perekonomian internasional dan nasional sedang tidak baik, kakak Marco, jangan terlalu sedih ya.” Clara dengan serius membujuk lagi, “Tapi, bagaimanapun lebih baik daripada orang baru setidaknya sudah berpengalaman, meskipun perusahaan bangkrut, latar belakang keluarga Ortega juga sudah cukup untuk kamu dan kakak menjalani kehidupan sehari-hari.”

Tentu saja, hanya cukup untuk menjalani kehidupan sehari-hari saja. Jika Elaine masih ingin terus menjalani kehidupan mewah dan glamor, maka itu sangat tidak mungkin.

Kedua tangan Marco menahan keningnya, penuh dengan tampang frustasi. Jika bukan karena dia ingin mencari kesuksesan cepat, melakukan investasi beresiko, perusahaan juga tidak akan terseret hancur, ibu beberapa kali mengingatkannya, dia yang terlalu keras kepala dalam bertindak sama sekali tidak mau mendengarkan pendapat yang berbeda.

“Clara, perusahaan adalah hasil keringat ibuku seumur hidupnya, pasti tidak boleh bangkrut, jika perusahaan bangkrut, keluarga Ortega dan aku akan berakhir.” Marco dalam keadaan terdesak, agak kehilangan kendali diri langsung memegang tangan Clara.

Clara mengerutkan alis, secara tidak sadar menyingkirkan tangannya. “Ada apa bicarakan baik-baik, jangan sampai pegang-pegang, menciptakan kesan buruk.”

Jelas sekali Marco tertegun sejenak, tangan jadi kaku diletakkan di atas meja.

“Maaf, aku agak kehilangan kendali, sekarang kamu adalah figur publik.” Marco merasa canggung menarik kembali tangannya.

Clara mengatupkan bibir dan terdiam, tangan yang diturunkan di samping badan secara tidak sadar menggosok di bajunya. Dalam hati berpikir: apa hubungannya keluarga Ortega berakhir atau tidak dengan diriku, Marco ingin mengeluh juga sudah salah cari orang bukan.

Sebenarnya, Marco mencarinya tentu saja bukan hanya untuk mengeluh, melainkan ada hal yang ingin minta bantuannya.

Marco mengeluarkan setumpuk dokumen dari tas kantor dan menyerahkannya ke hadapan Clara. “Clara, coba kamu lihat ini.”

Clara mengambil dokumen yang ada di dalam kantong dokumen, sebuah dokumen perencanaan. Dia melihatnya secara garis besar, meskipun tidak terlalu paham, tapi dia sangat jelas ini berkaitan dengan tanah yang ada di tangannya.

“Ini adalah proyek yang paling menjanjikan di perusahaan, jika proyek ini bisa dilaksanakan, mungkin perusahaan masih bisa diselamatkan. Clara, apakah kamu bisa membantuku?” Marco menatapnya dengan permintaan mendesak.

Clara meletakkan kopi yang ada di tangannya, kedua tangan dilipatkan di depan dada sambil melihatnya, sudut bibir agak melengkung, terdapat sedikit cibiran.

Dia sungguh ingin bertanya padanya: Berdasarkan apa aku membantumu!

“Kakak Ortega, seharusnya kamu tahu, tanah itu adalah emas kawin yang ditinggalkan mama untukku, bagiku itu sangat penting.”

“.…..” seketika, Marco menjadi canggung dan tidak bisa mengatakan apa-apa, dia termasuk masih memiliki harga diri, tidak melakukan hal tak tahu malu pada saat ini dengan tidak menggunakan perasaan pribadi pada Clara.

Mereka sejak kecil tumbuh besar bersama, tentu saja memiliki perasaan. Tapi perasaan sedalam apa pun, juga sudah terkikis habis olehnya.

Clara sedikit mengangkat dagu, tatapan mata yang melihatnya agak angkuh. “Kakak Marco, kamu seorang pengusaha, dalam bahasa pengusaha, jika aku membantumu keuntungan apa yang aku dapatkan?”

Marco selesai mendengar, tercengang sambil melihatnya. Dia akui dirinya tidak pernah mempertimbangkan masalah ini. Dia juga sudah terbiasa mengira Clara pasti akan membantunya, bagaimanapun, dulu dia selalu membantunya tanpa syarat apa pun.

Sekarang memikirkannya, dia yang sudah terlalu yakin pada diri sendiri. Dulu adalah dulu, sekarang adalah sekarang.

Novel Terkait

Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu