Suami Misterius - Bab 388 Keras Kepala Yang Mirip

Rudy agak ragu sejenak, langsung dipelototi oleh Clara.

“Sudahlah, lebih baik jangan dibahas lagi, kamu bilang memilihku, aku juga tidak percaya.” Clara selesai bicara, meletakkan gelas kopi yang ada di tangan, berbaring malas di atas ranjang.

Rudy: “……”

Apakah dia ikut terlibat tanpa alasan?

Setelah Rudy menggunakan komputer mengerjakan beberapa dokumen, juga naik ke ranjang untuk istirahat.

Dia berbaring di satu sisi, sudah terbiasa mengulurkan tangan merangkul pinggang Clara, malah menyingkirkannya dengan sekuat tenaga.

“Lelah, malam ini menolak untuk mencari kesenangan.” Clara berkata.

Rudy: “……”

“Rudy, tubuh adalah modal yang paling berharga, lebih baik hemat sedikit menggunakannya, testis kalau melemah sulit memperbaikinya.” Clara berkata lagi, menggulung selimut, membungkus dirinya dengan rapat.

Rudy sedikit tidak berdaya dan tersenyum, menarik orang sekaligus selimutnya ke dalam pelukan. “Tutup hingga begitu rapat, kamu tidak takut sulit bernafas. Tenang saja, malam ini aku tidak akan menyentuhmu.”

Dia menarik selimutnya hingga terbuka sedikit, kemudian, memeluknya tidur bersama.

Gaya tidur Clara tidak terlalu baik, tengah malam sudah menendang selimut beberapa kali.

Setelah Rudy menyelimutinya, pergi ke dapur lantai bawah untuk mengambil abil, secara tidak sengaja melihat sedikit sinar kecil menyala di ruang tamu.

Bahron duduk di atas sofa single, satu set peralatan teh yang indah dan halus tersimpan di meja samping, samar-samar ada aroma teh di udara.

Rudy menghentikan langkah kaki, mata tajam melihat sosok punggungnya. Sosok tubuh yang ada redup itu tetap duduk di atas sofa, terselubung di dalam kegelapan malam, menunjukkan rasa tua dan kesepian yang membuat orang merasa sedih.

Rudy melangkahkan kaki ke sana, tanpa bersuara duduk di sampingnya. Dia mengulurkan tangan mengambil sebuah gelas teh, tangan satu lagi mengambil teko, menuangkan setengah gelas teh hijau, kemudian, pelan-pelan mencicipinya.

Bahron memiringkan kepala melihat ke arah Rudy yang mendadak muncul di sampingnya, merasa sedikit terkejut. Setelah terkejut, tersenyum datar, mengatakan: “Sudah tua, mudah insomnia.”

Rudy mengatupkan bibir tipisnya, menatapnya dengan mata hitam mendalam.

Yang dinamakan ‘sudah tua mudah insomnia’ hanyalah sebuah alasan saja. ‘malam yang panjang, seorang diri sulit tidur’ barulah benar.

“Pa, selama beberapa tahun ini, apakah kamu merasa kesepian?” Rudy mendadak bertanya.

Bahron sedikit tertegun sejenak, kemudian menjawab sambil tersenyum: “Kesepian, bagaimana mungkin tidak kesepian. Walau memiliki kekuasaan dan kekayaan berlimpah, tidak ada orang yang bisa diajak berbagi bersama, apa artinya lagi.”

Dia selesai bicara, menertawakan diri sendiri sambil menggeleng, lalu mengulurkan tangan menepuk-nepuk bahu Rudy, “Jadi bisa dikatakan, kamu cukup beruntung, memiliki istri cantik dan anak pintar, kesempurnaan yang ada di dunia ini sudah kamu ambil semua.”

Rudy selesai mendengarnya, mengatupkan bibir, tersenyum malu. Setelah ragu beberapa saat, bertanya lagi: “Kamu, apakah pernah menyesal?”

Jika, pada waktu itu Bahron bersikeras tidak menikah, maka, dia yang sekarang, juga memiliki istri cantik dan anak pintar di sisinya. Mungkin tidak kaya seperti ini, tapi setidaknya memiliki sebuah keluarga yang sempurna dan bahagia.

Bahron sedikit tersenyum pahit, “Tidak tahan untuk mengingat kenangan masa lalu, hanya bisa berusaha keras terus melihat ke depan. Menyesal juga bisa bagaimana lagi, juga hanya penyesalan yang terlambat.”

Waktu itu, tampang ayahnya yang meninggal tanpa memejamkan mata sudah menusuk hatinya dalam-dalam. Saat itu masih muda dan agresif, sepenuh hati hanya ingin membangun kembali keluarga Sunarya, memikul tanggung jawab keluarga besar.

Setelah beberapa tahun kemudian Bahron, ketenaran keluarga besar hanya untuk dilihat orang luar. Penderitaan dan kesedihan dalam hati, hanya diri sendiri baru bisa mengetahuinya.

“Sudahlah, kembali untuk tidur saja.” Bahron menghela nafas panjang, melambai-lambaikan tangan pada Rudy.

Rudy memegang cangkir teh, duduk di kursi tidak bergerak, mengatupkan bibir tersenyum tipis, “Tidak ada rasa kantuk, jarang bisa menemanimu, kamu jangan mengusirku.”

Bahron tersenyum. Hubungan ayah dan anak selalu agak asing, putranya jarang bisa perhatian sekali.

“Ardian, akhir-akhir ini bagaimana dia?” Bahron bertanya.

“Dia bagaimana, bukankah kamu lebih jelas dari aku.” Rudy menggodanya.

Bahron selalu menyuruh orang diam-diam memperhatikan Ardian, dia berada di tempat apa, melakukan apa, dia tahu semuanya.

Jadi, kalimat ini, sungguh tidak memiliki arti apa-apa.

Bahron tidak bisa menahan tawanya, bertanya lagi, “Masalah keluarga Sutedja, kamu berencana kapan mengakhirinya? Dalam pasukan tidak mungkin terus mempertahankan posisimu. Posisimu memang sudah sangat mencolok, banyak orang yang memperhatikannya.”

“Kamu beri aku waktu satu tahun lagi.” Rudy berkata.

Bahron mengangguk, mata agak dingin.

Dia terhadap keluarga Sutedja, sungguh tidak ada kesan baik apa.

Pada waktu itu, selama Rudy dirawat di rumah sakit, Bahron pernah menyuruh orang menyelidiki, baru tahu kalau selama bertahun-tahun ini, kehidupan yang dijalani oleh Ardian ibu dan anak dalam keluarga Sutedja tidaklah baik.

Revaldo takut dan waspada terhadap Rudy, berbagai macam cara menekannya, caranya licik dan kejam. Arima Sutedja lebih menjengkelkan, demi melindungi putranya, melempar Rudy masuk ke dalam Pasukan Perdamaian, rencananya tidak ingin dia hidup-hidup kembali dalam negeri.

Bahron pernah melihat misi yang dilaksanakan Rudy dalam Pasukan Perdamaian selama beberapa tahun itu, semuanya adalah yang paling berbahaya, hampir setiap kali pasti ada yang berkorban. Rudy bisa selamat dari kematian, benar-benar tuhan yang memberkati.

Pada saat bersamaan, Bahron juga menemukan, semua misi yang paling bahaya itu, Rudy satu-satunya yang setiap kali ada di dalam daftar nama. Jika tidak ada orang yang diam-diam melakukan sesuatu, Bahron sama sekali tidak percaya.

Orang dalam keluarga Sutedja ternyata berani memperlakukan putra satu-satunya seperti itu, Bahron bahkan memiliki niat untuk membunuh mereka.

Namun dalam masalah menghadapi keluarga Sutedja, Rudy bersikeras tidak ingin Bahron ikut campur, pasti harus dirinya sendiri yang menyelesaikannya.

Ini sama seperti Clara memperlakukan keluarga Santoso, memiliki keras kepala yang mirip.

Setelah ayah dan anak ngbrol santai sejenak, masihng-masing kembali ke kamar untuk istirahat.

Keesok harinya, Rudy dan Clara mengemas barang dan bersiap-siap kembali ke kota A. Bagaimanapun, untuk sementara ini perusahaan tidak bisa tidak ada Rudy, dan Clara juga harus kembali untuk mempersiapkan upacara pernikahan.

Nenek Sunarya tidak ingin Wilson pergi. Dia setiap hari membawa cicitnya pergi bermain-main, satu tua dan satu kecil sangat gembira sekali.

Bahkan para pembantu di rumah juga mengatakan, nenek Sunarya sudah berapa tahun tidak pernah sebahagia ini, Wilson memanggil sekali ‘nenek buyut’, panggilannya membuat nenek Sunarya merasa nyaman sekali. Untuk itu, Wilson dan Sus Rani tetap tinggal di Jing.

Rudy dan Clara penerbangan sore meninggalkan Jing, pesawat mendarat di bandara kota A, hari sudah menjelang malam.

Dua orang membawa koper keluar dari bandara, mobil Sutedja Group dari tadi sudah menunggu di depan pintu. Raymond yang datang menjemput mereka.

“Bos, akhirnya kamu pulang. Si marga Cheng orang itu sudah berjanji tapi mengingkarinya, sekarang salah satu tim proyek yang ada dalam peganganku kacau sekali.” Raymond berkata dengan wajah cemas.

Rudy hanya meliriknya sejenak, pandangan ditujukan pada Clara yang ada di sebelahnya, bertanya dengan penuh kehangatan: “Di perusahaan masih ada urusan yang harus diurus, kamu pulang sendiri bisa tidak?”

“Aku juga bukan anak kecil.” Clara memegang sebuah koper kecil, menjawab dengan santai.

“Kalau begitu, aku pergi sibuk dulu, nanti malam mungkin akan pulang lebih malam, kamu istirahat lebih awal, tidak perlu menungguku. Besok kita pulang ke keluarga Sutedja bersama-sama, mama menunggumu merundingkan detail pernikahan.” Rudy berpesan lagi.

“Eng.” Clara sangat patuh mengangguk, bulu mata panjang sedikit terkulai.

Rudy menundukkan kepala mencium pipinya sejenak, kemudian, mengikuti Raymond masuk ke dalam mobil, sambil berjalan sambil bertanya dengan suara berat, “Katakan padaku situasi saat ini, apa adanya jangan dibesar-besarkan.”

Setelah melihat mereka pergi, Clara baru menghentikan taksi dan pergi.

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu