Suami Misterius - Bab 790 Sayang, Selamat Pagi

Rudy tersenyum sambil mengelus kepala anak sendiri, lalu memungut bola yang berada di bawah kaki, “Papa temani kamu main bola, mau ?”

“Mau.”

Wilson melompat dengan bersenang ria.

Di halaman rumahnya ada perumputan luas, Rudy melepaskan sepatu kulit dan kaos kaki putih di kakinya, lalu bermain sepak bola bersama anaknya, suara anak kecil yang sedang tertawa riang terus bergema di perumputan kehijauan.

Setelah hari menjadi gelap, Rudy baru memeluk anaknya ke dalam villa dan menyerahkannya kepada Sus Rani.

Sus Rani langsung membawa Wilson ke kamar mandi, sementara Rudy dan Clara langsung kembali ke kamarnya.

Di luar jendela, hari menjadi gelap, suasana sekeliling menjadi sunyi kembali.

Rudy dan Clara berbaring di atas satu kasur.

Rudy dengan biasanya ingin mengulur lengan dan memeluk Clara, namun Clara malah menahannya dengan ekspresi waspada, “Rudy, kamu jangan sembarangan, hari ini hanya tidur.”

Rudy :”….” Apakah dirinya kelihatannya begitu kehausan ya ?

“Tidurlah, aku sudah berjanji untuk ke rumah sakit di jam sembilan pagi, jadi mungkin harus bangun pagi.”

Rudy selesai berbicara, langsung memeluk Clara dan memejamkan mata sendiri.

Clara diam-diam menyandar pada tubuhnya, lalu menguap dengan nada ringan, tidak lama kemudian, dia telah menginjak ke dalam mimpi indahnya.

Seolah-olah dengan adanya Rudy di sisinya, dirinya baru bisa tertidur dengan tenang.

Sementara pada saat ini Rudy masih belum ketiduran lagi.

Pada pertengahan kegelapan, Rudy membuka matanya, kedua bola matanya terkesan sangat menyilaukan.

Dia mengulur telapak tangannya, lalu mengelus pada pipi Clara yang mulus dengan penuh kasih sayang, setelah itu dia diam-diam menatap Clara dengan tatapan dalam.

Pada setiap perpisahan, Rudy pastinya merasa sangat sengsara.

Seandainya bisa memilih, dia juga berharap dirinya dapat selalu menemani dan melindungi di sisi Clara.

Namun keluarga Sunarya telah menduduki posisi saat ini, bagaikan perahu yang berlayar melawan arus, apabila tidak menggayung untuk maju, maka akan mundur mengikuti arus.

Meskipun dia ingin mundur dari jabatannya, namun keadaannya tetap tidak mengizinkan.

Rudy mengeluh nafas, tangannya yang sedang memeluk pada pinggang Clara perlahan-lahan mengerat, setelah itu dia mengecup ringan pada dahi Clara.

…. Mereka tertidur nyenyak hingga pagi hari, pada saat Clara membuka matanya, waktunya telah tepat jam delapan pagi.

Gorden jendela terbuka dengan lebar, cahaya matahari juga bersinar melewati jendela, kesannya sangat mencerahkan dan menghangatkan.

Clara terduduk di atas kasur sambil mengelus matanya, lalu melihat Rudy yang sedang duduk di sofa depan jendela sambil membaca buku dan minum teh.

“Sudah bangun ya ?”

Rudy meletakkan gelas di tangannya, lalu tersenyum lembut kepada Clara.

“Jarang-jarang bisa tidur nyenyak.”

Clara mengulur tangannya dan meregangkan pinggangnya.

Rudy sedikit memejamkan matanya, lalu bertanya dengan nada kecemasan :”Waktu dekat ini masih insomnia ya ?

Sudah rutin konsultasi di dokter psikolog ?”

“Masih mending.

Akan tetapi, saat kamu ada di sisiku, aku bisa tidur dengan sangat nyenyak.

Kondisi tubuhku cenderung dingin, tubuhmu sangat hangat dan enak dipeluk.”

Clara menjawab dengan manja dan tersipu.

Rudy tersenyum dan berdiri dari sofa, setelah itu dia berjalan menghampiri Clara dan mengelus pada kepalanya.

Clara tersenyum dan sambil memeluk pada leher Rudy, wajah kecilnya terus mengelus pada pipi Rudy.

“Sayang, selamat pagi.”

“Selamat pagi.”

Rudy mengecup ringan pada dahinya, lalu berkata :”Mandi dulu, nanti sarapan di bawah.”

“Oh.”

Clara mengikat rambutnya dengan sembarangan, lalu memakai sendal dan masuk ke kamar mandi.

Setelah itu, terdengar suara aliran air yang berasal dari kamar mandi.

Setelah keluar dari kamar mandi, Clara sambil mengeringkan rambutnya dan sambil berjalan ke ruang pakaian, setelah itu dia memilih sebuah gaun yang terkesan sopan.

Setelah berpakaian rapi, Rudy dan Clara turun ke lantai bawah secara bersamaan.

Di dalam ruang makan, nenek Sunarya sedang sarapan bersama Wilson.

“Selamat pagi nenek.”

Rudy dan Clara menyapa kepada nenek Sunarya.

“Di mana ayah dan ibu ?”

Setelah duduk di tempat, Clara bertanya dengan sopan.

“Bahron rapat di pasukan pada pagi barusan.

Ardian jarang sekali bisa istirahat, sehingga sedang menjemur di halaman setelah selesai sarapan.”

nenek Sunarya selesai berkata demikian, lalu melanjut lagi, “Setelah kamu naik jabatan, ayahmu juga sudah harus pensiun.

Sudah larangan besar kalau ayah dan anak sama-sama menduduki jabatan tinggi."

Rudy mengangguk setuju, lalu menerima sendok garpu yang diantar oleh pembantu.

Clara sama sekali tidak mengerti dengan politik, oleh sebab itu, dia tidak pernah berkomentar apapun.

Dia hanya fokus mengambilkan sayur untuk anaknya.

Setelah selesai makan, mereka keluar bersamaan dan berangkat ke rumah sakit.

Clara menemani Rudy mengganti obatnya di bagian traumatologi, dokter melepaskan perban di tubuh Rudy dengan berhati-hati, meskipun permukaan lukanya sudah menjadi kerak, namun panjang lukanya melampaui tiga inci, kelihatannya sangat menakutkan dan mengerikan.

Dalam seluruh proses mengganti obat, Rudy sama sekali tidak mengeluh.

Meskipun pada saat terluka dan darahnya telah menembus seluruh seragam tentara, Rudy juga tidak pernah mendesah maupun mengerut alis.

Malahan Clara yang telah keluar tiga kalinya untuk menghapus air mata.

Matanya kemerahan bagaikan seekor kelinci.

Setelah selesai mengganti obat, Rudy tetap saja harus lapor keadaannya di dalam pasukan.

Sementara Clara langsung naik lift dan pergi mencari Lena.

Hari ini Lena tidak perlu bertugas di ruang perawatan, sehingga setelah melakukan pemeriksaan terhadap keadaan pasien, dia hanya duduk di dalam ruangannya untuk sarapan.

Clara mengetuk pintu dan berjalan masuk, Lena terbengong sejenak setelah melihatnya, setelah itu langsung menampakkan senyuman lebar.

“Clara, kamu kenapa bisa datang.”

“Temani Rudy mengganti obatnya, sekalian datang menjenggukmu.”

Pada saat menjawab pertanyaan Lena, Clara sudah duduk di kursi hadapannya, tatapannya terletak pada bekal di atas meja kerja Lena.

“Sudah hampir jam sepuluh, kenapa baru sarapan pula ?”

“Bukan sarapan lagi, malahan sarapan tambahan.

Raymond barusan mengantar ke sini, ada sup sarang burung sama beberapa makanan ringan, rasanya lumayan enak, kamu coba saja.”

Lena tersenyum menjawabnya.

Clara juga tersenyum, lalu bercanda dengannya, “Aku barusan sudah sarapan, bekal kasih sayang dari Raymond, kamu makan saja sendiri.

Calon suami ini memang sangat bertanggung jawab.”

Lena tersenyum bahagia, lalu mengangkat bekal dan mulai menyantap sup sarang burung.

“Rudy bilang kamu sama Raymond sudah mau mengadakan acara pernikahan di bulan depan ya, aku kaget sekali.

Kenapa begitu tiba-tiba pula, hanya ada waktu satu bulan, sempat mempersiapkan semuanya ?”

“Tidak sempat juga tidak berdaya, kalau menunda lagi, perutku sudah tidak bisa disembunyikan lagi.

Aku tidak ingin memakai gaun pengantin dengan perut yang besar, pasti jelek sekali.”

“Kamu, sudah hamil ya ?”

Clara bertanya dengan kaget, lalu tatapannya beralih pada perut Lena yang rata, kakagetan langsung berubah menjadi kesenangan.

Pantas saja ada sarapan tambahan, bahkan sampai mengantar sarang burung, rupanya Raymond bukan hanya sekedar calon suami, malahan sudah menjadi calon ayah.

“Masih belum cukup dua bulan, pada saat acara di bulan depan, masa kehamilan sudah melewati waktu tiga bulan, sudah termasuk aman.”

Lena berkata dengan wajah yang merona merah, sepertinya sedang tersipu.

Lena juga tidak kepikiran bahwa dirinya akan hamil dengan secepat ini.

Malam pertama antara dirinya dan Raymond terjadi karena dirinya yang sengaja menggodanya.

Namun antara pria dan wanita, apabila telah melampaui batasan tersebut, pastinya akan ada kedua kalinya dan ke sekian kalinya.

Akan tetapi, dikarenakan Raymond lebih sering menginap di dalam pasukan, meskipun akan melekat dengan dirinya pada saat pulang ke rumah, namun juga hanya beberapa kalinya saja, mereka tidak pernah membahas masalah kontrasepsi, sehingga tidak lama kemudian, Lena juga hamil dengan begitu saja.

Pada saat mengetahui kehamilannya, hati Lena merasa sangat bimbang, takutnya Raymond tidak ingin menerima anak tersebut.

Apabila demikian, Lena akan mengalami keadaan kesusahan.

Lena hanya bisa memilih untuk menjadi seorang ibu dalam keluarga tunggal, atau memilih untuk aborsi anak kandungannya.

Pada saat dirinya sedang hamil, kebetulan Raymond sedang bertugas dan tidak dapat dihubungi.

Setiap harinya Lena menjadi sulit konsentrasi dalam bekerja, dia mengalami reaksi muak di pagi hari, dikarenakan progesteron yang terlalu rendah, dirinya bahkan pernah pendarahan sekali dan hampir saja keguguran.

Akhirnya dengan susah payahnya, Lena bertahan hingga Raymond kembali dari pasukan.

Berdasarkan keadaan biasanya, hal pertama yang dilakukan oleh Raymond setelah kembali dari pasukan, dia pastinya akan ke apartemen untuk mencari Lena.

Dia kembali dengan gaya buru-buru, matanya telah menampakkan jejak kelelahan, awalnya Lena bermaksud untuk membiarkan dirinya beristirahat terlebih dahulu sebelum memberitahukannya, namun alhasil, mereka masih belum sempat berbicara apapun, Raymond langsung menimpa tubuhnya ke atas kasur.

Novel Terkait

My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu