Suami Misterius - Bab 136 Tamparan Keras

“Imori sudah mengikutimu bertahun-tahun, kenapa dia tidak berkembang sedikitpun, kalau memang tidak bagus, ganti saja.” Tutur Elaine tidak terlalu memedulikan.

Yunita mengeratkan bibirnya, ekspresi wajahnya tampak dingin, dia menggenggam erat tangannya sampai kuku di ujung jarinya bisa dirasakan di telapak tangannya.

“Kakak, lelang amal minggu depan, apa kamu punya waktu untuk datang?” Tanya Elaine.

“Masih belum pasti, kenapa?” Jawab Yunita.

“Lelang amal ini bukannya digunakan oleh nyonya-nyonya dari keluarga terpandang untuk melihat-lihat nona cantik dan terpelajar dari berbagai keluarga terpandang, kamu kan sudah punya tuan muda Nalan Qi, kamu tidak perlu ikut meramaikannya lagi, lebih baik bagaimana kalau kamu memberikan undangan itu kepadaku.” Elaine menadahkan telapak tangannya.

Yunita memberikan undangan biru bermotif bunga yang diambilnya dari laci ke Elaine, lalu bertanya dengan bingung, “Kamu mau melakukan apa lagi?”

“Nanti kamu akan tahu sendiri.” Tutur Elaine misterius.

***

Lelang amal di kota A diadakan setahun sekali, acara ini tidak lebih buruk dibandingkan dengan acara penghargaan tahunan. Panitianya adalah dari nyonya-nyonya dari empat keluarga terbesar dan terpandang, dan pesertanya adalah nyonya-nyonya dari kalangan atas dan nona-nona kaya yang terkenal.

Tujuan asli dari lelang amal sepuluh tahunan awal memang benar-benar untuk sumbangan amal. Tapi tidak tahu mulai dari kapan tujuan itu berubah. Lelang amal menjadi kedok, lelang amal ini menjadi pesta perjodohan nyonya-nyonya kaya raya untuk melihat dan mencari calon menantu mereka.

Banyak sekali wanita terkenal yang menikah dan masuk ke keluarga terpandang lewat acara lelang amal ini, jadi banyak sekali yang menanti dan mengejar lelang amal setahun sekali ini, tiket masuknya saja sangat sulit didapatkan, bahkan harga masuk lelang amal ini di internet bisa sampai puluhan juta.

Ester baru saja pulang ke negara ini, jadi belum menerima undangan ini. Ketika Nenek Santoso khawatir mengenai ini, Elaine telah memberikan tiket masuknya ini.

Nenek Santoso sangat puas dengan kesadaran cucunya ini.

“ Nenek Santoso, kakak Elaine sangat baik. Kamu tidak tahu kan, tiket masuk lelang amal ini harganya sudah mencapai 140 juta di internet.” Ester mengambil tiket masuk berwarna biru bermotif bunga itu, dia sangat senang dan bersemangat.

“Dia cukup dewasa akhirnya. Jika belum punya tiket masuk ini, aku akan menyuruh pamanmmu membelikannya untuku.” Nenek Santoso menggenggam tangan cucunya itu, lalu berkata dengan nada suara cukup serius, “ Ester, kamu harus menggunakan baik-baik kesempatan ini untuk membuat para nyonya dan tuan muda menyukaimu.”

“Nenek, aku masih muda. Aku tidak ingin menikah terlalu cepat. Aku masih ingin lebih lama menemanimu.” Ester tersipu malu, merangkul lengan Nenek Santoso dengan manja.

Sedangkan Nenek Santoso menepuk-nepuk pundak Ester penuh kasih sayang, “Anak polos kamu ini, justru karena kamu masih muda kamu punya modalnya. Jika kamu menunda beberapa tahun lagi, yang tersisa kamu hanyalah seorang wanita saja. Jika bisa menyaksikan pernikahanmu yang indah, hati Nenek Santoso sudah merasa puas. Nanti kalau sudah di surga, aku jadi enak berhadapan dengan ibumu.”

Nenek Santoso telah memahami semua sepanjang hidupnya dan telah melihat dengan jelas semuanya. Sehari dia hidup, maka dia bisa melindungi Ester. Jika dia ada apa-apa, keluarga Santoso mana mungkin memberikan tempat untuk Ester.

Jadi, sebelum dia meninggal, dia harus mengaturkan cucunya acara terbesar sepanjang hidup ini.

"Nenek, semua bajuku itu pakaian yang biasa aku kenakan di luar negeri. Tidak cocok untuk digunakan di lelang amal. Aku ingin meminta kakak Yunita menemaniku memilih beberapa gaun.” Tutur Ester.

Dia tidak mungkin memilih pakaian dan perhiasan sendiri, dia harus membawa seseorang yang bisa membayarnya. Dalam hal ini, cucu dan nenek ini telah menyatakan keinginan mereka ini.

Nenek Santoso mengangguk setuju.

Ketika makan malam, Nenek Santoso tiba-tiba meminta Yunita untuk menemani Ester membeli baju.

Yunita menolak dengan alasan sibuk bekerja dan tidak bisa sama sekali menyenggangkan waktu. Dia sudah memberikan cuma-cuma tiket masuknya, bisa-bisanya sekarang menyuruhnya mengeluarkan uang untuk membeli baju. Cucu dan nenek ini benar-benar tidak tahu diri.

Yunita menolak dengan sopannya, tapi tetap saja Nenek Santoso masih tidak senang.

Rina pun tersenyum sambil berkata, “Ibu, Yunita sekarang kebetulan sangat populer. Jadwalnya sangat penuh. Bahkan menyenggangkan waktu untuk pergi ke lelang amal saja tidak bisa, jadi mana mungkin bisa menyenggangkan waktu untuk menemani Ester memilih baju. Menurutku, lebih baik meminta Elaine dan Clara saja yang menemani Ester. Mereka bertiga semuanya mau ikut lelang amal ini, setiap orang pulang dengan masing-masing memilih dua stel baju.”

Selesai bicara, dia menoleh ke Yanto, “Yanto, uang untuk membeli baju, kamu loh yang membayarnya.”

Semua saran yang diutarakan oleh Rina sangat bagus, Yanto mengangguk puas.

Meskipun Nenek Santoso tidak membantah, tapi ekspresi wajahnya tetap saja tidak menyenangkan.

Rina memang orang yang cerdas, ucapan sekali menghasilkan banyak keuntungan. Tidak hanya membantu Yunita lepas dari kerepotan ini, tapi juga membantu Elaine mendapatkan dua stel baju cuma-cuma.

Ester bukannya mau beli baju untuk menghadiri acara lelang amal kan? Karena ketiga wanita ini sama-sama menghadiri acara lelang amal, kalau begitu biarkan mereka masing-masing memilih baju, untuk menghindari pandangan yang sangat berbeda, dan menghindari Ester untung sendirian.

Clara dari tadi hanya duduk melihat keributan ini, tanpa berkata apapun dia sudah mendapatkan dua stel baju cuma-cuma. Mungkin ini yang dimaksud Rudy dengan melihat pertengkaran saja dan tinggal tunggu mendapat keuntungan.

Tapi, menemani Ester memilih baju juga merupakan hal yang memusingkan. Selera Ester biasanya sangat pemilih dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, memikirkan ini saja membuat Clara jadi pusing.

Tapi, paling tidak dia mendapatkan sesuatu jadi dia tetap mau saja pergi dengan senangnya.

Ester sangat memandang penting lelang amal ini, bahkan sampai baju di toko kelas atas tidak disukainya, dia pun langsung masuk ke sebuah butik yang khusus pesanan.

Elaine hari ini menunjukkan antusiasnya, dari tadi selalu sibuk membantu Ester memilih baju. Dan mengabaikan Clara.

Clara jalan-jalan di ruang pameran bajunya, baju pesanan khusus semuanya sangat cantik. Tentu saja, harganya juga cantik. Celana panjang biasa saja bisa dijual jutaan, harga gaun kira-kira 80-100 juta.

Kelihatanya Yanto kali ini akan menghabiskan banyak uang.

“ Clara, menurutmu bagaimana dengan gaun panjang ini? Elain bilang ini cocok denganku.” Clara yang sedang melamun, tiba-tiba dipanggil oleh Ester.

Di sisi lain, Ester mengenakan gaun merah yang terbuka bagian atas dadanya, dia sedang bercermin di ruang ganti.

Sejujurnya, gaun merah yang dikenakan oleh Ester memang cukup indah, dan payet kristal di gaun itu berkilau di bawah cahaya kristal. Hanya saja lelang amal bukanlah acara karpet merah. Gaun ini memang cantik sekali tapi sayangnya gaun ini terlalu mencolok.

Terlebih lagi, gaun panjang dengan bagian dada yang rendah, setengah dada Ester terekspos, tampak indah dan seksi, tapi nyonya-nyonya di lelang amal itu tidak akan suka.

Standar bagi nyonya-nyonya kaya raya itu dalam memilih menantu mereka bukanlah melihat siapa yang lebih cantik, tetapi dengan memilih latar belakang keluarganya dan martabat anggunnya. Ester sendiri tidak punya latar belakang yang bagaimana. Jika dia terlalu mencolok seperti ini, maka jelas akan sulit untuknya dipandang oleh nyonya-nyonya kaya itu.

Clara tidak bisa menebak alasan apa yang dimiliki Elaine untuk mendorong Ester memakai gaun ini. Lalu kemudian, dia melihat Elaine memasangkan selendang bulu putih ke pundak Ester.

“Menurutku, rancangan gaun ini terlalu monoton, jika dipadukan dengan selendang ini, jadi tambah lebih anggun dan bermartabat.” Tutur Elaine.

Sejujurnya,selera Elaine cukup lumayan bagus, selendang bulu putih sangat cocok dipadukan dengan gaun merah ini. Tubuh Ester pada dasarnya lumayan bagus, jadi ketika mengenakan ini langsung sangat menarik perhatian.

Hanya saja, Clara teringat kalau nyonya Sutedja dari keempat keluarga terpandang itu adalah anggota Asosiasi Perlindungan Hewan. Ester mengenakan selendang bulu di depan mata wanita tua itu. Bukankah ini sama saja menampar wajah orang itu, dan ini merupakan tamparan keras.

Novel Terkait

Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu