Suami Misterius - Bab 259 Waktu itu Keliru

“Aku tidak punya kebiasaan menghubungi seseorang yang sudah tidak ada lagi hubungannya denganku,” Rudy menjawab.

“Baguslah kalau begitu.” Clara mengangguk dengan puas. “Beberapa hari yang lalu, Rahma Mirah berlarian dan memanggilmu kakak ipar, Bagaimana nanti kalau ada yang keluar dan memanggilmu suami, ataupun datangkan seorang anak dan memanggilmu ayah, maka sampai saat itu aku menangis pun tidak ada gunanya lagi. "

Senyuman di wajah Rudy hilang, dia mengulurkan tangan dan menggosok kepalanya, "Kamu ini terlalu banyak berpikir, hati-hati nanti terkena gangguan delusi."

Clara menjulurkan lidah padanya, kemudian menggandeng tangannya dan terus berjalan lurus ke depan.

Rudy memiliki kaki yang panjang dan membahas topik yang tadi. "Hubungan antara pria dan wanita itu mudah memburuk. Lebih baik menjaga jarak. Jika memang sudah putus, keputusan yang terbaik adalah menjadi orang asing. Jadi..."

Dia sengaja memperlambat nadanya dan menatapnya dengan mata yang dalam. Setelah itu, dia harus memikirkan sendiri maksud dari perkataannya.

Untungnya, Clara tidak terlalu bodoh, dia langsung bisa menebak apa yang ingin dikatakan Rudy.

Jika memang sudah putus, keputusan yang terbaik adalah menjadi orang asing. Karena itu, dia dan Marco Ortega juga harus menjaga jarak.

Setelah berpikir, Clara meliriknya dengan tajam, pria ini sangat pencemburu.

Setelah itu, keduanya diam dan tidak melanjutkan topik pembicaraan yang tadi.

Mereka berjalan berdampingan sepanjang jalan, kaki Clara mulai merasakan kesakitan, langkah kaki sudah mulai melambat karena sepatu hak tinggi itu.

Saat melewati depan cafe 24 jam, Clara mengatakan dia tidak mau melangkah lebih jauh lagi. "Rudy, ayo kita masuk dan duduk sebentar."

Rudy mengangguk sambil tersenyum, meskipun dia tahu apa yang ada di pikirannya, tetapi dia memilih untuk diam.

Keduanya masuk ke kafe berurutan. Di malam hari, kafe terlihat sangat sepi. Mereka memilih duduk di tempat duduk yang dekat dengan jendela.

Rudy memesan segelas Blue Mountain, Clara tidak memesan apapun. Dia tidak terlalu tertarik dengan kopi, lagipula, dia datang untuk istirahat, bukan untuk minum kopi.

“Ternyata Clara benar-benar hanya ingin masuk dan duduk sebentar.” Rudy dengan sengaja menekan kata “duduk sebentar”.

Clara memelototinya, dia tahu bahwa dirinya akan ditertawakan.

"Aku tidak suka pahit, aku juga tidak begitu suka dengan kopi. Jika kamu menyukainya, ada sebuah kafe di Jalan Sarinah, Blue Mountainnya juga enak. Kak Luna sering mengajakku ke sana." Clara berkata dengan santai.

Mendengar Clara menyebut kafe di Jalan Sarinah, mata Rudy agak gelap, dan berkata dengan pelan, "Aku tahu."

"Apakah kamu sudah pernah ke sana?"

“Um.” Rudy mengangguk, “Sebulan yang lalu, kamu dan Kak Luna bertemu di kafe Jalan Sarinah, saat itu aku ada di sana.”

“Sebulan yang lalu?” Clara berusaha keras untuk mengingat kembali. Terakhir kali dia dan Kak Luna pergi ke kafe Jalan Sarinah adalah sebulan yang lalu. Pada saat itu, dia dan Rudy masih dalam perang dingin.

"Kamu juga ada di sana? Tetapi aku tidak melihatmu."

"Awalnya aku bermaksud untuk berdamai denganmu. Kemudian, saat di luar pintu, aku mendengar kamu dan Kak Luna berkata: Kamu hanya ingin menjebakku." Suara Rudy sangat tenang, tapi hatinya sangat tidak tenang, dia terus menatap mata Clara, dia melihat matanya yang jernih penuh dengan kekhawatiran.Selain merasa khawatir, dia juga merasa kesal.

“Setelah itu?” Dia bertanya.

Rudy tidak mengatakan apa-apa. Setelah itu, tidak ada apa-apa setelah itu.

Clara bisa menebaknya, dia pasti hanya mendengar sepatah kata itu lalu keluar dan pergi. Kalau tidak, mereka pasti sudah berdamai di kafe itu dan masalah tidak akan diperpenjang sampai begitu lama.

"Lalu, Kak Luna berkata: Kamu jangan berbicara kata-kata emosi! Dia bahkan bisa mendengarku berbicara kata-kata emosi, tetapi kamu tidak bisa mendengarnya!"

Wajah kecil Clara terlihat tegang, ekspresinya sangat marah.

Rudy tersenyum, senyumnya terlihat santai. "Mungkin saat itu aku keliru."

Dia bersedia memilih untuk percaya pada ketulusan hati Clara, tetapi kata-kata yang dia dengar di luar pintu saat itu seperti duri yang tertancap di hatinya, dia tidak berani menyentuhnya, karena dia takut sakit.

Mungkin, dalam suatu hubungan asmara, semakin kamu mencintai, semakin kamu peduli, kamu akan semakin takut, semakin tidak bisa menoleransi kekurangan dalam hubungan.

“Aku sudah marah, mau pulang,” Clara berkata dengan arogan.

Minuman yang Rudy pesan berasal dari kopi yang segar. Clara berdiri dan pergi, sebelum kopi itu disajikan,

Rudy dengan cepat mengambil uang kertas merah dari dompetnya dan meletakkannya di atas meja, lalu mengejarnya.

Kaki Clara sangat sakit, dia tidak bisa berjalan dengan cepat dan seketika Rudy dapat menyusulnya.

Rudy meraih pergelangan tangannya yang ramping dan menarik ke dadanya. "Apakah kamu lelah? Aku akan menggendongmu."

Clara masih tetap berwajah tidak senang, setelah ragu-ragu sejenak, dia memutuskan untuk memberi kesempatan padanya untuk menebus dosanya.

Kemudian, dia naik ke punggung Rudy, Rudy meletakkan satu lengan di belakang punggungnya dan tangan satunya lagi membawa sepatu hak tinggi putihnya dan berjalan lurus ke depan langkah demi langkah di sepanjang jalan yang panjang.

...

Di malam yang sunyi ini, keluarga Santoso juga tidak damai.

nenek Santoso bersama Ester baru saja kembali dari rumah Sutedja, raut wajahnya tidak begitu baik.

Saat mereka ingin pulang, nenek Santoso mengisyaratkan beberapa kali bahwa dia ingin Tuan muda Sutedja mengantar mereka pulang. Namun, nenek Sutedja tidak berbicara apapun, jadi Tuan muda Sutedja mengarahkan tangannya keluar pintu.

Pada akhirnya, nenek Sutedja hanya mengirimkan supir untuk mengantar mereka pulang.

Pikiran nenek Santoso hampir semuanya tertulis di wajahnya, dan nenek Sutedja tidak mungkin tidak bisa melihatnya dengan jelas. Dan penolakkan dari nenek Sutedja juga sangat jelas, nenek Santoso langsung mengerti secara spontan.

“Semua anggota keluarga Sutedja hanya memandang orang yang berada di atas mereka dan mereka benar-benar tidak pandai melihat batu giok bertatahkan emas yang ada di depan mata.” nenek Santoso kembali ke vila Santoso duduk di ruang tamu dan marah-marah. Seolah-olah nenek Sutedja telah berbuat dosa karena tidak menganggap cucunya.

Ester duduk di sampingnya dan menangis dengan sedih. "Nenek, aku hanya seorang gadis yatim tanpa ibu. Aku tidak akan berharap lagi untuk menikah dengan empat keluarga besar. Setelah dua tahun lagi, aku akan mencari seseorang yang akan menikahiku, kamu tidak perlu khawatirkan aku lagi."

“Gadis bodoh, kamu itu semuanya bagus, bermartabat, pendiam, dan berpengetahuan luas, bagaimana kamu bisa menikah secara sembarangan.” Setelah nenek Santoso selesai bicara, dia mengeluh hidup cucunya itu sangat menderita.

Rasanya sayang sekali jika kesempatan menjadi pasangan Tuan Muda Sutedja dilewatkan begitu saja.

nenek Santoso dan Ester sedang duduk di sofa di ruang tamu, dia menangis sambil menunduk, Rina dan Elaine berdua turun dari tangga dan melihat mereka.

Elaine tidak bisa menahan diri, dan langsung mengejek: "Nenek, sepupu Ester, kalian lagi bernyanyi lagu apalagi kali ini?"

Ketika nenek Santoso melihat Rina dan putrinya, wajahnya langsung membeku.

"Punya waktu ngurusin hidup orang lain, lebih baik ngurusin hidup diri sendiri. Sudah dua kali gagal bertunangan, reputasi juga sudah hancur, lihatlah, masih adakah pria yang bersedia menikahimu. Ester sangat menderita. Ibunya sudah meninggal dan ayahnya tidak bertanggungjawab. Tapi hatinya murni dan bersih. Cintanya jauh lebih baik daripada mereka yang secara sembarangan menemani pria di tempat tidur. "

“Kamu!” Elaine tidak bodoh, dia bisa mendengar bahwa nenek Santoso sedang menyindirnya.

Sudah tua tetapi masih hidup, mengapa dia tidak tahu bagaimana menjaga mulutnya saat berbicara.

Wajah Elaine terlihat marah, tetapi Rina menghentikannya.

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu