Suami Misterius - Bab 777 Depresi Ringan

Dan obat ini sudah habis setengahnya, cukup membuktikan kalau dia tidak menkonsumsinya sesekali.

“Sudah berapa lama kamu mengalami insomnia?” Rudy bertanya lagi.

“Sekitar setengah tahun.” Clara menjawab dengan jujur.

Selama setengah tahun, itu artinya setelah mereka kembali ke Kota Jing.

“Apakah selama setengah tahun ini kamu mengandalkan obat ini?” Rudy bertanya lagi, nadanya mulai terdengar serak.

Istri sendiri mengalami insomnia selama setengah tahun lamanya, dan harus mengandalkan obat tidur untuk mengatasinya, sementara dia sama sekali tidak mengetahuinya.

Kalau begitu, dia sungguh gagal menjadi seorang suami.

Clara menggeleng, bibirnya mengkerut, ada ekspresi malu diwajahnya.

“Bukan begitu. Ketika berada dilokasi syuting, insomniaku akan berkurang. Dan kalau kamu sedang berada disisiku, maka insomiaku tidak akan kambuh.”

Pantas saja dia tidak menyadari kondisi insomnianya.

Setelah dipikir-pikir, setiap kali mereka selesai berhubungan, dia akan langsung tertidur pulas, dan memang tidak terlihat seperti orang yang mengalami insomnia jangka panjang.

Rudy tiba-tiba mengulurkan tangan untuk merangkulnya, lengannya sangat bertenaga, seolah ingin merangkulnya sampai masuk ke dalam sumsum tulangnya.

“Clara, maaf.” Kalau bukan dia yang egois membawanya masuk pusaran keluarga Sunarya yang begitu dalam, maka dai tidak perlu begitu kesulitan dan merasa lelah.

“Besok kita pergi ke dokter.” Rudy berkata.

Clara tidak pernah suka ke dokter, dia hampir terbiasa menyembuhkan dirinya tanpa ke dokter.

“Hanya tidak bisa tidur saja, bukan penyakit yang parah, tidak perlu dibesar-besarkan.”

Wajah Rudy terlihat marah, nada bicara terdengar tidak bisa dibantah, “Mau besok pergi ke dokter, atau mulai besok aku akan pulang untuk menemanimu. Pilih salah satu.”

Jelas sekali, meminta Tuan muda Sunarya yang begitu sibuk menemani istri sepanjang hari bukanlah pilihan yang bijak, akhirnya Clara hanya bisamengangguk dan menyetujui untuk berobat ke psikiater.

Jarum panjang di jam dinding sudah menunjukkan jam 5.

Ja 5 subuh Rudy dan Clara kembali ke ranjang untuk istirahat.

Clara tidak begitu nyaman ke psikiater, ia lebih tidak nyaman lagi kalau sampai ditanya pertanyaan yang aneh-aneh oleh psikiater.

Pikirannya begitu kacau, setelah bolak balik beberapa kali tetap tidak bisa tidur.

Rudy seolah bisa merasakan wanita disampingnya yang tidak tenang, tiba-tiba ia mengulurkan tangan untuk merangkulnya, menariknya kedalam dekapannya.

“Apakah perlu melakukan sesuatu agar bisa tertidur?”

Perkataan Rudy terdengar jelas penuh modus, nafasnya yang panas berhembus di lehernya yang sensitive, membuatnya semakin terasa pebuh hasrat.

Pipi Clara merona, tangannya memegang dadanya yang kokoh dan panas.

“Aku pasti tidak bisa tidur lagi. Cium saja.”

Setelah dia mengatakannya, ia langsong menyodorkan bibirnya dan mengecup bibirnya yang tipis.

Ciuman berganti cumbuan, seolah tidak pernah menemukan titik kepuasan.

Perasaan ini membuat mereka semakin haus akan rasa yang membuat sekujur tubuh mereka mulai memanas.

Setelah ciuman berakhir, Clara membalikkan tubuhnya dengan nafas yang berat dan kacau, pikirannya seketika terasa bebas.

Dia memejamkan mata, nafasnya perlahan menjadi teratur.

Rudy menundukkan kepala dan menyadari kalau wanitanya sudah tertidur dalam pelukannya.

Senyum tipis mengembang di bibir Rudy, lalu ia mengecup pelan bibirnya.

Clara tertidur dengan begitu pulas, namun Rudy malah tidak bisa tidur.

Dia menatap langit yang perlahan mulai berwarna keputihan di luar jendela kamar, tenggelam dalam pikirannya.

Begitu Clara tertidur, baru terbangun keesokan siangnya.

Rudy tidak tega membangunkannya, sehigga dia merubah janji pagi menjadi sore.

Clara membuka mata dan yang pertama muncul dihadapannya adalah Rudy.

Dia mengenakan kaus santai dan celana panjang hitam, kedua kakinya yang jenjang terlihat begitu sempurna.

Clara mengulurkan tangan mengusap matanya yang terasa perih karena baru bangun, merenggangkan kedua lengannya juga pinggangnya.

Kemudian kedua tangannya merangkul lehernya dengan manja.

“Bangunlah untuk makan, aku sudah mengubah janji dengan dokternya menjadi jam dua siang.” Rudy berkata.

Clara mengkerutkan bibirnya dan berusaha menghindar untuk yang terakhir kalinya.

“Suamiku, kalau tidak pergi boleh tidak? Rasanya canggung kalau harus ke psikiater, aku terlihat seperti orang yang memiliki gangguan kejiwaan.”

“Ngaco lagi. Orang jaman sekarang banyak mengalami masalah pada kesehatan mentalnya, berobat ke psikiater itu adalah hal yang sangat wajar.”

Rudy langsung menggendongnya dari atas ranjang, lalu mengecup bibirnya dengan mesra.

Clara mengerutkan bibirnya menunjukkan kalau dia tidak senang.

Lalu perlahan berjalan ke dalam kamar mandi untuk mandi.

Setelah dia keluar dari rumah sakit, Rudy menemaninya turun untuk makan bersama.

Sarapan ditambah makan siang, makanannya kali ini cukup banyak varian.

Clara meminum sup ikan yang begitu segar dengan begitu senang.

Rudy duduk diseberangnya, dia tidak banyak makan, jauh lebih banyak bertugas untuk mengambilkan makanan untuknya.

“Bakso angsio enak.” Clara mengambil sebuah bakso angsio dan menyodorkannya kedepan mulut Rudy.

Rudy tersenyum tipis dan membuka mulutnya untuk menggigit satu gigitan.

Setelah makan siang, mereka langsung berangkat.

Nyonya besar Sunarya mengira mereka berdua pergi refreshing sehingga tidak bertanya.

Rudy yang mengendarai mobil, lalu pergi ke sebuah klinik psikiater pribadi.

Meskipun ini merupakan rumah sakit pribadi, namun fasilitasnya sangat lengkap, mereka sangat professional dalam membimbing dan mengobati pasien yang mengalami penyakit kejiwaan.

Clara merupakan seorang public figure, datang ke rumah sakit pribadi seperti ini jauh lebih aman.

Dunia hiburan suka membesar-besarkan semua berita yang mereka dapatkan.

Dia mendatangi psikiater hanya karena masalah insomnia saja, kalau sampai diketahui oleh wartawan dan mengarang bebas dalam artikel mereka, maka kemungkin dia akan berakhir dengan berita memiliki gangguan kejiwaan.

Rudy menggandeng Clara dan berjalan masuk ke dalam sebuah ruang prakter dokter.

Dokter mengenakan jubbah putih yang bersih, merupakan seorang wanita berusiah 40 tahunan, terlihat begitu mudauh akrab dengan orang.

Dokter wanita ini sama sekali tidak menunjukkan sikap terkejut ataupun aneh ketika melihat Clara yang berprofesi sebagai artis ini, dia tersenyum sambil mempersilahkannya duduk, setelah mengobrol dengan singkat, dia mengambil sebuah questione untuk diisi oleh Clara.

Ketika Clara mengisi questioner itu, Rudy terus menemaninya disamping.

Dia mengisi dengan cepat.

Dokter menerima questioner, namun tidak langsung mengeceknya, melainkan melihat sebuah list dan menyuruh mereka melakukan pemeriksaan komputer.

Setelah mereka kembali dari pemeriksaan komputer, dokter sudah mendapat kesimpulan dari hasil jawaban questioner.

Dan hasil pemeriksaan awal mendiagnosa kalau Clara mengalami depresi ringan.

Dan gejala yang mengganggunya sekarang hanya jam tidur yang kacau, mudah berpikiran yang tidak-tidak.

Kalau dilihat dari gejala yang muncul, penyebabnya adalah tekanan yang terlalu berat, dan disaat bersamaan juga kekurangan kasih sayang juga perhatian keluarga.

Ketika dokter mengatakan kalau dirinya mengalami depresi, dia merasa seperti mendengar sebuah lelucon yang lucu.

Dia orang yang begitu ceria bagaimana mungkin mengalami depresi.

Dan dokter menjelaskan pada Rudy dengan sangat sabar : “Kondisi istri anda sama sekali tidak parah, dan ini baru gejala awal depresi. Kondisi seperti ini, biasanya tidak perlu pengobatan menggunakan obat-obatan, kalau dia bisa mengaturnya sendiri maka itu akan sembuh dengan sendirinya.”

Keduanya berjalan keluar dari ruang praktek, Clara memasukkan buku berobat ke dalam tas tangannya dan berkata dengan acuh : “Aku sudah bilang tidak apa-apa bukan, kamu selalu melebih-lebihkan.”

“Kondisimu sekarang masih ringan. Kalau perkembangannya baik maka akan bisa sembuh. Namun kita tetap tidak boleh lengah.”

Rudy menarik tangannya, lalu berpesan dengan serius :”Minta Luna untuk mengatur jadwal kerjamu, jangan sampai terlalu lelah, namun tetap harus ada kegiatan yang harus dikerjakan.”

Ketika Rudy mengatakan ini semua, dia mengulurkan tangannya dan memegang kepalanya dengan mesra, “Kepalamu ini asalkan tidak berpikir sembarangan maka akan bisa tidur dengan nyenyak.”

Sebenarnya dia ingin menemaninya selalu, namun dia punya tanggung jawab yang diemban.

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu