Suami Misterius - Bab 961 Memperlakukan Semua Anak Kecil Bagaikan Anak Sendiri

“Aku tidak mau tahu yang ini."

Nada rendah Rudy mengandung jejak amarah “Cepat selidiki semua latar belakang Su Dalika, orang ini tidak bodoh seperti yang kalian bayangkan.”

Raymond menjawabnya dengan nada murung, lalu memutuskan sambungan teleponnya.

Rudy menarik pintu mobil, ketika baru saja duduk di kursi pengemudi, ponselnya berdering lagi, pemberitahuan di layar adalah nomor telepon apartemen.

Rudy mengangkat teleponnya, di sisi telepon terdengar suara Sus Rani yang terkesan panik :”Tuan, Clara barusan terpeleset…”

“Kenapa bisa terpeleset ? Parah ? Aku pulang sekarang !”

Rudy tidak menanti pembicaraan Sus Rani, kakinya menginjak gas dan langsung berkendara pulang.

Mobil Land Rover berwarna hitam menerobos beberapa lampu merah dan akhirnya tiba di rumah.

Setelah melewati pintu, dia langsung naik ke lantai atas.

Di dalam kamar tidur, Clara berbaring di atas kasur, punggungnya sedang bersandar pada kasur, tangannya masih memegang semangkuk sup dan sedang memakannya.

Clara mengangkat kepala dan melihat kedatangan Rudy, matanya yang cantik membawa tatapan kaget.

“Kamu kenapa bisa pulang ?”

Rudy pulang dengan buru-buru dan langsung duduk di atas kasur sambil menarik tangan Clara.

Tubuhnya masih membawa udara kesejukan dari luar, namun telapak tangannya sangat hangat.

“Parah jatuhnya ? Ada merasa tidak enak badan, sudah panggil dokter ?”

“Aku tidak apa-apa, hanya terpeleset saat mandi saja. Sus Rani yang terlalu menghebohkan, kenapa masih memanggilmu pula.”

Clara menggeleng kepala, sudut bibirnya menarik sebuah senyuman tipis.

Dia tidak sengaja menumpahkan sabun mandinya di atas keramik, sehingga dirinya terpeleset di lantai yang menjadi licin.

Namun untung saja gerakan Clara sangat lincah, tangannya menangkap cepat pada pinggiran bak mandi, lalu perlahan-lahan duduk di lantai, oleh sebab itu dia juga tidak terluka.

Sus Rani yang mendengar suaranya buru-buru menghampiri, setelah menyadari Clara yang terduduk di atas keramik lantai, Sus Rani langsung menjadi panik dan buru-buru menghubungi Rudy.

Meskipun Clara mengatakan dirinya tidak bermasalah, namun dikarenakan mempertimbangkan keamanan, Rudy tetap saja menghubungi Lena.

Kebetulan hari ini Lena tidak ada jadwal di rumah sakit, sehingga sengaja datang ke rumah Clara.

Dia mengambil alat stetoskop untuk mendengar pergerakan anak di dalam kandungan, setelah itu melakukan pemeriksaan yang sederhana terhadap Clara.

“Ibu dan anak sehat semua. Suamimu bereaksi seperti bertemu dengan musuh besar, aku masih mengira kalau kalian terjadi masalah parah, aku membawa mobil dengan kecepatan seperti terbang, lalu menerobos satu lampu merah lagi. Nota dendanya nanti aku kirim ke kamu, biar suamimu yang mengurusnya.”

Lena sambil menyimpan alat stetoskop ke dalam tempat penyimpanan khusus, lalu sambil bercanda pada Clara.

“Terpeleset pada saat mandi, Rudy tidak bisa tenang, makanya harus merepotkan kamu yang sengaja kemari”

Clara duduk di atas kasur, dia mengulur tangannya untuk membuka laci di samping kasur, lalu mengeluarkan sebuah kotak hiasan berwarna hitam dari laci tersebut.

“Dua hari yang lalu aku berkeliling di toko permata, saat mau memilih emas untuk anakku, juga sekalian memilih satu untuk anak perempuanmu, padahal bermaksud mau mengantar ke kamu pada saat ada waktu, kebetulan kamu sudah datang juga, sekalian bawa pulang saja, daripada aku harus pergi lagi.”

“Nyonya Sunarya benar-benar sungkan sekali, terima kasih.”

Lena sama sekali tidak segan terhadap Clara, dia mengambil kotak hiasan dan langsung menyelip ke dalam tasnya.

Meskipun kejadian terpeleset pada kali ini tidak berbahaya, namun Rudy tetap saja merasa sangat khawatir.

Dia terus mengingatkan kepada Sus Rani agar dirinya lebih memperhatikan Clara lagi pada waktu biasanya, bahkan tidak mengizinkan Clara mandi sendirian lagi.

Clara terus menguap setelah mendengar kecerewetan Rudy.

“Sayang, kamu sekarang cerewet sekali, seperti seorang bapak tua.”

Lengan Clara yang lembut melilit pada leher Rudy, lalu tertawa gembira dan berkata.

Rudy mengulur tangan untuk mencubit pipinya, matanya penuh dengan tatapan memanjakan.

“Merasa aku sudah tua ya ?”

“Bukan merasa kamu tua, tetapi merasa kamu cerewet.”

Clara mencibir bibir dan menjawabnya.

Semua kata-kata Rudy pada saat ini pasti membawa anak perempuannya, hal ini membuat Clara merasa dirinya sudah hampir kehilangan kasih sayang.

“Rudy, sebenarnya kamu perhatian denganku atau perhatian dengan anak perempuanmu ?”

“Perhatian dengan kalian.”

Rudy memegang tangannya, lalu menempelkan telapak tangan Clara pada satu sisi wajahnya.

“Lebih perhatian dengan dia atau lebih perhatian padaku ?”

Clara bermaksud menggali sepenuhnya.

Rudy yang tidak berdaya hanya tersenyum keceplosan, lalu menjawab :”Tidak tahu malu sekali, bahkan merebut kasih sayang dengan anak sendiri. Ini bukan masalah lebih perhatian dengan siapa, bukan masalah siapa duluan. Aku mencintaimu, makanya juga akan mencintai anak kita. Kalau tidak, jangan-jangan kamu merasa aku bisa terima anak dari siapa saja ya ?”

Clara mengedipkan sepasang matanya yang cantik, jelas sekali kalau dirinya sangat puas dengan jawaban Rudy.

“Pintar merayu juga, anggap saja lolos.”

Clara menghampiri dan mengecup ringan pada bibir tipisnya.

“Semakin susah dilayani.”

Rudy mengelus ringan pada ujung hidungnya, senyuman wajahnya sedikit tidak berdaya.

“Kamu bilang siapa yang susah dilayani, aku atau dia ?”

Clara menarik tangan Rudy, lalu menempel pada perutnya yang buncit.

Saat ini gadis kecil di dalam perutnya telah sadar, dia bermain dengan gembira di dalam perut, kedua kaki dan tangannya terus menendang pada kulit perut ibunya.

Telapak tangan Rudy mengelus pada bagian yang buncit, lalu merasakan nyawa hidup yang dibatasi oleh satu lapisan kulit perut.

Sebuah nyawa yang hidup, selalu membawa rasa keindahan dan harapan kepada orang tuanya.

Namun Clara malah terus menguap, saat ini jadwal biologisnya sangat tepat waktu, pastinya sudah akan mengantuk ketika siang hari.

“Tidurlah, sayang.”

Rudy membungkuk badan dan mengecup ringan pada keningnya.

“Iya.”

Clara menjawab dengan nada sabar, namun sepertinya tiba-tiba kepikiran sesuatu, sehingga langsung bertanya :”Kasus penculikan sudah terselesaikan ?Yaya tidak apa-apa kan ?”

“Iya, tidak apa-apa.”

Wajah tampan Rudy tidak bereaksi apapun, namun tangannya telah mengepal dengan erat.

Rudy terus menemani di sisi Clara, dia terus memperhatikan perutnya yang buncit dengan tatapan datar, ketika Clara telah tertidur nyenyak, dia baru meninggalkannya.

Rudy menutup pintu dengan gerak ringan, setelah itu dia turun ke lantai bawah dan berdiri di depan jendela yang besar.

Waktu dekat ini tidak terlalu sering turun salju lagi, cuacanya kering namun sangat dingin, batang tumbuhan di halaman seolah-olah membawa kesan kesejukan.

Dengan cuaca yang begitu dingin, sepertinya nyawa juga terkesan lemah.

Yaya adalah seorang anak yang masih kecil, keadaannya sangat mengkhawatirkan.

Rudy mengerut alis dan mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Raymond, “Coba keluarkan Su Dalika dari kantor polisi, aku mau bertemu dengannya.”

Istilah ‘bertemu’ yang dikatakan oleh Rudy adalah bermaksud untuk menginterogasi sendiri.

“Bos, kamu tidak bercanda kan. Kalau kamu berinteraksi dengan Su Dalika, kejadian ini akan ketahuan, seandainya Ahmed mengetahui bahwa kita yang mengendalikan kasus penculikan ini, bukannya semuanya akan menjadi sia-sia. Bos, dalam waktu seperti ini kamu tidak boleh berhati nurani lagi, anak itu tidak berhubungan dengan kita, kalau meninggal dunia juga hanya bisa salahkan nasibnya yang tidak baik, salahkan dirinya yang menjadi anak Ahmed.”

“Memperlakukan semua anak kecil bagaikan anak sendiri. Raymond, kamu juga memiliki anak perempuan, bicara harus memperhatikan batas.”

Rudy berkata lagi dengan nada rendah :”Atur saja sesuai perintahku.

Bagian ini biar Aldio yang mengurus. Kamu mengawasi bagian pasukan, aku tidak mau terjadi masalah lain di waktu seperti ini.”

Mungkin saja perbedaan yang paling besar antara Ahmed dan Rudy yaitu, Rudy memiliki hati nurani.

…. Sementara pada saat yang sama.

Ahmed dan Talia terus mencari keberadaan Yaya.

Setelah tertangkap, Su Dalika sangat bekerja sama dan mengungkapkan semua rincian kasus penculikan tersebut.

Novel Terkait

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu