Suami Misterius - Bab 558 Sadar Diri Dan Disiplin

Rahma menangis karena menahan emosi, ia lalu memeluk anaknya dan keluar.

Rahma menggandeng anaknya, di perjalanan menuju TK, ia berjalan sambil menangis.

“Ibu, jangan menangis, Bobo tidak jadi ikut kemah musim panas.” Bobo memeluk paha Rahma dan berkata dengan sedih.

Rahma berjongkok di depannya, dan memeluk anak itu erat-erat, ia berkata dengan matanya yang merah, “Ibu dan Bobo sudah membuat janji. Bagaimana bisa mengingkarinya? Ibu sudah mengisi formulirnya, ketika nanti sudah sampai di sekolah, berikan formulir itu kepada gurumu, mengerti.”

“Hmm.” Bobo menganggukkan kepalanya dengan kuat.

Di depan gerbang TK, Rahma mengantarkan Bobo kepada gurunya, “Bobo harus patuh pada guru, ibu akan menjemputmu lagi setelah pulang kerja.”

“Baik bu, sampai jumpa ibu.” Bobo menggendong tas sekolahnya dan melambaikan tangan ke Rahma.

………. Di saat bersamaan, di Apartemen Jl.Gatot Subroto.

Setelah mabuk semalam, Rudy merasa tidak enak badan ketika bangun tidur. Ia duduk di tempat tidur dan menekan dahinya dengan satu tangan. ia merasa agak sakit kepala.

Dia sudah lama tidak mabuk. Untungnya, janji pagi ini telah dibatalkan, sehingga ia bisa beristirahat dengan baik.

“Sudah bangun?” Clara mendorong pintu dan masuk.

“Hmm.” Rudy mengangkat wajah dan menatapnya sambil tersenyum hangat.

“Apa kepalamu sakit?” Tanya Clara lagi.

“Sedikit.” Rudy menjawab dengan jujur, jarinya yang panjang masih memijat kepalanya yang sakit.

Clara menuangkan setengah gelas air hangat, dan kemudian menyerahkan sekotak obat padanya, “Obat pereda mabuk, setelah makan ini kamu akan merasa lebih baik.”

“Begitu perhatiannya?” Rudy tersenyum tipis dan membuka kotak obat.

Clara duduk di samping tempat tidur dan menjawab dengan datar, “Mantan tunanganmu yang berpesan padaku untuk menyiapkannya.” Gerakan Rudy yang sedang minum berhenti sejenak, matanya menatap Clara dan tersenyum, ia bertanya dengan lembut, “Cemburu?”

“Tidak.” Clara melontarkan sepatah kata, tetapi bibirnya yang merah sedikit mengkerut, “Apa maksud mantan tunanganmu itu, ingin pamer? Atau ia masih belum menyerah untuk mendapatkanmu?”

Rudy tersenyum, ia merentangkan lengannya dan merangkul pinggang Clara yang ramping, lalu dengan lembut menariknya kedalam pelukannya, kemudian menjatuhkannya ke tempat tidur.

“Kalau begitu, kamu jagalah aku dengan baik, jangan sampai orang lain mendapatkan kesempatan.”

Clara mengangkat dagunya sedikit, dan melingkarkan lengannya di leher Rudy. “Tuan Sutedja, selingkuh itu tidak bisa dijaga, itu tergantung pada kesadaranmu sendiri. Harus dengan sadar diri dan disiplin, mengerti?”

“Kalau aku sangat disiplin, apakah akan mendapatkan hadiah? Istriku yang agung.”

“kuhadiahkan sebuah ciuman.” Clara mengedipkan sepasang mata hitamnya yang seperti anggur, kemudian menyodorkan bibir merahnya, dan dengan ringan mengecup bibir Rudy yang tipis.

Dia hanya bermaksud memberikannya kecupan ringan, baru saja ia ingin beranjak, tetapi telapak tangan Rudy menahan kepalanya, dan menciumnya semakin dalam.

Pagi-pagi begini, Clara sudah hampir dibuat lemas oleh ciumannya. Setelah ciuman panas itu, Clara merasa bahwa bibirnya dibuat sedikit sakit oleh ciumannya.

Pipi Clara memerah dan berkata dengan sedikit mengeluh, “Rudy, tidak bisakah kamu sedikit mengendalikan diri, hari ini aku masih harus keluar.”

“Ada pemotretan?” Jari panjang Rudy dengan lembut menyentuh bibir Clara yang berwarna merah merona,ia tampak sangat puas dengan hasil karyanya.

“Bukan. Tetapi aku ingin pulang kerumah Santoso. Yanto telah di jebloskan ke dalam penjara, sebagian besar propertinya merupakan warisan dari kakekku. Berdasarkan hukum, seorang ahli waris yang telah membunuh pemberi waris tidak berhak atas warisannya. Karena itu, semua properti itu akan kembali kepadaku sesuai undang-undang, termasuk vila yang ditinggali keluarga Santoso saat ini. Tadi pagi, pengacara menelponku. Prosedur pengalihan kepemilikan sudah selesai. Aku akan bersiap-siap untuk mengambil alih rumah itu hari ini.”

“Apakah orang di rumah Santoso akan mengembalikan Villa itu padamu dengan patuh?” Rudy mengangkat alisnya.

Clara mengangkat bahunya, dan ekspresinya menunjukkan dengan sangat jelas: tentu saja tidak.

“Apa aku harus menyuruh Raymond untuk mengutus beberapa pengawal?” Rudy berkata lagi.

“Tidak perlu membuat masalah terlihat besar. Untuk mengatasi keluarga Santoso yang tua, lemah dan sakit, aku saja sudah lebih dari cukup.”

Clara melompat turun dari tempat tidur dan berjalan ke ruang ganti di sebelah, ia mengambil satu set kemeja dan jas yang sudah disetrika.

“Johan menelepon, aku menggantikanmu untuk mengangkatnya, ia mengingatkanmu bahwa pukul 1 siang nanti akan ada rapat konferensi video.”

Setelah Clara selesai bicara, ia sambil menggoyangkan jas yang ada di tangannya, “Apakah Presdir Sutedja akan mengenakan jas ini untuk rapat?”

“Selera Nyonya Sutedja memang tak diragukan.” Rudy tersenyum dengan hangat, ia kemudian dengan malas duduk di samping tempat tidur dan mengangkat tangannya.

Sangat jelas terlihat kalau ia ingin Clara membantunya mengganti pakaian.

“Tidak punya tangan? Atau masih anak kecil?” Clara sedikit mengkerutkan alisnya yang rapi.

Melayani Wilson makan dan berganti pakaian masih bisa dibiarkan, sekarang masih harus mengurus ayah Wilson, tentu saja terasa sedikit tidak bisa diterima.

“Kepalaku pusing.” Rudy memegang dahinya dengan satu tangannya, ia mengerutkan kening, dan membuat ekspresi sedang kesakitan.

Pria dewasa ini juga bisa berakting seperti anak-anak! Membuat Clara tidak tahu harus menangis atau tertawa.

Clara meletakkan pakaiannya di samping, kemudian sedikit berlutut di sebelah Rudy dan mulai membantu melepaskan pakaiannya.

Rudy menyipitkan matanya sambil memperhatikan wanita di depannya yang sedang dengan serius membuka kancing bajunya, kulitnya yang putih dan jernih, bulu matanya yang panjang dan lentik berkedip seolah sedang menggelitik hatinya.

Tatapan Rudy semakin lama semakin panas, ia menelan ludah, dan tanpa sadar memegang telapak tangannya lalu dengan hangat memegang dagu Clara.

“Ada apa?” Clara menatapnya dengan polos, tatapan matanya jernih seperti air.

Ia baru saja selesai mandi, rambutnya masih sedikit basah, dan masih ada uap air dihelai rambutnya.

Ada aroma sabun mandi yang samar-samar tercium dari tubuhnya, tanpa sadar menggoda hati orang.

“Tidak apa-apa, hanya tiba-tiba ingin menciummu.” Setelah Rudy mengatakannya, ia mencium bibir Clara yang merah lagi.

Ciuman itu seperti api di padang rumput yang terbakar dengan cepat.

Clara terperangkap di antara ranjang yang empuk dan dadanya yang hangat, napasnya penuh dengan napas maskulinnya yang kuat, bercampur dengan sedikit aroma alkohol, membuat orang mabuk kepayang.

Clara meletakkan tangannya di dadanya, dan di bawah telapak tangannya terasa detak jantung pria yang berdetak dengan kuat.

Pikirannya kosong sesaat, dan hanya indra perasa di tubuhnya yang menjadi jernih.

Di pagi yang tenang, cinta yang paling sederhana pada pria dan wanita adalah proses hubungan yang intim.

Rudy benar-benar hilang kendali.

Ketika selesai, Clara jatuh di dadanya dan mendekapnya dengan nafas yang terengah-engah.

Didalam hati berpikir : pagi hari tidak akan sempat untuk pergi, nanti sore baru dibicarakan lagi.

Clara sangat lelah, ia merasakan kelopak matanya terasa berat, ia bersandar di dada Rudy, kemudian tertidur dengan cepat.

Ketika ia bangun, sudah siang.

Kamar sudah kosong, terlihat jelas kalau Rudy sudah berangkat ke kantor.

Clara duduk di tempat tidur, dan seperti biasanya ia merenggangkan pinggangnya, kemudian, ia mengenakan pakaian dan turun dari tempat tidur.

Di ruang makan lantai bawah, Sus Rani telah menyajikan makan siang di atas meja. Ketika dia melihat Clara turun, dia tersenyum dan berkata, “Baru saja aku mau ke atas untuk membangunkanmu. Ketika Tuan pergi, ia sengaja berpesan padaku untuk membangunkanmu makan siang.”

“Makanan enak apa yang Sus Rani buat?” Clara bertanya sambil terkekeh.

Berkat seseorang, ia jadi tidak sarapan, dan sekarang perutnya sudah kosong dan keroncongan.

“Memasak ketan hitam, telur goreng udang, dan aku membuat sup bebek yang kamu sukai.” Sus Rani menjawab, ia lalu membuka penanak nasi dan menyerahkan semangkuk nasi hangat kepada Clara.

Setelah Clara menghabiskan makanannya, ia bersiap-siap sebentar, lalu membawa mobil dan pergi.

Awalnya, ketika pagi hari langit masih cerah, namun siang hari, tiba-tiba hujan gerimis, untungnya hujannya tidak deras.

Maserati merah perlahan berhenti di depan gerbang Villa Keluarga Santoso.

Novel Terkait

Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu