Suami Misterius - Bab 251 Melemah

“Kamu sedang menggerutu apa, sana ambil anggurnya.” Fandy menendang kakinya yang ada dibawah meja.

Aldio hanya bisa menunduk sambil berjalan kearah rak untuk mengambil anggur, sekalian mengambil sebotol Romani Conti.

“Wah, tahun minuman ini bagus, tahun 1978, hari ini kita buka ini ya, Presdir Sutedja tidak akan merasa sakit hati kan.”

Harga pasar alcohol ini bisa mencapai 40 juta. Ini bukan alcohol, tapi emas.

Namun alis Rudy sama sekali tidak dikerutkan, ia langsung menyuruh pelayan untuk membuka alcohol ini. “Setelah dibiarkan setengah jam baru sajikan.”

“Baik Presdir Sutedja.” Pelayan membawa alat decanter dan diletakkan disamping, dan disamping alat decanter diletakkan jam pasir.

Rudy merangkul Clara duduk disamping alat decanter, tepat disamping Clara ada Nyonya Tubagus.

***(decanter : alat untuk membuat area permukaan minuman mendapat oksigen)***

“Rudy, kamu datang telat, harus minum 3 gelas.” Raymond mengangkat gelasnya tanpa sungkan, lalu menuangkan anggur ke gelas Rudy.

Rudy mengangkat gelas tinggi lalu mulai meminum anggur sambil mengobrol dengan santai.

Disisi wanita, Nyonya Tubagus dan Clara mengobrol dengan cukup baik, Nyonya Tubagus adalah seorang guru SMp, obrolannya lebih sehat, kebanyakan topiknya mengenai murid-murid nakal yang cukup barbar di sekolah. Di rumah Clara juga punya seorang bocah, kebetulan bisa mengobrol masalah anak dengan Nyonya Tubagus.

“Anak-anak sekarang sangat cerdas namun kurang terdidik. Seperti yang dirumahku, baru 7 tahun, baru masuk kelas 1 SD, ketika belajar malah keluyuran, aku tegur satu kata, dia membalas 3 kalimat. Selain ayahnya, dia sama sekali tidak takut pada siapapun.”

“Wilson sih tidak membalas.” Clara menjawab.

“Itu belum sampai di usia yang bisa membalas.” Nyonya Tubagus berkata, lalu lanjut berpesan, “Dalam mendidik anak, kamu dan Rduy harus ada salah satu yang menjadi orang baik dan yang satunya lagi menjadi orang jahat. Anak jaman sekarang disayang bagaikan nenek moyang yang semua harus di turuti, namun tetap harus ada orang yang ditakutinya dirumah, kalau tidak kelak akan sulit untuk mengontrolnya.”

“Wilson cukup takut pada Rudy.” Clara menjawab.

Nyonya Tubagus melihat pria yang berada disamping Clara. Dirinya sekarang sedang asik mengobrol dengan Raymond, sesekali menoleh sambil melihat kearah Clara. Wajah tampannya yang biasa dingin sekarang terlihat jauh lebih hangat ketika menoleh kearah Clara.

“Dulu Rudy merupakan orang yang mengontrol puluhan ribu orang ketika berada dalam pelatihan militer, sekarang mengontrol puluhan ribu karyawan di perusahaan, mengendalikan seorang bocah dirumamh pasti bukan masalah baginya. Tapi, Wilson takut pada ayahnya, ayahnya yang ditakuti Wilson ini pasti takut padamu yak an.”

“Kak Liana bercanda saja, aku tidak akan bisa mengalahkannya.” Clara menjawab sambil tertawa.

“Dia takut padamu atau tidak sama sekali tidak ada hubungannya dengan kalah atau tidak, bagi pria cinta adalah takut, takut baru cinta.”

Clara dibuat malu sampai wajahnya meerah, telinganya juga ikut panas.

Nyonya Tubagus melihatnya malu, tidak menggodanya lagi. “Dalam sini sangat membosankan, yang diobrolkan oleh para pria juga hanya seputar politik, militer, bisnis, sungguh membuat pusing, ayo kita duduk ditaman, meskipun sekarang belum ada anggur yang matang, namun dibawah pohon anggur bisa menemukan solanum liar, sangat enak.

Clara juga sudah tidak betah duduk sehingga mengangguk dan setuju.

Kedua wanita bergandengan tangan dan berjalan keluar, Aldio menjulurkan lehernya melihat mereka berjalan menjauh, lalu menggunakan sikutnya menyikut Raymond, bertanya : “Kakak tertua dan Clara kenapa?”

Kemarin mereka berdua masih seperti musuh akan saling membunuh, hari ini malah menjadi begitu mesra, seperti orang yang berbeda saja.

“Kamu buta ya, jelas-jelas perubahan situasi.” Raymond memutar bola matanya lalu lanjut berkata, “Aldio, apakah akhir-akhir ini kamu ada melakukan hal yang membuat kakak tertua marah, mumpung suasana hatinya sedang baik, segera katakan dengan jujur untuk mendapatkan penyelesaian yang tidak menyakitkan.”

Aldio berusaha untuk berpikir keras, akhirnya ia yakin kalau akhir-akhir ini dia tidak berbuat kesalahan besar. “Keuntungan perusahaan terus naik, akhir-akhir ini juga tidak ada property juga mobil yang dibeli dibawah anak perusahaan…..”

Aldio baru bicara setengah, baru menyadari kalau dia terpancing oleh Raymond.

“Kamu baru buta! Aku itu bertanya padamu kenapa suasana hati bosmu dan Clara berubah menjadi baik secara drastic seperti itu! Kakak kita itu siapa, dia itu orang yang tidak tergoyahkan, bagaimana mungkin hanya dengan ditiduri satu malam saja sudah bisa langsung luluh.”

“Pria bisa tidak tergoyahkan karena belum bertemu dengan wanita yang membuatnya goyah, namun begitu ketemu, semuanya akan menjadi lemah.” Raymond bersungut.

“Kalian berdua sudah cukup bicaranya?” tatapan tajam Rudy menusuk kearah mereka.

Menggosipkan dirinya dihadapannya langsung, mereka kira dia sudah mati?

“Anu, aku kebelet.” Aldio langsung turun dari kursi lalu kabur dengan cepat.

“Ehem, aku juga mau buang air kecil.” Raymond juga menyusul.

Dalam ruangan hanya tersisa Rudy dan Fandy berdua.

Fandy meminum anggurnya sambil menatap Rudy. “Masalahmu dan Clara aku sudah mendengarnya dari Raymond.”

“Sejak kapan kamu juga jadi suka bergosip seperti mereka.” Rudy tersenyum tipis, tatapannya tertuju pada anggur ditangannya.

Mulut Raymond memang tidak rapat, hubungan backstreetnya dengan Clara selama ini, sampai perkataan di café yang ia dengar, tidak aneh kalau Raymond bisa menceritakannya pada Fandy.

“Dirimu sekarang bukan hanya dimabuk cinta. Jangankan dia memukulmu, menggigitmu, aku rasa meskipun dia menusukmu dengan pisau pun, asalkan kamu masih memiliki sisa nafas, kamu juga akan bertahan dan memohon sampai bersujud dibawah kakinya.” Fandy berkata sambil menghela.

Rudy yang mendengarnya hanya bisa tersenyum pahit, dia tahu, ucapan Fandy ini ditujukan untuk ucapan Clara ketika berada di café hari itu.

“Dia hanya sedang mengambek, sehingga mengatakan hal yang diluar nalarnya. Aku tahu dia orang yang seperti apa.”

“Kamu itu sedang menenangkanku, atau sedang membohongi dirimu sendiri?” Fandy lanjut bertanya dengan tajam, “Kalau dia punya niatan lain tentangmu?”

“Kalau dia punya niatan lain aku juga pasrah.” Rudy berkata dengan nada yang sangat serius.

“Kau…” Fandy sungguh tidak tahu harus mengatakan apa baiknya.

Tatapan Rudy tertuju keluar jendela, melihat Clara yang berdiri ditengah kebun anggur yang tidak jauh dari sana, angin sepoi berhembus menggerakkan rambut hitam dan ujung roknya yang berwana putih, terlihat indah bagaikan lukisan hidup.

“Fandy, apakah kamu ingat ketika kamu melamar kakak ipar apa yang kamu katakan pada kami?”

Fandy tercengang sesaat, tentu saja dia ingat. Ketika itu mereka semua mentertawakannya takut istri, Fandy malah berkata dengan yakin pada mereka : Aku Fandy seumur hidup ini kalau harus hancur ditangan Liana Li, aku terima nasibku.

Tiba-tiba Fandy paham apa maksud Rudy. Rudy sedang berserah pada nasib.

“Baiklah, aku tidak bisa menang darimu.” Fandy tersenyum sambil menggeleng, “Masalah perasaan itu merupakan sesuatu yang sukarela dilakukan, sukarela menjalaninya meskipun sakit. Asalkan kamu rela, tidak ada yang bisa mengomentarimu.”

Rudy mengangkat gelasnya, lalu bersulang dengannya, kemudian meminumnya sambil tersenyum.

Fandy menurunkan gelasnya lalu bertanya, “Demi Clara kamu sampai membuat masalah dengan Adolf Helma, kamu berencana bagaimana menyelesaikannya.”

“Si marga Helma itu yang mengusikku.” Ada aura kejam dalam mata Rudy yang hitam pekat, auranya terlihat begitu dingin.

“Tidak perduli siapa yang mencari masalah siapa, masalah ini cukup rumit. Status keluarga Adolf tidak lebih rendah dari keluargamu.” Ada rasa khawatir dalam ucapan Fandy.

Rudy tersenyum dingin, “Tentu saja aku tidak mampu melawannya, masalah ini hanya bisa selesai dengan campur tangan si kakek tua.”

“Kamu sudah memikirkannya?” Fandy tahu Rudy orang yang sangat berhati-hati. Dia type orang yang melangkah satu langkah setelah memperhitungkan tiga langkah, ketika berada di Pasukan Perdamaian, begitu banyak otak yang berada disana, tidak ada satu pun yang bisa mengalahkan otaknya seorang.

Novel Terkait

Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu