Suami Misterius - Bab 430 Hati Yang Buruk

Walaupun Ardian tidak jadi membantah tapi dia masih saja dimaki dan dimarahi oleh Nenek Sutedja, “Kamu masih mau ribut seperti apa lagi? Bagaimana pun juga Revaldo ini adikmu seayah tapi beda ibu. Kamu begitu ingin dia mati apa! kamu dasar ya anak ini, cepat sana kamu keluar! keluar sana!”

Walaupun Ardian tidak mengatakan apapun tapi wajahnya dingin dan pucat.

Clara yang berdiri dari tadi sudah tidak ingin melihat semau ini. Dia tidak menyangka hati orang ternyata bisa seburuk ini.

Dia membatin, keluar ya tinggal keluar saja! jika itu adalah dia. Clara jamin dia pasti akan keluar dan pergi sejauh-jauhnya. Nanti jika pun Nenek Sutedja meninggal, dia juga tidak akan pernah kembali untuk menguburkannya.

Clara yang sedang dilema mau maju membela Ardian apa, tidak tiba-tiba mendengar Rudy yang ada di sampingnya berkata, “Kakak, nenek sekarang sedang marah. Karena nenek tidak mau bertemu dengan kita, kalau begitu kita pergi dulu saja. Sekalian untuk menghindari nenek tidak senang.”

Selesai bicara, Rudy mengambil Wilson dari gendongan Clara lalu berkata kepada Clara, “Kamu bawa Sus Rani dan Wilson pulang dulu ya. Aku mau membicarakan sesuatu dengan kakakku dulu.”

Clara mengangguk lalu pergi dengan Sus Rani dan Wilson naik mobil.

Bagian belakang mobil pun segera menghilang dari gerbang rumah. Baru setelah itu Rudy berbalik menoleh ke Ardian lalu tersenyum dan berkata, “Semua orang yang ada di vila ini suka sekali bernyanyi dan berakting benar-benar lebih mahir dalam berakting dari pada orang-orang yang ada di atas panggung. Kakak, untuk apa kamu emosi dengan orang seperti mereka”

Ardian mengerutkan keningnya, lalu menjawab, “Melihat Amy membuat hatiku tidak nyaman.”

Dia teringat dengan masalah Rahma Mirah dulu yang ribut sangat besar dan hampir saja membunuh Rudy. Ketika melihat wajah yang familiar seperti itu, sulit untuk Ardian tidak merasa tidak senang dan kesal. Terlebih lagi, begitu teringat dengan rencana buruk Revaldo dan istrinya, Ardian jadi semakin kesal.

Sudut bibir Rudy terangkat dengan dinginnya lalu matanya bersinar dan begitu tajam.

“Revaldo mendatangkan seorang wanita datang kemari bukannya mau menjebakku. Meskipun Nenek Sutedja sudah tua tapi pikirannya tidak buram. Nanti jika suatu hari wanita itu menunjukkan ekor rubah lliciknya, aku pasti akan langsung mengusirnya pergi.

Kamu tidak usah mengkhawatirkan masalahku. Kamu pergi ke Kota Jing saja dalam waktu-waktu ini dengan tenang untuk menghindari semua ini.”

“Apa yang aku lakukan di Kota Jing?” Ketika Ardian mengatakan Kota Jing tampak sekali ekspresinya berubah jadi tidak wajar.

Rudy tertawa lalu berkata, “Projek perusahaan cabang ada masalah. Kamu sendiri yang mengurusinya, aku baru bisa tenang.”

Mendengar ini, Ardian pun melotot ke Rudy, tidak mengatakan setuju pergi dan juga tidak mengatakan apapun

Hanya saja, keesokan harinya. Ardian menyuruh sekretarisnya memesankan tiket pesawat ke Kota Jing.

Baru saja Ardian mau check in, Bahron mendapatkan kabar. Dia pun langsung menyuruh sekretaris untuk mengatur ulang jadwalnya lalu mengosongkan jadwal malam hari, Dia sendiri yang akan menjemput Ardian di bandara.

Ketika Ardian melihat Bahron di bandara, wajahnya sudah terbiasa menunjukkan ekpresi kesal dan tidak sabar.

Pada saat itu, mobil Ardian melaju dengan normal lalu ketika melintasi persimpangan, sebuah mobil Audi A8 hitam tiba-tiba melintas di depan mobilnya. Untungnya mobil itu tidak melaju dengan cepat, sehingga tidak sampai bertabrakan.

Begitu sopir melihat nomor plat mobil Audi itu, dia langsung tahu orang yang ada di mobil itu bukanlah orang yang bisa diprovokasi. Dia pun tanpa sadar menoleh melihat ke Ardian.

Ardian merapatkan bibirnya tidak bicara. Ardian melihat pintu mobil Audi itu dibuka lalu turunlah seorang pria muda yang mengenakan jas dengan rapi dan begitu tegap turun dari bangku depan samping pengemudi.

Pria muda itu berjalan cepat ke sisi mobil Ardian, setengah membungkuk dengan hormat, dia pun mengetuk jendela mobil Ardian.

Ardian mengerutkan kening lalu menurunkan jendela mobil dan memandang ke arah orang yang ada di luar mobil. Orang ini adalah pengawal Bahron. Dia bermarga Zoom . Umurnya tidak terlalu tua tetapi dia sangat pintar dan sangat dihargai oleh Bahron.

Ardian dulu sering sekali berurusan dengannya, Ardian bertanya, "ada apa?"

"Tuan Bahron ingin mengundang Anda makan bersama, silakan naik mobil." kata Zoom dengan sopan.

Ardian hanya duduk dan tak bergerak lalu menjawab, “Beritahu dia, aku tidak lapar.”

Zoom masih saja berdiri di luar pintu, dan suaranya sedikit lebih pelan lagi. "Kamu sangat memahami sifat Tuan Bahron. Jika kamu tetap bersikeras seperti ini, takutnya hari ini, tidak ada siapa pun yang bisa pergi dari sini. Kita tidak bisa diam dan menghalangi jalan terus seperti ini kan. "

Ardian terdiam beberapa saat, kemudian dia membuka pintu mobil dan keluar dari mobil lalu buru-buru menapakkan sepatu hak tingginya dan berjalan ke arah mobil Audi Bahron.

Zoom juga langsung mengikutinya. Lalu dia membuka pintu dengan cepat. Dan mempersilahkan Ardian naik ke mobil.

Setelah Ardian naik mobil, dia tampak murung dan tidak mengatakan sepatah kata pun.

Bahron terlihat seperti sedang tersenyum. Dia terus melihat ke arah Ardian sepanjang perjalanan.

Ketika Ardian tidak sabar karena dilihati terus olehnya. Ardian pun memelototi Bahron dengan marah. Bahron bukannya kesal, tapi malah tertawa lebih bahagia.

Jika adegan ini dilihat oleh orang luar pasti akan membuat semua orang keheranan. Siapa yang akan mengira Bahron yang telah terkenal di pemerintahan selama setengah hidupnya, dan punya banyak trik dan tipu daya ini ternyata juga ada kalanya begitu murahan.

Mobil berhenti di depan sebuah restoran pribadi. Bahron turun lebih dulu, melewati sisi lain mobil dan membuka pintu untuk Ardian.

Ardian keluar dari mobil dengan sikap yang sangat dingin.

"Restoran ini tidak besar tapi makanan khas Kota Jing sangat enak sekali dan rasanya asli rasa kota Jing. Karena itu, aku mengajakmu untuk mencicipinya.” Kata Bahron tersenyum.

“Em.” jawab Ardian tanpa kehangatan. Dia mengangkat kakinya dan berjalan masuk ke restoran. Dia masih saja mengabaikan Bahron.

Bahron memerintahkan sesuatu kepada Zoom yang ada di sampingnya. Lalu mengikuti jejak Ardian.

Ruangan pribadi sudah dipesan daritadi. Ruangan pribadi yang semi terbuka. Di luar jendela ada taman kecil yang penuh dengan bunga empat musim. Di dindingnya dirambati dengan tanaman hijau rambat. Tampak sekali warna yang subur yang membuat orang merasa sangat nyaman.

Ada meja kayu panjang yang kokoh di depan jendela. Mejanya tidak terlalu besar sehingga sangat cocok dan nyaman untuk Bahron dan Ardian mendekat.

Meskipun mejanya tidak besar tapi penuh dengan masakan yang sangat lezat dan beragam.

Ardian dan Bahron duduk berhadap-hadapan. Bahron mengambil sumpit dan terus menyumpitkan makanan untuk Ardian.

"Cobalah pentol empat rasa ini. Aku ingat kalau dulu ini yang paling kamu sukai. Lalu ini, Braised Pork with Chestnuts, berlemak tapi tidak enek. Ini daging kambing goreng dengan daun bawang, dagingnya sangat empuk ..."

Telinga Ardian tersakiti mendengar Bahron yang cerewet tidak hentinya, dia pun berkata dengan tidak sabar, "Bahron, bisakah kamu tutup mulutmu?"

Bahron tertawa, terus menyumpitkan makanan tanpa bicara omong kosong lagi.

Ardian meliriknya, lalu mengambil sumpit dan menyumpit pentol empat rasa di mangkuknya lalu memakannya.

“Bagaimana rasanya?” tanya Bahron yang terlihat seperti anak kecil yang sedang menunggu dipuji oleh orang dewasa.

Tidak peduli seberapa tua atau tingginya status dan posisi seorang pria, dia pasti punya sifat kekanak-kanakan.

Ardian menghela nafas dan mengangguk, "Lumayan enak."

"Kalau begitu makanlah lebih banyak. Aku lihat kamu sepertinya semakin kurus saja akhir-akhir ini.” kata Bahron.

"Matamu selalu saja tidak terlalu bagus," celetuk Ardian.

Ketika mereka bersama dulu. Bahron suka sekali memberinya makan seperti babi sampai begitu gemuk dan bulat. Ardian pun hanya bisa diet diam mengurangi makanannya untuk menurunkan berat badannya.

Bahron tidak menjadi peternak benar-benar sangat disayangkan.

Jarang sekali dia makan dengan begitu damai dan tenang. Setelah makan, Bahron memerintahkan pelayan untuk menyajikan teh Pu’er yang terbaik yang rasanya lembut dan segar.

Bahron biasanya minum teh hijau, tetapi ketika dia bersama Ardian, dia pun selalu megganti tehnya ke teh hitam. Perut Ardian sering dingin dan teh Pu’er disajikan untuk menghangatkan perutnya.

Novel Terkait

Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu