Suami Misterius - Bab 701 Setidaknya, Dapat Belajar Dengan Baik

Rudy pernah mengatakan bahwa, Ruben dan Altria adalah teman sejak sekolah menengah, dia terlahir di keluarga selebriti, ibunya adalah seorang artis tingkat satu, ayahnya juga seorang aktor yang memiliki reputasi, keluarganya tergolong kaya.

Namun apabila dibandingkan dengan keluarga Sunarya, kedudukannya masih jauh selisih.

Akan tetapi, sifat dan kepribadian Ruben sangat baik, dia sanggup bersabar dengan sifat dan emosional Altria yang sebagai nona besar, sehingga proses pacaran mereka berjalan dengan lancar.

Suami istri nyonya kedua Sunarya juga tidak memandang rendah kedudukan Ruben, asalkan anak perempuannya dapat hidup bahagia saja.

Sehingga kelihatan jelas bahwa, suami istri nyonya kedua Sunarya memang sangat menyayangi anak perempuannya.

nyonya kedua Sunarya, Altria, dan Ruben sedang mengobrol di ruang tamu, Clara dipanggil oleh Ardian untuk membantu di dapur.

Di dalam dapur, para pembantu sedang sibuk.

Ardian memberikan sebuah celemek kepada Clara.

“Sini membantuku.”

“Oh.”

Clara mengangguk dengan turut, lalu mengikat celemek pada pinggangnya.

Dia mengikuti Ardian berjalan ke sebuah meja bundar yang besar.

Di atas meja bundar tersebut, ada tepung yang telah diolah beserta dua piring isi pangsit.

Ardian melipat lengan baju dan bertanya, “Bisa bungkus pangsit ?”

Ardian hanya bertanya sembarangan saja, dia tidak pernah bertemu dengan orang yang tidak bisa membungkus pangsit.

Alhasil, Clara menghampiri sisi Ardian, lalu menggeleng kepala dan menjawab dengan suara ringan, “Tidak bisa.”

Ardian :”……” Ardian mengeluh nafas dengan tidak berdaya, dia mengambil selembar kulit pangsit yang telah berguling rata, lalu meletakkan isi pangsit ke atas kulit pangsit, setelah itu dia menggerakkan jarinya, tidak lama kemudian pangsit telah terbentuk.

“Sudah bisa ?”

Ardian bertanya.

Clara :”……” Dia panik sejak tadi, sehingga sama sekali tidak memperhatikan dengan jelas.

Ardian semakin tidak berdaya, dia mengambil lagi selembar kulit pangsit, lalu membentuk lagi sebuah pangsit dengan gerakan lambat.

Pada kali ini, Clara sudah memperhatikan dengan jelas.

Dia mengikuti cara Ardian, lalu membentuk sebuah pangsit yang bulat.

Bentuk pangsit yang hampir sama persis dengan yang dibungkus oleh Ardian.

Ardian melirik sekilas, lalu mengangguk dengan puas, “Iya, lumayan bagus.”

Setidaknya, dapat belajar dengan baik.

Clara meletakkan pangsit di tangan ke atas papan, lalu mengambil selembar kulit pangsit lagi, dan bungkus lagi dengan serius.

Clara membungkus pangsit, sementara Ardian membuat kulit pangsit.

Mereka sambil bekerja sambil mengobrol.

“Dulu di kota A, aku pernah bertemu beberapa kali dengan ibumu.

Saat itu keluarga Pipin sangat berkedudukan, Evi Pipin adalah wanita terlahir mulia yang sebenarnya.

Jangan-jangan dia tidak pernah mengajari kamu perihal memasak ya ?”

Clara menggeleng kepala, “Tidak pernah.”

Ardian :”…Kalau begitu, apa yang dia ajarkan padamu ?”

“Musik, catur, kaligrafi dan menggambar, lalu juga ada dansa dan alat musik.

Ibuku bilang, tidak mesti terlalu ahli dalam beberapa hal ini, namun setidaknya harus mengerti, daripada memalukan nama keluarga."

Clara menjawab.

Ardian :”…” “Ibu, kenapa isi pangsit ini dipisahkan jadi dua piring ?”

Clara bertanya.

“Rudy sengaja memesan, katanya kamu tidak makan daging.

Jadi, piring ini sengaja dipisahkan, sama sekali tidak campur daging.”

Ardian berkata.

“Oh.”

Clara menunduk, wajahnya sedikit merona merah.

Setelah selesai membungkus maka selanjutnya adalah merebus pangsit.

Clara melihat pangsit yang dibungkus oleh dirinya masuk ke dalam air yang mendidih, terus merebus dan akhirnya dikeluarkan, pangsit yang putih kelihatannya sangat berselera, Clara tiba-tiba merasa sangat bangga.

Setelah pangsit tertata rapi di atas piring, Clara yang membawa ke meja makan.

Pada saat ini, semua orang mulai mengisi tempat.

Rudy menyisakan kursi sampingnya untuk Clara.

“Untuk piring ini kamu sendiri yang bungkus ya ?”

Rudy menunjuk satu piring pangsit di hadapannya dan bertanya.

“Kenapa bisa tahu ?”

Clara sangat kaget.

“Isi pangsit yang kamu bungkus lebih sedikit dibandingkan sama yang ibu bungkus, mungkin kamu tidak terlalu bertenaga dalam membungkusnya.”

Rudy tersenyum, lalu memasukkan pangsit ke dalam mulut sendiri.

“Enak tidak ?”

Clara bertanya dengan tampang antusias.

“Lumayan enak.”

Rudy tersenyum menjawab.

“Kalau begitu makan yang banyak.”

Clara mengambil sumpit, lalu memasukan lagi sebuah pangsit ke dalam piring Rudy.

Clara menatap Rudy dan tersenyum manis.

Senyuman Clara sangat enak dilihat, bagaikan senja di pagi dan cahaya matahari, sangat menarik perhatian orang lain.

Bahkan Ruben yang duduk di hadapannya juga ikut termenung menatapnya.

Segala sesuatu yang indah, tentu saja akan membuat orang mengapresiasi padanya, akan tetapi, sifat Ruben sangat polos dan jujur, sehingga juga hanya sekedar apresiasi saja terhadap kecantikan Clara.

Namun Altria melihat Ruben yang terus menatap Clara, sehingga dalam hatinya sangat emosi.

Dia mencibir bibir sambil menggandeng lengan Ruben, akhirnya berhasil menarik perhatian Ruben.

“Makan pangsit.”

Ruben mengambil sebuah pangsit dan letak ke dalam piring Altria.

Namun emosional Altria malah meledak, dia mengeluarkan pangsit dari piring, dan melempar di atas meja.

“Aku tidak suka pangsit yang berisi daging.”

Dalam menghadapi emosional Altria yang tidak masuk akal, Ruben hanya menggeleng kepala dengan tidak berdaya, lalu mengambil lagi pangsit lain untuk Altria dengan nada sabar.

“Makan ini saja, ini daging sapi, aku sudah mencoba, rasanya enak.”

“ Altria, jangan ribut lagi.”

nyonya kedua Sunarya menyentuh Altria dengan siku lengan, khawatir kalau anak perempuannya yang kekanakan ini akan membuat keributan lagi.

Altria mencibir bibir dan menahan amarah, lalu mulai memakan pangsit.

Setelah selesai makan malam, nyonya kedua Sunarya membawa Altria dan Ruben meninggalkan tempat.

Pembantu mulai membereskan sendok dan piring, nenek Sunarya dan Ardian sedang menonton televisi di ruang tamu sambil mengobrol, sementara Rudy dipanggil Bahron ke dalam ruang baca.

Clara sudah kembali ke kamarnya.

Clara mandi dan mengeringkan rambut sendiri, lalu duduk di atas sofa kecil depan jendela sambil membaca skenario, ketika membaca sebagian skenarionya dan hampir ketiduran, Rudy baru kembali ke kamar.

“Kenapa baru pulang ?”

Clara mengelus mata dan bertanya.

“Besok sudah masuk pasukan, ayah jadi banyak mengingatkan.”

Rudy menjawab dengan nada lembut, dengan wajarnya mengulurkan tangan dan memeluknya.

“Oh.”

Clara menjawabnya, lalu ikut jatuh ke dalam pelukan Rudy, dan bertanya lagi, “Sudah jam berapa ?”

“Hampir jam sepuluh.”

Rudy menjawab.

“Iya, kalau begitu cepat tidur.”

Clara memeluk pundak Rudy, membiarkan Rudy memeluk dirinya ke atas kasur.

Mereka berdua baring di atas kasur, Rudy mengulurkan tangan untuk memadamkan lampu tidur di sisinya, ruangan menjadi gelap dalam seketika.

Di dalam kegelapan, Rudy datang melekat pada tubuh Clara dan memeluknya dari belakang.

Dada Rudy yang hangat menempel di punggung Clara, Clara bahkan sudah bisa merasakan kejanggalan tubuhnya.

Wajah Clara menjadi merah seketika, rasa mengantuk juga mulai memudar.

“Kamu besok bukannya harus masuk pasukan ya, cepat tidur.”

Clara memberontak dari pelukannya.

“Clara, aku besok sudah masuk pasukan, setidaknya satu minggu ini tidak bisa pulang…” Suara Rudy sangat rendah dan serak, bibirnya mulai bergerakan di atas kulit bahu Clara.

Maksud dari pembicaraan Rudy sudah sangat jelas, Rudy setidaknya akan pergi satu minggu, sementara sebelum malam ini, Clara masih dalam keadaan datang bulan, sehingga apabila dihitung-hitung, Rudy sudah setengah bulan tidak pernah menyentuhnya.

Clara mengerti bahwa dirinya tidak akan bisa lolos lagi pada malam ini.

Dia menyandar di dalam pelukan Rudy, tubuhnya lembut bagaikan air, lalu perlahan-lahan berbalik badannya dan mencium Rudy.

Malam yang panjang, namun suasana mesra berlanjut hingga hari mulai pagi.

Pada pagi di keesokan hari.

Clara masih berbaring di atas kasur dan tidur dengan nyenyak.

Namun Rudy telah bangun dan mandi, lalu mengganti pakaiannya dengan gerakan lincah.

Sebelum dia keluar, dia meringankan langkahnya untuk menghampiri kasur, lalu mengecup ringan pada dahi Clara dengan penuh rasa tidak tega.

Di dalam pertengahan tidur, Clara merasa kulit di dahinya menjadi gatal, sehingga langsung membuka matanya.

Pandangan pertama ketika Clara membuka matanya adalah wajah tampan Rudy yang telah diperbesar.

Sinar matahari masuk dari jendela dan jatuh pada tubuh Rudy, membuat Rudy kelihatannya sangat hangat, enak sekali rasa seperti ini.

Novel Terkait

Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu