Suami Misterius - Bab 1056 Menggoda Pria Rumahan Yang Baik Hati

"Diam."

Desta sangat marah, dan tanpa sadar mengulurkan tangannya untuk menutupi mulut gadis itu.

Lalu, Diana langsung tanpa segan menggigit tangan Desta begitu saja dengan kuat.

Desta langsung melepaskannya karena merasakan gigitan itu seperti sengatan listrik. Dia mundur selangkah, ekspresinya tampak sangat tidak menyenangkan.

Bukan karena bagian yang tergigit itu sangat sakit. Tapi karena dia bisa-bisanya digigit oleh seorang gadis. Tampak bekas gigi yang rapi di tangannya.

“Kamu ini sebenarnya wanita bukan sih!”

Bola mata Desta yang berwarna hitam tampak memancarkan api kemarahan.

Walaupun dia tidak terlalu banyak bergaul dengan para wanita. Tapi, beberapa wanita yang pernah ditemuinya semuanya pasti sangat sopan. Wanita feminim yang lembut, senyum saja tidak akan memperlihatkan giginya. Bahkan adik perempuan yang sifatnya begitu terbuka dan lincah sekalipun, juga tetap tidak akan mungkin sampai menggigit pria yang tidak dikenalnya.

Diana sedikit mengangkat dagunya, tampak senyum sinis di paras wajah kecil yang sempurna itu, “Kamu merangkul dan memelukku, aku wanita atau bukan, mana mungkin kamu tidak tahukan?”

Mulut Diana yang tidak berhenti bicara tanpa tahu tempat dan situasi membuat ekspresi di wajah Desta sangat merah karena kesal, dia bahkan bicara sambil menggertakkan gigi kepadanya, “Kamu, kamu tahu malu tidak sih!”

Jika diganti posisinya jadi wanita lembut yang sangat bermartabat, begitu dihina dengan kata tidak tahu malu, pasti mereka akan menutupi wajahnya dan langsung melarikan diri.

Tapi, Diana malah melipat kedua tangannya di depan dada, tersenyum sinis sambil berkata, “Apa itu malu. bisa untuk makan, minum atau tidurkah?

Apalagi, cowok ganteng, padahal jelas kamu yang menggenggam tanganku dan tidak mau melepaskannya. Kamu saja tidak malu, kenapa aku harus malu. Aku ini korban.“

Diana bersikap seperti sedang menggoda pria rumahan yang baik hati. Padahal jelas dia ini sedang menggoda dia habis-habisan.

Begitu dia selesai berbicara, dia mendengar suara langkah kaki samar di koridor. Suara tajam sepatu hak tinggi Lena menginjak lantai marmer.

Mendengar suara langkah kaki Lena, Diana tidak ingin menunda lagi. Dia pun langsung berbalik secepat mungkin, sebelum pergi dia menoleh lalu berkata kepada Desta, “Lain kali saja, aku temani kamu bermain lagi. Cowok ganteng, ketemu lagi lain hari ya.”

Wajah Desta memerah karena marah. Sepolos apapun dia, dia bisa merasakan kalau dirinya baru saja dipermainkan.

Dia bisa-bisanya dipermainkan dan digoda oleh seorang gadis seperti itu.

Ini adalah hal yang sangat memalukan bagi Tuan muda Sunarya.

Kemudian, Lena pun masuk ke dalam dan tidak melihat Diana, dia pun bertanya, "Muridku yang susah diatur itu dimana?”

“Sudah pergi.”

Jawab Desta mengucapkan dua kata dengan dingin.

Lena memandangi wajah Desta yang tidak senang. Dia pun langsung menyadari apa yang terjadi, dan berkata dengan tak berdaya, “Maaf ya merepotkanmu. Sana, segera pulanglah.”

Lain kali kalau aku bertemu dia lagi, aku akan memarahinya lebih lama.”

... Diana menutup album itu, menguap dan berbaring di ranjang dengan album di sampingnya.

Selama tiga tahun penuh, lebih dari seribu siang dan malam, dia sudah melewati waktu yang lama dengan menyimpan semua kenangan ini.

Di luar jendela, senja muncul dan cahaya bulan mulai terlihat sejuk.

Malam sangat sepi, dan rasa kantuk mulai datang. Diana perlahan menutup matanya, lalu tepat ketika dia ingin tidur, tiba-tiba ponsel di meja samping ranjangnya berdering.

Melodi dering ponsel itu sangat indah, itu adalah lagu "Jika kamu seperti angin".

Dulu, Desta lah yang mendownload nada dering ini untuknya.

Nomornya ini telah dimatikan selama tiga tahun, hari ini adalah hari pertama dihidupkan kembali. Siapa yang akan meneleponnya selarut ini?

Diana dengan ragu mengangkat ponsel, lalu menjawab panggilan telepon itu.

Di sisi lain telepon, terdengar suara Desta yang rendah dan memikat.

Niat Diana yang awalnya mau tibur tiba-tiba hilang dan dia sadar sepenuhnya. Tanpa sadar dia meremas dengan erat ponsel di tangannya, lalu bertanya, "Sudah semalam ini, apa ada urusan?"

"Ayo bertemu."

Katanya.

"Baiklah."

Diana mengangguk, "Kirimkan jam dan tempatnya."

"Sekarang, aku sedang menunggumu di vila di daerah Gebang."

Setelah dia selesai berbicara, dia pun memutuskan panggilan teleponnya.

Diana masih bingung saat mendengar bunyi bip sibuk dari mikrofon telepon.

Kemudian, dia berbalik dan duduk di ranjang. Dia pun mandi sebentar, berpakaian lalu keluar dari rumah.

Diana mengemudikan mobilnya keluar dari garasi. Ketika melewati gerbang, dia melihat sebuah mobil Mercedes-Benz hitam diparkir di sudut jalan. Lampu depannya secara tidak sengaja melewati bagian depan mobil Mercedes-Benz, mungkin karena cahayanya yang terlalu kuat hingga membuat dua orang di dalam mobil Mercedes-Benz yang sedang berpelukan dan berciuman itu langsung berhenti dan mundur.

Penglihatan Diana dari dulu selalu sangat baik, jadi sekilas dia langsung bisa melihat kalau yang duduk di bangku penumpang depan adalah Daria Zhou, mengenai pria yang bersama dengannya, Daria sama sekali tidak mengenalnya, juga tidak tertarik untuk tahu.

Namun, jika bisa mampu mengendarai mobil mewah milyaran itu pasti kalau bukan orang kaya ya orang yang cukup berkuasa. Kalau tidak, Daria Zhou mana mungkin mau menariknya diam-diam bermesraan di depan rumah.

Mobil sport merah Diana melewati Mercedes hitam itu dan memasuki jalan raya.

Kondisi jalan pada malam hari ini sangat baik, hanya ada sedikit kendaraan di jalan raya. Hanya cahaya lampu redup dari dua sisi jalan yang menyinari melalui jendela mobil.

Diana sudah tiga tahun tidak kembali ke negara ini. Tapi, jalanan dari keluarga Zhou ke daerah Gebang tidak ada yang berubah, bahkan dengan menutup mata saja, dia bisa berhasil sampai ke daerah itu.

Mobil melaju perlahan memasuki daerah itu. Lalu berhenti di depan sebuah vila.

Malam yang hening, bunga mawar yang ditanam di depan vila bermekaran dengan tenang di tengah malam ini.

Diana terus berjalan lurus hingga masuk ke halaman depan, hanya terdengar suara keras dari sepatu hak tinggi yang menginjak jalanan batu.

Dia berdiri di depan vila, lalu dengan sangat terbiasa memasukkan kata sandi pintunya. Kata sandi vila ini adalah tanggal ulang tahunnya, dan sampai sekarang kata sandi itu tidak berubah.

Setelah memasukkan kata sandi, terdengar suara kunci pintu terbuka.

Diana melangkahkan hak tingginya berjalan masuk ke dalam vila, di sekelilingnya sangat sepi dan hening, tidak ada lampu, yang ada hanya cahaya redup dari luar jendela yang bersinar masuk ke dalam, kegelapan dalam cahaya redup.

Diana berdiri di tengah ruang tamu. Ketika dia masih ragu-ragu naik ke atas untuk bertemu Desta atau tidak, suara rendah dan serak seorang pria tiba-tiba terdengar.

“Sudah kembali?”

Diana terkejut, dia pun melihat ke arah suara itu. Dia hanya melihat samar sosok yang tinggi besar duduk di sofa abu-abu tua.

Pria itu bersandar di sofa itu dengan pose santainya. Kemeja hitam pria itu hanya dikancing sampai di dada. Dengan iringan napas, tampak dada yang bergejolak samar di sana.

Mata gelapnya, begitu bersinar dalam kegelapan. Gerakannya yang begitu anggun menyalakan sebatang rokok.

Cahaya korek api bergoyang-goyang lalu hilang, aroma tembakau perlahan tersebar di udara.

“Kenapa kamu tidak menyalakan lampunya?”

Tanya Diana.

Suasana disini dibuat seperti film horor yang sengaja untuk menakuti-nakutinya.

Dia pun berjalan ke samping dinding, lalu mengulurkan tangan menekan saklar lambu di dinding itu.

Lampu kristal di atas kepalanya menyala seketika, dan menghilangkan keremangan ruangan itu.

Mungkin karena Desta sudah lama di dalam kegelapan ini, jadi awal-awal dia masih sulit beradaptasi dengan cahaya terang sehingga tanpa sadar menyipitkan matanya, tapi ekspresi di wajah tampannya tak berubah sedikitpun.

Diana menapakkan sepatu hak tingginya berjalan ke depan Desta, lalu duduk di sofa di hadapannya.

Mereka saling memandang, lalu hening beberapa saat. Tidak ada satupun yang berbicara.

Mata hitamnya seperti pusaran air tak berdasar, seolah bisa menyedot orang kapan saja.

Diana adalah yang pertama kali kalah dalam pertempuran hening ini. Dia mengalihkan pandangan matanya, membuka mulut dan berkata, “Bahkan gelas saja tidak ada. Tata aturan penyambutan tamu dari Tuan Muda Sunarya dimana ya?”

Tatapan mata tenang Desta masih tertuju padanya, tiba-tiba dia tersenyum.

Tata aturan penyambutan tamu?

Apa dia sekarang sudah menyebut dirinya sendiri dengan ‘tamu’?

Oh, kenapa dia lupa. Sebelum Diana pergi, semuanya di antara mereka berdua bukannya sudah selesai dan tak tersisa apapun sama sekali.

“Mau minum apa?

Tanya Desta.

“Ada apa aja?

Sudahlah, biar aku ambil sendiri.”

Selesai Diana berbicara, dia bangkit dari sofa dan berjalan ke dapur.

Dia mengeluarkan sebotol jus buah dari lemari es dan berdiri di depan pintu, lalu bertanya dengan nada santai, "Sepertinya tidak banyak yang berubah di sini, bolehkan aku melihat-lihat tempat ini?”

Desta memicingkan matanya dan tak berkata apa-apa.

Umumnya, jika Desta tidak bicara, Diana langsung menganggap kalau diamnya itu berarti setuju.

Diana berkeliling ke lantai atas dan lantai bawah, lalu berbelok ke kamar tidur utama dan juga ruang baju dan aksesoris. Dia tidak menemukan barang wanita lain apapun di sana, juga tidak menemukan jejak wanita pernah tinggal disini.

Dia pun menghela napas lega, hatinya pun tenang.

Novel Terkait

Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu