Suami Misterius - Bab 497 Kita Harus Baik-Baik Saja

Malam yang dingin dan sunyi, ketika Ahyon sedang menjaga Hyesang, di sisi lain, Clara dan Rudy baru saja menyelesaikan sebuah malam yang penuh gairah.

Dua orang dengan mesra terbungkus di dalam selimut, sedang ngobrol.

Clara mengatakan: “Hari ini ketika konferensi pers berakhir, aku melihat Hyesang di sana.

“Eng, mungkin dia pergi mencari Ahyon.” Rudy menjawab dengan santai, sudah kebiasaannya mengulurkan tangan mengambil rokok dan korek api yang ada di nakas samping ranjang.

Dia baru saja mengeluarkan sebatang rokok dari kotak rokok, langsung direbut oleh Clara. “Ingin cepat mati agar lebih cepat reinkarnasi lagi ya.”

Rudy tersenyum, memberikan korek api yang ada di tangannya.

Clara melempar rokok dan korek api kembali ke nakas samping ranjang, dengan puas meringkuk ke dalam pelukannya. Lanjut mengatakan: “Ahyon memang sangat memiliki daya pikat, kamu belum melihat tampangnya yang penuh perencanaan di tempat konferensi pers, percaya diri dan bangga. Tidak heran Hyesang tidak bisa melupakannya. Sayang sekali, cermin pecah sulit utuh kembali, air yang sudah disiram ke tanah tidak bisa diambil lagi, gampang mengakhiri sebuah hubungan, tapi sulit jika ingin mulai dari awal lagi.

“Masih begitu muda, darimana ada begitu banyak penyesalan dan kesedihan yang harus diratapi.” Rudy tersenyum, ujung jari yang ramping masuk ke dalam rambut yang halus dan lembut, dengan santai memainkannya.

Lengan Clara melingkar di pinggangnya, kepala menempel di dadanya, “Rudy, kita harus baik-baik saja.”

Cahaya di mata hitam Rudy berkedip-kedip, tetap sulit ditebak. Sudut bibir muncul sebuah senyuman, menempel di samping telinganya, denga suara serak dan mesra mengatakan: “Jika aku tidak cukup baik, tadi kamu masih berteriak dengan begitu senang.”

“Rudy, kamu menyebalkan sekali.” Clara tersipu malu, tinju kecil tidak pelan juga tidak kuat memukul dadanya.

Rudy memegang tangannya yang tidak bisa diam, selanjutnya menekan dia ke bawah badannya, menciumnya dengan penuh gairah.

Kedua orang sedang berciuman mesra, suara getar ponsel malah berbunyi tidak tepat waktu.

Rudy mengangkat telepon dengan tidak terlalu sabar, juga tidak tahu apa yang dikatakan orang itu, secara tidak sadar dia melihat Clara.

“Apa yang terjadi?” Clara menunggu dia menutup telepon setelah itu baru bertanya.

“Yunita terluka dan masuk rumah sakit.” Rudy menjawab.

“Di pusat penahanan sangat mudah terluka?” Clara tidak mengerti dan bertanya.

“Dia sendiri yang cari mati, siapa yang bisa menghalanginya.” Rudy acuh tak acuh mengatakannya, “Yunita mengajukan untuk bertemu dengan Rina, sudah ditolak beberapa kali, mungkin dia sudah kehabisan akal, baru terpikir dengan cara melukai diri sendiri. Begitu masuk rumah sakit, sesuai peraturan bisa bertemu dengan anggota keluarga.”

“Yunita masih berharap Yanto bisa mengeluarkannya dari penjara.” Clara mencibir, “Bukankah dia ingin bertemu dengan keluarga, aku juga keluarganya. Besok, aku ke rumah sakit untuk menjenguknya.”

Keesok harinya, jarang sekali Clara bangun pagi-pagi.

Rudy mengendarai mobil mengantarnya ke depan pintu utama rumah sakit.

“Sungguh tidak perlu aku menemanimu ke atas?” Rudy tetap merasa tidak terlalu tenang dan bertanya padanya. Saat ini Yunita sudah bertemu jalan buntu hal apapun bisa dia lakukan tanpa peduli akibatnya, Rudy khawatir dia akan melukai Clara.

Clara malah menggelengkan kepala, “Diantara aku dan dia sudah seharusnya berakhir. Dia sudah tidak ada jalan lagi, tidak bisa melakukan apa pun padaku!”

Sebelum Clara turun dari mobil, memeluk leher Rudy, mencium pipinya dengan mesra, sambil tersenyum mengatakan: “Setelah di sini selesai, aku akan pergi ke perusahaan mencarimu, lalu makan siang bersama.”

“Eng.” Rudy mengangguk. Sambil tersenyum melihat dia berjalan masuk ke pintu rumah sakit, baru menjalankan mobil dan pergi.

Clara menggunakan lift, langsung naik ke bangsal lantai tujuh belas.

Di depan pintu bangsal Yunita, ada dua polisi yang menjaga disebelah kanan dan kiri.

Clara mengeluarkan kartu identitas, setelah polisi periksa, baru membiarkannya masuk, sekalian mengingatkannya: “Waktu jenguk hanya setengah jam, ada apa katakan secara singkat saja.”

Clara mengambil kembali kartu identitasnya, sambil tersenyum menganggukkan kepala, baru membuka pintu bangsal dan masuk ke dalam.

Di dalam kamar pasien, yang masuk dalam pandangan adalah putih yang menyilaukan mata, dan aroma desinfektan yang menyengat menyebar di udara.

Yunita berbaring di atas ranjang pasien, kepala diperban, raut wajah pucat dan terlihat buruk, tubuhnya juga kurus banyak sekali. Kelihatannya, kehidupan di penjara benar-benar sengsara.

Clara menginjakkan sepatu hak tingginya ke dalam kamar pasien, duduk di samping ranjang, acuh tak acuh menatapnya.

Awalnya Yunita memang membuka mata melihat langit-langit rumah, begitu melihat Clara, akhirnya ekspresi di wajahnya ada sedikit perubahan, berubah menjadi lebih ganas, “Clara, kamu datang untuk melihat leluconku ya!”

“Kamu memang sebuah lelucon, apakah masih takut dilihat orang!” Clara mencibir mengatakannya.

“Yunita, kamu sangat pintar, juga memiliki banyak trik, sayang sekali, kepintaranmu tidak digunakan pada jalan yang benar. Demi memuaskan kepentingan pribadi, kamu terbiasa melakukan hal apapun demi mencapai tujuanmu. Demi memuaskan sikap sombongmu, jelas-jelas kamu tahu Nalan Qi memiliki tunangan, kamu masih menggodanya. Nalan Qi orang itu, selain identitasnya dalam empat keluarga besar, dia benar-benar hanya seorang manusia tidak berguna.

Jadi, Yunita, kamu bisa berakhir seperti hari ini, semua karena perbuatanmu sendiri."

"Masih belum giliranmu mengajariku!" Yunita berusaha berjuang untuk duduk di ranjang, satu tangannya masih diborgol, ujung borgol dikunci di atas kepala ranjang, mengeluarkan suara gesekan besi.

Yunita menatap Clara dengan galak, tampang seperti dia memakannya saja. “Clara, kamu termasuk apa! Mamamu mengaku putri orang kaya dan terpandang, sebenarnya hanya manusia rendahan. Jika bukan identitas Evi, merebut kekasih orang dengan paksa, aku juga tidak akan menjadi anak haram.”

Clara mengerutkan kening melihatnya, tidak bisa menahan cibirannya.

“Yunita, kamu sungguh pintar membolak-balikkan fakta. Yanto demi harta dan kedudukan, meninggalkan kalian ibu dan anak, kamu tidak menyalahkannya, sebaliknya malah mendorongkan semua tanggung jawab pada mamaku.

Jika pada saat itu, mamaku tahu kalau Yanto memiliki pacar, dia pasti tidak akan menjadi pihak ketiga. Jika mamamu merasa mendapatkan perlakuan tidak adil, sebelum dia menikah, kenapa tidak menghentikannya? Sebaliknya malah menunggu kakekku meninggal, ketika mamaku seorang diri tanpa sandaran, kalian bertiga langsung datang mencari.

Selama beberapa tahun ini, kamu mengandalkan sumber daya Tianxing media, menduduki posisi artis kelas satu dengan stabil. Mamamu dan adikmu menggunakan uang keluarga Qin, hidup dalam lingkungan yang kaya dan makmur, masih terus menghina keluarga Qin. Mendapat keuntungan dari orang masih mencaci maki orang, kalian sungguh cukup tak tahu malu.

Kalian bukan hanya tidak tahu malu, juga memiliki hati yang licik. Demi sebuah peran, langsung menghabisi nyawa mamaku, Yunita, apakah hatimu berwarna hitam?”

Yunita sedikit terkejut melihatnya, kemudian mulai tertawa keras beberapa kali, “Ternyata kamu sudah mengetahuinya, pantas saja kamu melakukan perencanaan panjang untuk menghadapi aku! Benar, aku yang membuat mamamu mati, dia memang harus mati, orang yang menghalangi jalanku, semuanya pantas mati.”

“Yunita, apakah kamu tidak takut balasan karma?” Clara bertanya dengan suara berat.

“Balasan karma? Dimana balasan Karma?” Yunita memegang pipinya, senyuman sedikit mengerikan, “Bukankah Lipan sudah mati, tidak ada yang bisa bersaksi melawanku, aku akan segera dibebaskan dengan vonis tidak bersalah. Clara, walaupun kamu menikah dengan Rudy juga tidak bisa apa-apa, apa tuan muda keempat Sutedja berani membunuhku secara terang-terangan!”

“Memang kenapa kalau Lipan mati, Yanto dan Limanto juga sudah dikendalikan oleh pihak kepolisian, kamu masih berharap Yanto bisa menyelamatkanmu? Jangan bermimpi lagi, sekarang dia bahkan tidak bisa menyelamatkan diri sendiri.” Clara berkata dengan datar.

Yunita mendengarnya, sikap sombong seketika sirna, ekspresi di wajah berubah jadi mengerikan sekali, “Apa yang kamu katakan!”

“Apa kamu tidak dengar dengan jelas?” Clara sambil tersenyum dingin, mengulang sekali lagi, “Yanto tidak bisa menyelamatkanmu lagi, tidak ada yang bisa menyelamatkanmu, baik-baik jalani sisa hidupmu di dalam penjara saja.”

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu