Suami Misterius - Bab 1365 Kamu Gila Ya!

Ditakdirkan menjadi malam tanpa tidur.

Mahen berbaring di samping Diva hingga langit mulai cerah. Baru dia perlahan tertidur. Namun, dia tidur dengan tidak nyenyak, bahkan dalam tidurnya, pikirannya sangat kacau.

Mahen tidur dengan tak nyenyak sekali. Ketika dia bangun, di sampingnya sudah kosong.

Mahen mengepalkan tangannya dan mengetuk keningnya dengan pelan beberapa kali. Mungkin karena dia tidak tidur dengan nyenyak, kepalanya terasa sedikit sakit.

Setelah itu, dia duduk di ranjang, menarik sandalnya lalu turun dari ranjang. Dia sudah mengelilingi kamarnya, namun tetap tidak melihat Diva.

Dia mengambil jam tangan di meja samping ranjang dan mengecek jam. Sekarang pukul delapan pagi, kemana dia akan pergi sepagi ini?

Mahen mengenakan pakaiannya dan berjalan keluar kamar, lalu menuruni tangga kayu.

Di ruang tamu di lantai pertama, ibu Diva sedang duduk melamun di sana.

“Ma, Diva dimana?” tanya Mahen lantang setelah menuruni tangga.

“Diva pergi ke rumah sakit.” jawab ibu Diva.

“Pergi ke rumah sakit? Apa dia sedang tidak sehat?” Tanya Mahen tidak mengerti.

"Dia tidak mengatakan apa yang akan dia lakukan di rumah sakit. Aku kira, hari ini adalah hari pemeriksaan kesehatannya. Aku saja tadi juga tanya, mengapa dia tidak pergi denganmu. Dia bilang kamu tidak tidur nyenyak kemarin malam. Dia memintaku untuk tidak mengganggumu, lalu dia langsung pergi keluar.”

Setelah ibu Diva selesai bicara, dia melihat Mahen mengerutkan kening, lalu dia pun berkata, "Jangan terlalu khawatir. Dia keluar dengan asistennya. Asisten Diva adalah orang yang sangat cekatan dan begitu dewasa. Jika ada dia yang menemani, Diva pasti akan baik-baik saja.”

Mahen mengangguk, tapi keningnya masih mengkerut dengan tidak nyaman.

“Aku sudah memasak bubur dan terus menghangatkannya. Sana makan sarapan dulu.” Setelah ibu Diva berdiri dari sofa, dia hendak pergi ke dapur untuk menyajikan bubur, tapi Mahen menghentikannya.

"Ma, aku tidak nafsu makan. Kamu tidak usah repot-repot."

Ibu Diva terkejut sesaat, lalu menatapnya dan melihat Mahen yang seolah mau bicara tapi tak jadi, “Mahen, apa kamu sedang bertengkar dengan Diva? Pagi ini ketika Diva keluar tadi, aku melihat suasana hatinya tidak terlalu baik.”

Diva jarang sekali memperlihatkan senang, sedih atau marahnya. Tapi ibu Diva sebagai ibunya bisa melihat dengan jelas apakah putrinya senang atau tidak senang.

Mahen merapatkan bibir tipisnya, lalu menjawab dengan tenang, “Tidak.”

Bertengkar? Dia ingin bertengkar dengan Diva, tapi itu sangat sulit. Diva orang yang acuh tak acuh pada segalanya, bahkan jika pun memang bertengkar. Menurut Mahen, mungkin hanya dia yang memainkan drama pertengkaran ini sendirian.

Meskipun Mahen berkata tidak, tapi ibu Diva bisa melihat ketidak beresan disini. Dia hanya menghela napas saja.

"Mana ada lidah yang tidak bersentuhan dengan gigi? Ketika dua orang hidup bersama, maka pasti akan muncul perbedaan dalam gaya hidup dan cara berpikir mereka. Sehingga perselisihan pasti akan terjadi tanpa bisa dihindari. Bahkan orang tuamu saja, mereka yang sangat mencintai satu sama lain juga begitu."

Ketika ibu Diva bicara, dia samar-samar menghela napas lagi. Pernikahannya sendiri sudah buruk dan gagal. Dia tidak punya pengalaman apa-apa yang pantas untuk dipelajari oleh generasi muda. Jadi, dia mengambil contoh dari orang tua Mahen.

Mahen terdiam beberapa saat, lalu mengangguk.

Setiap kali ada perselisihan antara orang tuanya, ayah Mahen akan mengalah tanpa alasan dan seperti tak berprinsip. Ketika Mahen masih kecil, dia merasa ayahnya yang merupakan pria dewasa yang takut kepada istrinya, ini benar-benar terlalu bodoh dan memalukan.

Tapi ketika sudah tumbuh dewasa perlahan, dia baru menyadari kalau keharmonisan keluarga didapatkan dengan masing-masing ada yang mengalah dan mengabulkan keinginan pasangannya.

Pernah sekali, ayahnya minum terlalu banyak alkohol, lalu ayahnya berkata kepada mereka: Bisa menikahi wanita yang paling dia cintai dalam hidupnya ini, punya istri dan anak. Tidak ada lagi ketidak puasan dan penyesalan dalam hidupnya.

Perasaan ini, Mahen sekarang bisa mengerti dan memahaminya.

Dia jatuh cinta kepada Diva dan sudah mendapatkannya. Ketika pertama kali memilikinya, Mahen seringkali tidak bisa tidur karena terlalu kegirangan, bahkan sangat takut kehilangannya.

Sampai akhirnya mereka menikah dan memiliki kehidupan kecil yang menjadi milik mereka berdua. Mahen merasa sangat beruntung, bahagia dan sangat puas sekali. Dia sangat mencintai Diva, bahkan rasanya selalu ingin memberikan yang terbaik di dunia ini kepadanya.

Itu sebabnya dia menjebak Guan. Agar membuat Diva bisa keluar dari keluarga Maveris rawa yang tidak karuan itu. Dengan begini, Diva bisa merawat diri dan janinnya dengan tenang.

Dia hanya tidak menyangka kalau Diva tidak menghargai usanya ini....

Diva tidak ada di rumah, Mahen pun pergi ke perusahaan.

Pikiran Mahen akhir-akhir ini pada dasarnya tidak terpatut di tempat kerja. Tapi urusan perusahaan tidak dapat diabaikan sepenuhnya. Modal dana perlu dioperasikan, jika tidak maka akan menjadi dana menganggur dalam jumlah besar.

Dia masih harus terus memperhatikan dan mengamati pasar saham sepanjang waktu dan menunggu waktu yang tepat untuk bergerak.

Mahen kembali ke perusahaan tapi dia masih saja mengkhawatirkan Diva. Dia memerintahkan asistennya untuk memeriksa rencana perjalanan Diva hari ini.

Pagi harinya, Mahen ada rapat dengan beberapa ahli analis perekonomian untuk menganalisa perubahan pasar saham Amerika serikat dan domestik. Hingga akhir rapat, itu sudah sore hari.

Asisten mengetahui melalui video departemen lalu lintas di berbagai persimpangan kalau Diva pergi ke rumah sakit dan menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Tidak jelas apa yang dia lakukan. Dia harus mengirim seseorang ke rumah sakit untuk penyelidikan lebih lanjut.

Setelah mendengarkan laporan asisten, Mahen mengangguk tenang. Setelah pasar saham tutup pada sore hari, dia langsung pergi ke rumah sakit dan ingin menjemput Diva.

Namun, saat sudah di tengah jalan, asistennya menelepon dan memberi tahu kalau Diva sudah tidak ada lagi di rumah sakit. Sesuai dengan rute mengemudinya, harusnya Diva pulang.

Mahen segera putar balik mobilnya dan pergi menuju ke rumah.

Ketika Mahen kembali ke apartemen, Diva belum juga kembali. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon nomer Diva. Telepon sudah berdering cukup lama, tapi tidak ada yang menjawabnya, dan akhirnya otomatis terputus.

Mahen sedikit mengerutkan dan memegang ponselnya dan hendak menelepon Diva lagi. Tapi tiba-tiba pintu apartemen terbuka, lalu Diva masuk dari luar.

Dia mengenakan rok panjang berwarna gelap dan menenteng tas di tangannya. Entah itu karena warna roknya yang gelap atau apa, tapi wajahnya jadi terlihat sangat pucat.

Setelah Diva masuk, dia menutup pintu dan berdiri di pintu masuk untuk mengganti sepatunya, lalu berjalan masuk ke dalam apartemen dengan sandalnya.

Mahen mengkhawatirkannya sepanjang hari ini, jadi ketika dia bicara nada bicaranya tidak terlalu baik, "Kemana saja kamu pergi, kenapa kamu tidak menjawab teleponku."

Diva menatapnya dengan samar dan menjawab, "Aku baru saja di lift dan sinyalnya tidak bagus."

Mahen menatapnya dalam-dalam, dan akhirnya mengendalikan emosinya yang kesal. Dia berjalan ke arahnya, mengulurkan tangan dan memeluknya, dan nada bicaranya memelan.

“Sepanjang hari tidak ada kabar darimu, apa kamu tahu betapa aku mengkhawatirkanmu.” Selesai bicara, dia terbiasa mengulurkan tangannya dan menyentuh perut Diva. Lalu berkata lagi, “Apakah kamu dan si bayi lapar? Mama harusnya sudah merebus sarang burung walet. Aku akan mengambilkannya untukmu.”

Setelah Mahen selesai bicara, dia berbalik hendak masuk dapur, tapi dihentikan oleh Diva.

“Jangan repot-repot. Aku sudah menggugurkan anak itu.” Diva mengangkat matanya untuk menatap Mahen dan berkata dengan tenang.

Mahen tampak heran, terkejut, dan bahkan memandangnya dengan tidak percaya. Reaksi pertamanya adalah mengira kalau dia salah dengar.

Dia terdiam beberapa saat sebelum menemukan suaranya, "Diva, apakah kamu bercanda?"

“Apa menurutmu aku akan membuat lelucon mengenai hal semacam ini denganmu.” Diva menatapnya dengan tenang, lalu mengangkat lengannya dan meletakkan tas di depan Mahen. “Laporan aborsi ada di dalam tas. Jika kamu tidak percaya, kamu juga bisa meminta asistenmu memeriksanya ... "

Diva belum selesai bicara, tas yang dia bawa sudah terjatuh ke tanah karena tepisan tangan dari Mahen.

Mahen membelalakkan matanya menatap Diva. Wajahnya tampak muram seperti akan menangis. Tetapi lingkaran matanya perlahan berubah memerah.

“Diva, kamu gila ya?” teriaknya. Saat berikutnya, telapak tangannya mencengkeram pundak Diva dengan sangat erat dan kencang. Diva hanya merasakan sakit di pundaknya, tulang pundaknya rasanya akan diremukkan oleh Mahen.

"Kenapa? Kenapa kamu melakukan ini? Hanya karena aku menyuruhmu mengundurkan diri dari posisi CEO perusahaan? Kamu bisa memberitahuku jika kamu tidak menginginkannya. Kalau ada masalah apapun, silahkan marah saja kepadaku. Kenapa kamu harus menyakiti anakku?"

Novel Terkait

Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu