Suami Misterius - Bab 561 Kamu Datang, Langit Juga Cerah

“Barang-barangmu, boleh dibawa pergi.

Jika sampai pihak pengadilan datang untuk menyingkirkan orang, maka, aku akan menyelidiki hak kepemilikan barang-barang itu.”

Clara berkata dengan raut wajah yang mendalam.

Wini bukan orang bodoh, langsung mengerti maksud Clara.

Semua barang berharga yang ada di tangannya adalah pemberian Yanto, jika Clara mau menyelidikinya, maka dia benar-benar akan kehilangan semuanya.

Wini adalah orang pintar, segera kembali ke kamar untuk mengemas barang-barangnya.

Clara tahu, nenek Santoso juga orang yang pintar, saat nenek Santoso menyadari tidak akan mendapat keuntungan apa-apa darinya, juga akan patuh mengemas barang-barangnya, pindah ke apartemen Antapani.

Clara berjalan keluar dari vila, bahkan lupa membawa payung.

Dia seorang diri, jongkok di bawah pohon mawar yang sudah layu, memandang kelopak bunga yang berserakan di tanah, pandangan mata juga sedikit kabur.

Dalam benak Clara mendadak terlintas banyak gambaran, banyak sekali gambaran saat masih kecil.

Dia mengenakan dres tutu warna merah, rambut dikepang dua, bermain petak umpat bersama Yanto di taman, suara tertawa cekikikan menyebar di seluruh taman.

Mama memegang gunting merapikan ranting bunga, di wajah penuh senyuman hangat, masih terus mengingatkannya untuk lari perlahan-lahan, jangan terlalu gila, agar tidak jatuh.

Yanto menggendongnya dari bawah tanah, sambil tersenyum hangat mengatakan: “Tuan putri kecil, jangan main lagi. Mama sudah mengkritik kita.

Ayo jalan, papa bawa kamu masuk ke dalam main blok bangunan.”

Satu tangan Yanto menggendongnya, satu tangan lagi merangkul Evi, sekeluarga sambil tersenyum berjalan ke dalam vila……Clara sedikit menundukkan kepala, air mata tidak bisa dikendalikan terus mengalir ke bawah.

Jika bukan duduk di sini, dia hampir saja lupa, dulu dia juga memiliki masa-masa bahagia.

Pada saat itu, kakek masih hidup, orang tua juga belum bercerai, walaupun semua ini hanya ilusi yang diciptakan oleh Clara.

Namun, jika bisa, dia sungguh ingin seumur hidup tetap hidup dalam ilusi, hidup dengan lugu.

“Nona, kenapa kamu duduk di sini dan kehujanan, jika kedinginan sangat mudah sakit.”

Wulan tergesa-gesa berlari keluar dari dalam vila, tangan memegang sebuah payung besar, menutupi kepala Clara.

“Bibi Wulan, kenapa kamu keluar?”

Clara bertanya dengan suara serak dan terisak.

Wulan memberikan sebuah ponsel pink padanya, “Ponselmu tertinggal di ruang tamu, tuan muda keempat Sutedja menelepon.”

Clara langsung mengambil ponsel yang diberikannya, menekan tombol menjawab panggilan.

“Rudy.”

“Menangis?”

Suara Rudy agak berat.

Meskipun Clara berusaha menyembunyikannya, berusaha keras agar tetap tenang, tapi Rudy tetap bisa mendengar suara isakan dari dalam suaranya.

“Oh, hanya teringat dengan beberapa kenangan masa lalu.”

Clara menghapus bekas air mata di pipinya.

“Apakah kamu sudah selesai?

Aku pergi menjemputmu.”

Dari seberang telepon, Rudy berkata.

“Eng, sudah diselesaikan.

Apakah presdir Sutedja bisa meluangkan waktu?”

Clara bertanya.

“Rapat baru saja selesai, nanti malam tidak ada jamuan bisnis, khusus menemanimu.”

Rudy berkata sambil tersenyum hangat.

“Baiklah, aku akan menunggumu di depan pintu vila keluarga Santoso.

Kita pergi bersama ke TK untuk menjemput Wilson.”

Clara berkata.

Rudy mematikan telepon, memerintahkan Johan asistennya untuk membatalkan jamuan bisnis nanti malam.

Sebagai kepala asisten khusus presdir Sutedja, tuan Johan merasa kesulitan, “Presdir Sutedja, pertemuan dengan Direktur Cheng nanti malam, sudah dipastikan dari tiga minggu lalu, bulan depan Direktur Cheng harus kembali ke Jerman untuk bertugas, takutnya……” “Johan, apakah semua yang kamu katakan ini aku tidak jelas?”

Rudy sedikit mengerutkan kening, sikap sangat dingin.

“Aku tidak ingin mendengar semua ini, segera suruh departemen sekretaris lakukan koordinasi, jika hal sekecil ini juga tidak bisa dilakukan dengan baik, apa gunanya departemen sekretaris, hanya bisa makan saja?”

“Baiklah, presdir Sutedja, aku segera melaksanakannya.”

Johan membalikkan badan, baru saja mau berjalan keluar dari ruang kantor presdir, Raymond membuka pintu dan masuk.

“Aku sudah menyusun ketetapan untuk negosiasi dengan Pak Cheng, apakah sudah harus berangkat?

Pak Cheng orang yang paling banyak masalah, paling tidak suka orang terlambat.”

Raymond memegang sebuah dokumen di tangannya, sambil berkata.

Rudy berdiri, mengambil mantel dari rak gantungan, di letakkan di salah satu lengannya.

Dia melirik Raymond sejenak, kemudian berkata dengan nada datar: “Negosiasi sudah dibatalkan, aku ada sedikit masalah pribadi yang harus diurus.”

“Masalah pribadi?”

Raymond mengulurkan tangan memegang kepala, hanya merasa sakit kepala.

“Situasi apa lagi yang terjadi pada istrimu?”

Rudy selalu bisa membedakan masalah pribadi dan pekerjaan, terhadap pekerjaan tidak pernah bersikap sewenang-wenang, kecuali bertemu masalah Clara.

“Suasana hatinya tidak baik, aku perlu menemaninya.”

Rudy berkata jujur.

Raymond sedikit tidak tahan, menjawab sepatah: “Suasana hati istrimu tidak baik, kamu langsung menghancurkan bisnis beberapa ratus miliar, Rudy, kamu ini bukannya salah!”

“Tidak salah, sekarang pikiranku sangat jelas.

Sekarang suasana hati Clara sedang tidak baik, aku tidak menemani di sisinya, mungkin bisa terjadi sesuatu padanya kapan saja.

Mengenai bisnis, kerjakan apa tidak, sudah tidak masalah, aku juga tidak kekurangan uang segitu.”

Rudy selesai bicara, membawa mantel, dengan langkah cepat berjalan keluar.

Saat Rudy melajukan mobilnya menuju vila keluarga Santoso, hujan juga sudah berhenti.

Dari kejauhan, sudah melihat Clara duduk di tangga batu depan pintu, rambut panjang terurai berantakan, pipi agak pucat, menundukkan kepala, mirip seorang anak kecil yang tidak memiliki rumah, menunggu orang mengadopsinya.

Dia melihat Rudy keluar dari mobil, segera melompat turun dari tangga, berlari ke hadapannya dengan langkah cepat.

“Kamu sudah datang.”

Dia mendongakkan wajah kecil, berkata sambil tersenyum.

Rudy malah sedikit mengerutkan alis, mengulurkan tangan meraba rambutnya sejenak, “Kenapa kehujanan?”

“Lupa bawa payung.”

Clara menjawab dengan enteng.

Kemudian, sepasang tangan lembut yang dingin memegang telapak tangan Rudy yang hangat, sambil mendongak, berkata dengan wajah serius, “Rudy, kamu lihat, kamu datang, langit juga cerah.”

Rudy tersenyum hangat, memandangnya dengan tatapan lembut, sambil mengangguk berkata: “Eng, asalkan ada aku, langit yang ada di atas kepalamu, selamanya akan selalu cerah.”

“Suamiku paling baik.”

Clara sambil tersenyum masuk ke dalam pelukannya, mata sangat basah.

Rudy memeluknya, penuh perhatian berkata: “Masuk ke mobil, pulang dan ganti pakaian yang sudah basah, agar tidak kedinginan.”

“Eng.”

Clara mengangguk, lalu mengikuti Rudy masuk ke mobil, mobil melaju keluar dari area vila keluarga Santoso, vila indah dan elegan itu semakin mengecil berada dalam kaca spion.

Waktu masih keburu, Clara kembali ke apartemen untuk mandi dulu, mengganti pakaian yang bersih, kemudian, pergi ke taman kanak-kanak bersama Rudy untuk menjemput Wilson.

Tentu saja, Clara sebagai artis tidak leluasa menunjukkan wajahnya di depan publik, jadi, dia hanya bisa duduk di dalam mobil untuk menunggu.

Melalui jendela mobil, melihat tangan besar Rudy memegang tangan kecil Wilson, ayah dan anak berjalan ke arahnya.

Pintu mobil dibuka, Clara sudah mengulurkan tangan menunggu.

Wilson sangat senang melompat ke dalam mobil, masuk ke dalam pelukannya.

“Papa dan mama datang bersama menjemput Wilson, betapa bahagianya.”

Pria kecil tertawa cekikikan.

“Mama juga merasa bahagia sekali.”

Clara memeluk putranya, terus menciumnya.

Mobil melaju menuju rumah, melewati sebuah toko kue, Wilson merengek ingin makan kue tart.

Rudy menyuruh supir berhenti di tepi jalan, menggendong putranya masuk ke dalam toko untuk membeli kue tart.

Toko ini tidak terlalu luas, tapi toko bermerek kelas atas yang terkenal, kue tart di dalamnya sangat mahal.

Wilson berdiri di depan kaca etalase, mengulurkan jari menunjuk sebuah kue tart kartun yang cantik sekali, “Papa, Wilson suka yang ini.”

Novel Terkait

Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu