Suami Misterius - Bab 864 Sulit Mendapatkan Ibu Mertua Yang Baik

"Bu, aku belum pernah mendengar apa pun. Beberapa hal hanya keliru saja, itu tidak benar."

Suara Nyonya Kedua Sunarya sangat khas jadi Clara dapat langsung mengenalinya begitu mendengar suaranya. Suara lainnya adalah suara Talia. Talia jelas sekali tahu mengenai teori untuk menyenangkan seseorang dari ucapan jadi dia pun buru-buru menyela ucapan Nyonya kedua Sunarya.”

"Ibu, kamu coba dulu saja bajunya. Choengsam ini sangat cocok dengan kulitmu. Jika kamu mengenakannya pasti bagus sekali.”

"Em, kurasa juga begitu. Kamu bantu aku mengancingkan kancing untukku, jangan mengikatnya terlalu kencang nanti takutnya mencekikku." Kata Nyonya kedua Sunarya, Talia berhasil mengalihkan perhatiannya sehingga tak meneruskan topik pembicaraan tadi.

Clara malas memedulikan mereka, dia pun melanjutkan ganti baju.

Meskipun Clara mengenakan model baju wanita tapi baju ini adalah pakaian sekeluarga. Jadi, demi mencocokkannya dengan pakaian suami dan anaknya, desainnya pun tidak terlalu berlebih. Hanya saja, ketika dikenakan di tubuh Clara, dia masih saja terlihat sangat muda dan cantik.

Setelah berganti pakaian, mendorong pintu lalu berjalan keluar dari ruang ganti.

Kebetulan sekal,. pintu ruang ganti di sampingnya juga terbuka. Nyonya kedua Sunarya dan Talia keluar dari dalam ruang ganti itu.

Nyonya Kedua Sunarya mengenakan cheongsam merah panjang. karena tubuhnya yang cukup gemuk, seluruh dirinya jadi tampak seperti lentera yang bergerak, yang memberikan kesan kebahagiaan.

Clara mengagumi sekali Talia ini, bagaimana dia bisa mengucapkan pujian itu tanpa hati nurani. Benar-benar tidak mudah menjadi seorang menantu.

Clara tiba-tiba teringat dengan Ardian, ibu mertuanya yang sangat baik itu.

Talia melihat Clara, tampak jelas kecanggung di wajahnya. Mungkin dia berpikir kalau kedap suara ruang ganti tidak begitu baik.

“Keluar belanja jalan-jalan memperlihatkan dengan jelas kalung tujuh karat, ini namnya sih sikap pamer orang kaya baru. Benar-benar memalukan saja.” cibir Nyonya kedua Sunarya sambil melirik ke Clara.

Clara biasanya selalu menaruh kalung itu di dalam bajunya. Tapi ketika dia ganti baju barusan, dia tidak sadar kalau kalung itu ikut keluar dari bajunya. Dia malas sekali memedulikan Nyonya kedua Sunarya itu. Jadi dia bersikap seolah tak melihat atau pun mendengarnya.

Ekspresi wajah Talia jadi terlihat semakin canggung. Dia berdeham sejenak lalu menyapa, “Clara, kebetulan sekali ya.”

“Memang kebetulan sekali.” kata Clara dengan santai.

Senyum di sudut bibir Talia tampak canggung, lalu dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Nyonya kedua Sunarya adalah orang yang tidak memedulikan apa kata orang. Dia sangat sombong sekali, dia berkata dengan kesal, “Melihat orang yang lebih tua tapi tidak menyapa. Aturan keluarga Sunarya berasa hanya sebagai pajangan saja ya!”

Clara malas sekali memedulikan Nyonya kedua Sunarya itu. Tapi dia tidak menyangka nyonya kedua Sunarya berani-beraninya memakinya. Clara jelas tidak akan merasa tidak enak sedikitpun lagi kepadanya.

“Tante ini, ibumu?” tanya Clara sambil mengedipkan mata indahnya bertanya kepada Clara. Ada untungnya hilang ingatan, bisa seenaknya mengenali siapa ataupun tidak mengenali siapa.

Talia, “.....”

“Kamu....” ekspresi wajah nyonya kedua Sunarya langsung berubah. Ketika mau membuka mulutnya, tiba-tiba Clara memotong ucapannya lagi.

Tatapan mata Clara memandangi tubuh Nyonya kedua Sunarya dari atas sampai ke bawah, lalu dia berkata dengan serius.

“Tante, umurmu kan sudah tua, menurutku sudah tidak cocok mengenakan pakaian berwarna merah cerah seperti ini. Jika yang tidak tahu, nanti malah mengiramu punya pekerjaan spresial menganggapmu nyonya yang punya rumah bordir. Ada lagi, pakaian yang lebih lebar dan longgar akan lebih cocok untukmu. Dengan tubuhmu yang gemuk ini, lebih baik jangan menggunakan Choengsam, malah nanti kelihatan semakin gemuk. Jika diliat dari kejauhan, malah akan dikira lentera saja.”

“Kamu, kamu, kamu!” Nyonya kedua Sunarya terbata-bata tidak tahu harus mengatakan apa sambil menjentakkan kakinya emosi.

Selesai mencibirnya, Clara pun berjalan ke samping Rudy, merangkul lengan Rudy dan berkata, “Suamiku, menurutku yang ini bagus kok. Ayo kita bayar.”

“Em.” Jawab Rudy mengangguk dengan lembut menunjukkan kesetujuannya.

Pegawai toko menghamipiri lalu memujinya, dia tersenyum lalu bertanya, “Tuan, permisi mau tunai atau gesek?”

Rudy menoleh menatap Clara, lalu bertanya dengan serius, “Istriku, tunai atau gesek?”

“Apa kamu tidak bawa dompet?” tanya Clara.

“Bawa.” Jawab Rudy, “Pengeluaran bulan ini besar sekali, semuanya pakai kartu kredit bayarnya.”

Kartunya sudah habis digunakan oleh Clara dalam berbagai acara terkenal dan luar biasa. Sekarang di tangannya hanya ada beberapa kartu kredit biasa dan juga beberapa lembar cek.”

Bulan ini biaya berbagi dengan sesama cukup banyak, dan semuanya menggunakan kartu kredit hingga nominalnya sudah sampai batas maksimal kartu kreditnya. Mengenai cek, beli baju masa masih harus menggunakan cek yang ditandatangani sendiri, tuan muda Sunarya ini juga masih ingin mejaga kehormatan dan martabatnya.

“Beli satu stel pakaian ini kamu minta istrimu yang membayarnya.” Kata Clara memanyunkan bibirnya.

“Istriku, uangku semuanya sudah aku berikan kepadamu. Kali ini benar-benar sudah tidak ada uang pribadiku.” Kata Rudy dengan sangat serius, sampai membuat pegawai toko yang ada di samping mereka tak bisa menahan senyumnya.

Clara mengedipkan matanya dan tampak sangat terkejut. Keberadaan Rudy selama ini bagai dewa di hatinya, siapa juga yang pernah berpikir kalau dewa sebesar itu bisa jadi berpura-pura dan bersikap begitu kasian dan lusuh seperti ini.

Clara mengeluarkan dompetnya, tampak jelas beberapa kartu berwarna emas dan hitam yang berjejer rapi menyilaukan mata.

Clara langsung mengambil satu kartu dan menyerahkannya pada pegawai toko.

Setelah selesai menggesek kartu bank itu, pegawai toko itu dengan sopannya menyerahkan kembali kartu itu. Clara menujuk ke Rudy, “Berikan ke dia saja, anggap saja uang jajan.”

Rudy, “....”

Dia tersenyum tak berdaya. Satu tangannya menenteng kantong belanjaan baju, satu tangannya merangkul pinggang Clara, dia tersenyum lalu berkata, “Terima kasih istriku yang dermawan.”

“Sama-sama. Ingat ya bersikaplah sebaik mungkin. Jika sikapmu tidak baik, aku akan mengambilnya kapanpun.” Kata Clara tersenyum sambil mengulurkan tangan mencubit pipi Rudy.

Ketika Clara, Rudy dan Wilson mau pergi meninggalkan toko, tiba-tiba Nyonya kedua Sunarya dengan sengaja menghampiri mereka.

Rudy sebenarnya juga tidak ingin memedulikan bibinya yang begitu tak masuk akal ini. Tapi bagaimanapun dia dibesarkan dengan baik dan berbudaya, jadi ketika menghadapi seorang yang lebih tua, dia tetap meresponnya.

“Bibi kedua.” Sapa Rudy dengan santai.

Panggilan bibi kedua yang dilontarkan Rudy ini membuat nyonya kedua Sunarya ini jadi semakin sok jadi tetua dan merasa dirinya harus dihormati.

“Rudy, bukan maksudku sok ikut campur atau apa. Tapi istrimu ini benar-benar deh. Di depan anggota keluarga yang lebih tua tidak menyapa malah mencibir dan menghina. Tidak berbudaya dan berpendidikan, tidak mengerti adat dan aturan ya. Membuat keluarga Sunarya kita ini jadi malu saja!”

Selesai mendengar itu, Rudy mengerutkan kening dan tampak ekspresi dingin dan kaku di wajahnya.

Dia orang yang begitu hangat dan masuk akal. Tapi bukan berarti bisa menerima segala sikap orang lain.

Hanya saja, belum sempat Rudy membuka mulutnya. Clara mengedipkan dan melebarkan matanya, dan bertanya dengan polosnya, “Suamiku, tante satu ini adalah?”

“Dia adalah istri paman keduaku. Kamu bisa memanggilnya sepertiku yaitu bibi kedua.”

“Oh.” Jawab Clara santai, “Ternyata bibi kedua.”

Nyonya kedua Sunarya menengakkan lehernya, seolah mau mengeluarkan beberapa kalimat sebagai orang lebih tua yang akan memberi pelajaran kepada Clara. Hanya saja, belum sempat dia membuka mulut, malah lebih dulu mendengar Clara berkata, “Ternyata bibi kedua ya. Aku kira ibumu loh. Benar-benar seenaknya saja menyuruh orang, terlalu ikut campur saja.”

Selesai bicara, Clara pun mengabaikan Nyonya kedua Sunarya. Satu tangannya menggandeng anaknya, satu tangannya yang lain merangkul Rudy lalu dia pun berjalan keluar. Dia berjalan sambil bergumam, “Bibi-bibi dan tante-tante seperti ini sungguh menyebalkan sekali.”

“Em.” Jawab Rduy.

Nyonya kedua Sunarya diabaikan begitu saja oleh mereka. Ekspresi wajahnya sekarang sungguh tidak menyenangkan.

Clara merangkul lengan Rudy lalu naik lift turun dan tidak mengatakan apapun juga di dalam lift.

Rudy menundukkan kepala memandangnya, lalu bertanya, “Apa yang sedang kamu pikirkan? Kenapa tidak bicara atau mengatakan apapun?”

“Aku memikirkan ibumu.” Jawab Clara.

“??” Rudy menatapnya bingung dan tidak mengerti.

“Ibu kita baik sekali ya, begitu anggun, pandai, masuk akal, dan sangat dermawan. Ibu mertua baik yang sangat sulit dicari di bumi maupun di langit.” Kata Clara.

Jika dibandingkan dengan nyonya kedua Sunarya, sosok dan kesan Ardian langsung berada di posisi tinggi sekali di hati Clara.

Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu