Suami Misterius - Bab 787 Sangat Kangen

“Rudy ?”

Clara terbengong sejenak, setelah itu langsung berlari menghampirinya bagaikan seekor burung kecil.

Sepertinya mempertimbangkan adanya orang lain yang berada di tempat, sehingga Clara tidak langsung berlarian ke dalam pelukan Rudy, dia langsung berhenti di samping Rudy dan menarik tangannya, wajahnya terpenuhi dengan senyuman kebahagiaan.

Markal tiba-tiba merasa senyuman tersebut sangat menyilaukan matanya.

“Rudy, kamu sudah pulang ya ?”

Suara Clara bertanya dengan nada kesenangan.

Rudy tersenyum lembut, lalu mengulur tangan dan mengelus kepala Clara, matanya penuh dengan tatapan memanjakan.

Setelah itu, Markal berjalan menghampiri, dia menghentikan langkahnya di tempat yang tidak terlalu jauh dan dekat dengan mereka, lalu menyapa dengan sopan, “Ketua Sunarya.”

“Tuan Chen terlalu sungkan.”

Nada bicara Rudy sangat datar, namun tetap terkesan sopan.

Pada kenyataannya, jabatan Markal lebih rendah dua tingkatan dibandingkan dengan Rudy, sehingga tidak ada salahnya juga apabila Markal menyapa Rudy dengan sebutan ‘ketua’.

“Sudah boleh pulang.”

Rudy menyimpan tatapannya, lalu beralih menatap Clara dengan tatapan lembut dan dalam.

Pada saat Rudy berbicara dengan Clara, nada bicaranya akan menjadi lembut dengan tanpa sadar.

Clara mengangguk padanya, lalu menjawab, “Ayo.”

“Tuan Chen, sampai jumpa.”

Satu tangan Rudy memeluk pada pinggang Clara, satu tangannya lagi sedang membuka pintu mobil.

Markal tetap berdiri di tempat, lalu juga menjawab dengan nada sopan, “Sampai jumpa.”

Setelah masuk ke dalam mobil Rudy, Clara menurunkan jendela mobil di sisinya, tidak lupa untuk melambaikan tangan kepada Markal.

“Abang Markal, ada waktu baru keluar bersama.”

Kejadian Ezra pada kali ini, Markal telah banyak membantunya, Clara juga sangat berterima kasih kepadanya.

Markal yang berdiri di luar mobil juga tersenyum dan mengangguk padanya.

Mobil semakin jauh berkendara, namun Clara tetap menyandar di jendela mobil, pada detik selanjutnya, tubuhnya langsung ditarik ke dalam pelukan seseorang.

“Sudah selesai lihat ?”

Rudy mengangkat alis, tatapannya matanya semakin dalam.

“Apa ?”

Clara menatapnya dengan tatapan bingung.

Pada saat saling bertatapan, bola mata Clara terpenuhi dengan jejak kasihan dan kebingungan.

Rudy tersenyum keceplosan, bahkan dirinya juga menyadari perasaan Markal terhadap Clara, namun gadis ini malah tidak menyadari apapun.

“Kalau sudah selesai memperhatikan pemandangan di luar jendela, sekarang sudah boleh memperhatikan aku ?”

Rudy tersenyum dan berkata, reaksi wajahnya mengandung senyuman tipis.

Mata Clara yang cantik terus menatap pada wajah Rudy, lelaki ini membawa aura mulia dan angkuh sejak kelahiran, wajahnya yang tampan membuat orang tergiur dengannya.

Clara mengelus sudut bibirnya secara refleks, untung saja, air liurnya belum mengalir keluar.

“Kenapa tiba-tiba pulang ?

Bahkan tidak kasih tahu aku dulu.”’

“Kasih kejutan untukmu, tidak suka ya ?’

Rudy tersenyum lembut, lalu bertanya lagi :”Sudah kangen denganku ?”

“Iya.”

Clara mengangguk dengan manja dan jujur.

Pada detik selanjutnya, Rudy langsung memeluk tubuh Clara dan meletakkannya pada paha sendiri.

Kedua pipi Clara merona merah, dia menatap supir yang duduk di depannya dengan reaksi canggung.

Supir di depan tetap duduk dengan tegap, sama sekali tidak terpengaruh dengannya.

Jelasnya dia bukan supir biasanya, malahan seorang tentara yang telah terlatih.

Clara memberontak dengan refleks, namun Rudy semakin mengeratkan pelukannya.

Clara tersenyum manis, dalam hatinya berpikir :Ketua Sunarya saja tidak takut malu di hadapan bawahannya, apa yang perlu ditakutkan dirinya lagi.

Oleh sebab itu, tangannya yang lembut langsung melilit pada leher Rudy, lalu bertanya dengan nada manja :”Kalau kamu ? Sudah kangen denganku ?”

Rudy menarik sudut bibirnya, dahinya berdempetan pada dahi Clara yang mulus, lalu berkata dengan suara serak, “Kangen, sangat kangen.”

Senyuman pada bibir Clara semakin lebar, jelasnya sangat puas dengan jawaban Rudy, dia sedikit mencibir bibirnya dan memberikan sebuah ciuman penghargaan kepada Rudy.

Rudy tersenyum lembut, lengan yang sedang memeluk pinggang Clara juga semakin mengerat.

“Biarkan aku peluk sebentar.”

Rudy berkata padanya, nada bicaranya mengandung jejak lelah dan lembut.

Pada saat dirinya bertugas di luar, dalam hatinya sangat merindukan istri dan anaknya, meskipun mengetahui bahwa sebagai tentara tidak boleh merisaukan masalah lain ketika sedang bertugas, namun apabila manusia mempunyai kepedulian tertentu, bagaimanapun tidak akan sanggup mengabaikannya.

Mobil perlahan-lahan berkendara masuk ke halaman rumah Sunarya, lalu berhenti di depan sebuah villa bergaya klasik.

Setelah mobilnya berhenti dengan stabil, Rudy baru menyimpan pelukannya, lalu masuk bersama Clara dengan bergandengan tangan.

Pada ruang tamu di lantai dasar, dengan jarangnya semua anggota keluarga Sunarya dapat duduk lengkap di dalam rumah.

Bahkan Bahron juga tidak keluar rumah.

Setelah Rudy masuk ke dalam rumah, Nyonya Tua Sunarya buru-buru memeluk dirinya.

Dia memperhatikan Rudy dari ujung ke ujung, sepertinya sangat mengkhawatirkan cucunya.

“Nenek, aku tidak apa-apa.”

Rudy tersenyum dan berkata.

“Bagus, yang penting tidak apa-apa.”

Nyonya Tua Sunarya mengangguk, matanya sedikit kemerahan.

Wajah Clara penuh dengan reaksi kebingungan, bukannya hanya berpisah dalam belasan hari, kenapa nyonya tua bereaksi seolah-olah perpisahan hidup dan mati.

“Orangnya sudah pulang dengan selamat, ibu jangan bereaksi bagaikan langitnya akan runtuh dalam seketika.”

Bahron membuka mulut dan berkata.

Nyonya Tua Sunarya mengelus sudut matanya, lalu digandeng oleh Clara untuk ke posisi tempatnya.

Bahron tidak mempedulikan Rudy, dia malahan menatap ke arah Clara, lalu berkata dengan nada yang terkesan lembut.

“Kalau pelakunya sudah tertangkap, seharusnya kasus Pamanmu tidak akan bermasalah besar lagi.

Dengarnya jantungnya kurang sehat, aku sudah memerintahkan ke rumah sakit kawasan tentara untuk menyisakan kamar, sudah bisa menginap di kapan saja.”

Clara mendengarnya dengan serius, namun tetap berbisik sendiri di dalam hatinya, dia tidak tahu kalau Pamannya ingin berkunjung ke sini, kenapa malah butuh mempersiapkan kamar rumah sakit pula.

Rudy juga menyadarinya, seharusnya Clara belum bisa mengerti dengan kata-kata ayahnya, sehingga menjelaskan lagi dengan penuh kesabaran :”Keadaan Paman pada saat ini, meskipun tidak terlibat dalam kasus korupsi, namun tetap saja harus bertanggung jawab karena kurang pengawasan.

Berdasarkan aturannya, seharusnya akan diberhentikan secara sementara.

Dengan memanfaatkan kesempatan ini, seharusnya menyuruh Paman berkunjung ke rumah sakit sini untuk melakukan perawatan kesehatannya.

Apabila ingin merawat di rumah sakit kawasan tentara, setidaknya harus menanti hingga setengah tahun yang akan datang, ayah orangnya tidak pernah menyalahgunakan jabatan, dengan jarangnya dia mengambil jalan pintas demi dirimu.”

Clara tersenyum lembut setelah mendengarnya, lalu berkata :”Terima kasih ayah.

Maaf merepotkan kamu karena masalah Pamanku kali ini.”

“Sekeluarga juga, tidak perlu berterima kasih lagi.”

Bahron langsung berdiri setelah selesai berbicara, tatapannya melirik sekilas ke tubuh Rudy, lalu berkata dengan nada dingin :”Kamu, ikut aku ke ruang baca.”

Bahron langsung berjalan ke lantai atas setelah selesai berbicara.

Clara menatap Rudy dengan tampang kebingungan, anaknya hampir setengah bulan tidak pulang ke rumah, barusan saja tiba di rumahnya, kenapa Bahron yang sebagai ayahnya malah bereaksi dingin ?

Pada saat Clara merasa penasaran, tentu saja juga langsung merasa khawatir.

Rudy menggenggam tangannya, lalu tersenyum untuk menasihatinya, “Tidak apa-apa, kamu tunggu di kamar saja.”

Rudy langsung berdiri setelah selesai berbicara, dia menginjak tangga berbahan kayu, lalu terus menuju ke arah ruang baca.

Pintu ruang baca yang berbahan kayu sedang tertutup dengan erat, Rudy mengetuk pintu dengan sopan, lalu langsung mendorong dan masuk ke dalam.

Pada saat satu kakinya baru menginjak ke dalam ruang baca, sebuah asbak rokok kristal sedang melayang ke arahnya.

Seandainya Rudy tidak bereaksi dengan cepat, pastinya akan terluka karena asbak rokok tersebut.

Asbak rokok langsung berbenturan pada pintu kayu dan akhirnya terjatuh di atas karpet, untung saja tidak pecah karena terbentur.

Rudy tetap tersenyum dengan elegan, lalu melangkahi kakinya dan masuk ke dalam ruangan, “Ayah, umur ayah sudah besar juga, jangan sering emosional.”

Bahron Sunary melototnya dengan tatapan dingin, lalu berusaha menekan emosionalnya dan berkata :”Kamu tidak mau nyawamu lagi ya, berani menangkap pelaku di kawasan pegunungan dalam keadaan terluka, bagaimana kalau terjadi sesuatu !”

“Hanya menangkap seorang asisten lemah saja, tidak akan terjadi masalah, ayah tidak perlu khawatir lagi.”

Rudy menjelaskannya dengan nada santai.

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu