Suami Misterius - Bab 779 Takut Dia Membuat Masalah Untuk Rudy

“Kalian sedang memerankan adegan yang mana?” Clara bertanya lagi.

Rudy bersama dengan Su Loran seperti itu cukup membuatnya tidak senang.

“Yang kamu katakan adalah Su Loran?”

Alis Rudy sedikit terangkat, nada bicaranya terdengar tidak perduli, “Group menari mereka mengadakan pertunjukkan disini, setelah pertunjukkan selesai, dia sengaja datang mencariku untuk bernostalgia, aku tidak mungkin mengusirnya, karena bagaimana pun hubungan keluarga Sunarya dan keluarga Su Loran terpampang disana, tidak mungkin merusak hubungan seperti itu. Aku sedang bingung bagaimana menghindar darinya, untung kamu datang.”

“Apa yang perlu di nostalgia diantara kalian. Apakah dia masih punya maksud padamu?”

Kedua tangan Clara menarik kerah baju Rudy dengan bibir mengkerut.

“Mungkin karena ingin mencari kesempatan dalam kesempitan.” Rudy menjawab.

“Sungguh memalukan.” Clara berkata sambil tersenyum mencibir.”

Namun senyum diwajahnya dengan cepat memudar dan berganti dengan ekspresi khawatir.

Rudy setengah merangkulnya, mengulurkan tangan untuk mengusap kepalanya, lalu berkata : “Sedang mengkhawatirkan masalah paman?”

“Kamu, kamu sudah tahu?”

“Baru saja mendapatkan kabar. Aku sudah menyuruh Raymond dan Aldio untuk mencari orangnya. Jangan khawatir, asalkan tidak berbuat salah tidak perlu goyah, apa yang tidak paman lakukan, tidak mungkin dihukum begitu saja.

Asalkan menemukan sekretarisnya, pasti akan ada cara untuk membuka mulutnya, KPK bukanlah lembaga yang makan gaji buta.” Clara mengangguk, namun alisnya tetap mengkerut.

“Rudy, aku ingin kembali ke Kota A dulu.”

“Hmm.” Rudymengangguk, “Aku akan mengurus beberapa pekerjaan yang ada ditangan, lalu menemanimu kembali.”

“Benarkah?” Clara terlihat begitu senang, mengangkat kepala sambil menatapnya dengan mata berbinar.

“Hmm.” Rudy menundukkan kepalanya dan mengecup keningnya dengan lembut.

Clara memesan dua lembar tiket pesawat besok pagi untuk kembali ke Kota A, siangnya dia sibuk membereskan koper dan barang untuk mereka.

Dan koper baru selesai disiapkan, Rudy langsung mendapat telfon dari atasannya, dia mendapat tugas di luar kota segera.

Seketika semua orang di keluarga Sunarya langsung panic dan kelimpungan.

Mematuhi tugas adalah kewajiban seorang tentara, Rudy hampir tidak bisa memilih.

Namun tidak jarang Rudy mengabaikan tugas demi Clara sehingga membuat orang kesal, dan yang paling ditakutkan oleh orang keluarga Sunarya adalah Rudy akan menolak menjalankan perintah yang diberikan karena Clara.

Bahkan Bahron sampai mengajak Rudy ke ruang kerjanya untuk berbicara.

Ardian tidak mengatakan apapun, karena dalam lubuk hatinya yang terdalam merasa Rudy seharusnya menemani Clara kembali ke Kota A.

Ketika Yanto meninggal, Rudy tidak hadir.

Sekarang Ezra mendapat masalah, kalau Rudy lagi-lagi tidak berada disisi Clara, maka dirinya sebagai suami akan menjadi momok yang tidak anggap sebagai pelengkap saja.

Dan keluarga Sunarya terlihat lebih mengutamakan kepentingan keluarga besar mereka.

Nyonya besar Sunarya menarik Rudy untuk bicara cukup lama, berusaha membujuknya dengan susah payah untuk waktu yang cukup lama.

“Rendi, kamu adalah tentara, seharusnya kamu tahu beban dan juga tanggungjawab yang kamu emban. Keluarga dan cinta kalau dibandingkan dengan kepentingan Negara juga warga, yanga mana yang lebih penting kamu tahu itu.

Apalagi Clara adalah anak yang begitu pengertian, dia pasti bisa memahami kesulitanmu.

Kamu tenang saja, bagaimana pun itu adalah saudara, masalah Ezra, keluarga Sunarya kita tidak akan tinggal diam.”

Entah Nyonya besar Sunarya sengaja atau tidak, ketika ia menarik Rudy untuk berbicara, jaraknya tepat membuat Clara bisa mendengarnya dengan jelas.

Kalau dulu, Clara akan menganggapnya sebagai sebuah kebetulan.

Namun dia tidak berpikir demikian sekarang.

Orang di keluarga Sunarya semua memiliki hati yang licik, meskipun sebuah ucapan yang terdengar biasa, bisa ada maksud yang terpendam didalamnya.

Keluarga Sunarya tidak hentinya berjanji tidak akan membiarkan masalah pamannya, namun sebenarnya mereka takut dia membuat masalah untuk Rudy.

Sikap keluarga Sunarya sudah begitu jelas, kalau dia tetap bersikeras meminta Rudy ikut pulang ke Kota A dengannya, kemungkinan akan membuat semua orang membencinya.

Clara tidak mengatakan apapun, hanya membongkar koper Rudy dan kembali meletakkan barangnya ke dalam lemari.

Rudy melihat dirinya yang hanya terdiam sambil merapikan barangnya, seketika merasa begitu sedih namun tidak berdaya.

Dia menghampiri dan merangkulnya dari belakang.

“Clara…….”

“Jangan bilang kamu mau mengatakan ‘maaf’ padaku lagi?” Clara berbalik, berkata dengan manja sambil tersenyum.

Kedua lengannya merangkul lehernya dengan lembut.

“Nenek dan ayah sudah berjanji untuk membantu masalah paman, aku juga bisa tenang. Kali ini kembali ke Kota A, hanya ingin menengok paman saja. kamu tidak ikut juga tidak apa.”

“Clara, maaf.”

Telapak tangan Rudy yang hangat memegang pipinya, mengucapkan maaf dengan nada yang begitu perih, tatapannya penuh dengan perasaan bersalah.

C,lara tersenyum sambil bersandar di dadanya, matanya yang indah menunduk.

“Aku baik-baik saja. malahan kamu, ketika menjalankan tugas jangan sampai tidak fokus, harus menjaga diri dengan baik. Jangan lupa, kamu pernah berjanji padaku untuk kembali dengan baik.”

Clara tidak pernah menanyakan pekerjaannya, juga tidak pernah tahu apakah itu berbahaya atau tidak.

Bagaimana pun, dalam tim militer ada beberapa rahasia yang tidak bisa diberitahukan padanya, sehingga dia memilih untuk tidak banyak bicara.

Satu-satunya yang Clara khawatirkan adalah keselamatannya.

Asalkan dia bisa kembali degan selamat, tidak ada yang penting lagi baginya.

Rudy menjalankan tugas, tanpa menunda-nunda langsung meninggalkan kota malam itu juga.

Keesokan harinya Clara terbang ke Kota A naik pesawat.

Supir keluarga Sunarya yang mengantar Clara ke bandara, awalnya Adrian juga ingin ikut, tapi Clara menolaknya.

Dia bukan anak kecil, tidak masuk akal setiap kali keluar ditemani oleh mertua.

Clara duduk didalam mobil, melihat pemandangan yang berlalu dan menghilang dibelakangnya, entah mengapa seketika merasa kesepian.

Dia pergi ke bandara seorang diri, membawa kopernya seorang diri, check in seorang diri.

Clara duduk di tempat duduk yang dekat jendela, tempat duduk disampingnya kosong.

Dia menundukkan kepala, mengeluarkan ponsel untuk mematikannya.

Dan disaat ini, seseorang yang berpostur tubuh tinggi dan besar duduk di sampingnya.

Clara mematikan ponsel, lalu refleks menoleh, ketika ia melihat Markal, tanpa sadar tercengang.

Markal melihatnya juga terlihat cukup terkejut, lalu tersenyum : “Clara, kebetulan sekali.”

Clara memperlihatkan senyum lembut.

Perjalanan yang panjang dan jauh, ada seseorang yang dikenal disamping, tiba-tiba tidak merasa begitu kesepian.

“Kak Markal, kamu juga kembali ke Kota A?”

“Hm, aku tidak tenang dengan kondisi bibi dan paman, sehingga pulang untuk menengok mereka.” Jawab Markal.

Ketika mereka sedang bicara, terdengar suara pramugari yang meberi instruksi dalam kabin, pesawat perlahan masuk ke dalam jalur dan lepas landas.

Clara dan Markal tidak bicara lagi, hanya menundukkan kepala mengenakan sabuk pengaman.

Setelah pesawat terbang diudara, pesawat menjadi jauh lebih stabil.

Clara dan Markal baru mulai mengobrol beberapa patah kata sesekali.

Markal juga orang yang cukup pintar, topic apapun yang dibicarakan oleh Clara, dia selalu bisa menyambung pembicaraan sehingga tidak membuat suasana menjadi dingin.

Tentu saja, yang paling banyak dibicarakan oleh mereka adalah tentang Ezra.

Untuk menduga dan mencari tahu lebih dalam detail masalah yang mungkin terjadi, namun sebanyak apapun mereka bicara, yang terpenting tetap harus menemukan sekretaris Ezra terlebih dahulu, kalau tidak masalah ini akan benar-benar menjadi kasus yang berat.

Setelah pesawat mendarat, mereka berdua langsung naik taksi dan menuju ke rumah sakit.

Sebelumnya Clara sudah menghubungi tantenya yang bernama Aeris, Aeris hanya mengatakan pamannya sudah melewati masa kritis, menyuruhnya untuk tidak khawatir.

Dan setelah Clara tiba dirumah sakit, ia baru tahu kalau kondisi Ezra jauh lebih parah dari yang dibayangkan.

Rumah sakit sudah beberapa kali memberikan peringatan berbahaya untuk kondisinya.

Untuk sementara Ezra memang sudah melewati masa kritis, namun dia masih belum sadar, terus berbaring di ruang ICU.

Sejak Ezra masuk rumah sakit, Aeris dan Tamtam terus menjaga di rumah sakit.

Hanya Mulyati yang tidak ada di sana.

Kabarnya Mulyati masih liburan di luar negri, sehingga ia tidak tahu hal yang terjadi di dalam negri sama sekali.

Tentu saja, masalahnya sudah jadi seperti ini, juga tidak ada yang memperhatikan dia pulang atau tidak.

Aeris berada dirumah sakit selama beberapa hari, terlihat begitu rapuh dan lesu, membuatnya terlihat lebih tua belasan tahun.

Tamtam juga tidak terlihat lebih baik, matanya penuh dengan urat merah, seperti ingin menelan orang saja, sepanjang hari hanya mengatakan : “Yang bermarga Zhao itu, setelah aku menangkapnya, aku pasti akan menghabisinya.”

Sekretaris Ezra bermarga Zhao, biasanya berhubungan cukup baik dengan keluarga Qin.

Ezra sangat baik pada siapapun, dia juga sangat perhatian pada sekretarisnya, karena sekretarisZhao adalah orang yang merantau, biasanya kalau ada acara apapun Ezra akan mengajaknya untuk merayakan bersama dirumahnya.

Tamtam bahkan menganggapnya bagaikan saudara.

Memang benar anjing yang bisa menggigit tidak akan menggonggong, sekretarisZhao terlihat seperti orang yang begitu baik, siapa yang menyangka dia akan melakukan hal yang begitu nekad, setelah muncul masalah dia langsung kabur dengan membawa uang sebanyak itu lalu membiarkan Ezra yang menanggungnya seorang diri.

“Sudah jangan sembarangan berteriak sekretarisZhao itu juga tidak mungkin bisa kabur keatas langit, pasti akan bisa ditemukan, jangan membuat kakak sepupu ikut khawatir. Kamu ajak mereka untuk menengok ayahmu dulu.” Aeris berkata dengan nada tercekat.

Dari balik jendela kaca yang tebal, Clara bisa melihat Ezra yang berbaring didalam sana, wajahnya pucat, nafasnya terlihat begitu samar, membuat kelopak matanya basah tanpa sadar.

Wajah Ezra yang begitu tegas muncul dalam ingatannya, senyumnya yang hangat dan ceria.

Ketika dia masih sangat kecil, Ezra paling senang mengangkatnya tinggi-tinggi dan mendudukkannya diatas bahunya.

Pamannya ketika itu begitu gagah dan kuat bagaikan gunung.

Dan saat ini, tokoh yang gagah dan tokoh bagaikan gunung itu tumbang diatas ranjang yang kaku.

Markal melihat Clara agak kehilangan control emosionalnya, langsung menyodorkan bahunya untuk membiarkannya menangis sebentar.

Ezra terus tidak sadarkan diri, kondisinya tidak bisa dikatakan baik.

Markal dan Clara ikut berjaga di rumah sakit.

Sampai malam, Aeris baru menyuruh mereka pulang.

Setelah Markal dan Clara berjalan keluar dari rumah sakit baru menyadari kalau mereka belum makan siang dan makan malam, perut kelaparan dan bagaikan genderang.

“Aku memesan kamar di Hotel Kuaijie yang ada didekat rumah sakit, kalau kamu tidak keberatan, kita mencari makan didekat kotel saja.” saran Markal.

Clara mengangguk, pamannya masih terbaring di rumah sakit, dia sama sekali tidak punya suasana hati untuk makan enak.

Hotel Kuaijie hanya berjarak dua gang dari rumah sakit, mereka sama sekali tidak memanggil mobil, dan langsung berjalan kesana.

Ketika melewati sebuah jalan, ada sebuah toko kue yang tidak besar di sudut jalan, dietalase terpajang berbagai macam kue, terlihat begitu nikmat.

Clara hanya meliriknya, Markal sudah melangkah masuk dan menyuruh pelayan membungkus beberapa kue.

Setelah membayar, dia keluar sambil membawa kantung berisi kue ke hadapan Clara dan menyodorkan kantung padanya, dia berkata sambil tersenyum : “Kelihatannya lumayan enak, aku asal memilih beberapa macam, kamu mau coba?”

Markal sangat pengertian, bahkan ucapannya juga diucapkannya dengan begitu sempurna, membuat Clara tidak akan merasa tidak enak sama sekali.

Clara tersenyum sambil menerima kantung berisi kue itu, membukanya dan mengambil sebuah kue untuk dimakan.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu