Suami Misterius - Bab 560 Di Sini Adalah Rumahku

Untung saja lemparan nenek Santoso tidak tepat, vas bunga pecah di samping kaki Clara.

Jika vas bunga ini mengenai kepalanya atau wajahnya, kalau bukan kepalanya yang pecah, maka wajahnya yang hancur.

Pecahan porselen berserakan di lantai, Clara bahkan tidak memiliki tempat untuk menginjakkan kakinya.

Meskipun temperamennya baik, tapi bukannya tidak memiliki emosi.

Jelas sekali nenek Santoso sudah membuatnya marah.

“Pergi? Di sini adalah rumahku, kenapa aku harus pergi?”

Clara membelalakkan sepasang mata indahnya, melihat mereka satu per satu.

“Rumahmu! Clara, anak perempuan yang sudah menikah adalah orang luar.

Apalagi, kamu membuat Yanto masuk penjara, keluarga ini sudah tidak ada hubungan denganmu lagi.

Ini adalah rumah putraku, sekarang, dalam keluarga ini aku yang menjadi kepala keluarga.”

Nenek Santoso sangat marah berteriak mengatakannya.

Dalam nada bicara nenek Santoso terdengar sangat alami dan wajar, membuat Clara ingin tertawa.

Apakah keluarga Santoso sudah terbiasa menjadi perampok, mengambil alih paksa barang orang lain, sewajar berpikir itu adalah milik sendiri.

“Nenek, kamu ingin menjadi kepala keluarga dalam keluarga Santoso, tentu saja aku tidak peduli.”

Tapi, rumah ini adalah peninggalan kakekku (kakek dari ibu), tempat mama dan pamanku tumbuh besar, juga tempat aku dilahirkan dan dibesarkan, jadi, aku mau mengambil kembali rumah ini.”

“Mengambil rumah?”

Kamu memiliki hak apa!”

Begitu nenek Santoso mendengarnya, benar-benar akan melompat.

Raut wajah Ester dan Wini juga sedikit berubah.

“Clara, kamu tidak salah, rumah ini milik paman, walau paman masuk penjara, nenek juga memiliki hak tinggal.

Kamu memiliki hak apa mengambil rumah dan mengusir orang.”

Ester dan nenek Santoso sejalan untuk menghadapi orang luar.

“Nenek sudah tua jadi telinga tidak baik, tidak mungkin kakak sepupu juga tidak mendengarnya dengan jelas bukan.

Aku sudah mengatakan, rumah ini adalah peninggalan kakekku, properti keluarga Pipin, tidak ada hubungan apa pun dengan keluarga Santoso.”

Clara tidak ingin menghabiskan waktu untuk berdebat, langsung mengeluarkan sertifikat rumah dari dalam tas, di letakkan di atas meja.

Di dalam sertifikat rumah, sudah tertulis nama Clara.

Ester dan Wini melihat sertifikat rumah, semua sedikit terpana.

Mereka semua tidak terlalu jelas dengan masa lalu keluarga Pipin dan keluarga Santoso, selalu berpikir kalau semua yang ada dalam keluarga Santoso adalah miliki Yanto dan nenek Santoso.

Nenek Santoso merasa malu karena dihina, saat bicara juga lebih menyindir.

“Clara, hari ini kamu berencana datang untuk mengusir aku keluar ya?

Baik, sekarang juga aku mengemas barang dan pergi, aku akan tidur di jalanan, agar semua orang bisa melihatnya, aktris terpopuler saat ini memasukkan ayah kandung ke dalam penjara, lalu mengusir nenek kandung ke jalanan.

Status nyonya Sutedja begitu mulia, apakah tuan muda keempat Sutedja tahu sifat alamimu yang tidak berperasaan ini!”

Kata-kata nenek Santoso ini, sungguh ancaman yang terang-terangan, pertama kalinya Clara menyadari ternyata nenek Santoso memiliki kefasihan bicara yang begitu baik.

Clara tersenyum tipis, mengatakan: “Nenek, kamu tidak perlu begitu emosi.

Aku tahu kamu orang yang cepat mengerti, dalam hatimu juga jelas, rumah ini bermarga Pipin.”

Wajah nenek Santoso sedikit menyimpang, tapi tidak mengatakan apa-apa.

Clara mengulurkan tangan memberi isyarat agar mereka duduk, Ester dan Wini mereka berdua memapah nenek Santoso duduk di ujung sofa.

Clara mengeluarkan sebuah sertifikat rumah lagi dari dalam tasnya, dan sebuah kartu atm, di letakkan di atas meja teh, kemudian, mendorongnya ke hadapan nenek Santoso.

“Aku memiliki sebuah apartemen kecil di Antapani, luasnya 90 meter persegi, dua kamar tidur dan satu ruang tamu, di sekitar sana ada taman, rumah sakit, supermarket dan pasar semua lebih dekat di sana.

Tingkat kenyamanan tempat tinggal sangat baik.

Kamu tinggal bersama kakak sepupu Ester, seharusnya sudah cukup.

Masih ada kartu ini, di dalam kartu ada enam ratus juta, anggap saja uang pensiun dariku untuk berbakti padamu.”

Nenek Santoso melihat-lihat sertifikat rumah, kemudian, sangat menghina di lempar kembali ke meja teh, sambil menyindir mengatakan: “Nyonya Sutedja yang sangat kaya, hanya mengunakan sebuah rumah kecil dan uang enam ratus juta untuk mengusirku?

Kamu sedang mengusir pengemis ya!”

Clara sedikit mengerutkan kening, mengusir pengemis?

Mengusir pengemis mana yang perlu uang sebanyak ini! Kota A di Antapani sebuah rumah dengan luas 90 meter persegi, harga pasaran setidaknya enam miliar, selama beberapa tahun ini, selera nenek Santoso sudah menjadi tinggi, rumah enam miliar bahkan tidak dipandangnya.

Sekarang dia memang nyonya Sutedja, Rudy memang sangat kaya, tapi kekayaan keluarga Sutedja, ada hubungan apa dengan keluarga Santoso ataupun nenek Santoso.

Keluarganya kaya apakah harus membaginya dengan mereka?

Uang di bank paling banyak, kenapa mereka tidak pergi merampok saja?

Clara tersenyum, pandangan sekilas melirik sertifikat rumah yang ada di meja.

“Nenek, kamu lebih tua pengetahuan juga luas, seharusnya tahu, aku sebagai cucu tidak memiliki kewajiban untuk membiayaimu, aku memberikan rumah ini padamu, termasuk menggantikan Yanto melaksanakan bakti.

Aku tahu kamu ada uang pensiun, ada sebuah tempat untuk tinggal, masa tuamu juga memiliki sebuah jaminan.”

“Jaminan?

Enam ratus juta termasuk jaminan apa! Nyonya Sutedja sungguh lucu sekali.”

Nenek Santoso tersenyum menyindir.

“Lalu menurutmu berapa baru termasuk ada jaminan?”

Clara bertanya, dia malah ingin mendengar, nenek Santoso masih bisa seserakah apa.

“Uang tunai tiga miliar, sebuah apartemen dengan luas 200 meter persegi, harus di pusat kota dan strategis.

Jika tidak, ingin menyuruh kami pindah rumah, tidak mungkin.”

Nenek Santoso berkata dengan sangat wajar dan beralasan.

Clara baru saja mengambil teh susu dari Wulan, baru saju di letakkan di samping bibir, begitu mendengar kata-kata nenek Santoso, tangan bergetar, teh susu hampir saja tumpah ke badannya.

Nenek Santoso bukan serakah lagi, melainkan benar-benar ingin merampok orang.

Dia batuk sekali, dalam sekejap tidak tahu harus mengatakan apa.

“Clara, kamu jangan mengira aku sudah tua dan linglung, maka mudah dibohongi.

Harga pasaran vila ini, secara garis besar aku juga jelas.

Persyaratan yang aku ajukan, juga tidak keterlaluan, jika dibandingkan dengan vila ini.

Nenek Santoso berkata dengan sangat jelas dan logis, sangat memiliki sikap bernegosiasi.

Akhirnya Clara tidak bisa menahannya lagi, langsung tertawa.

Pertama kalinya dia mendengar, ingin mengambil kembali barang milik sendiri, masih perlu mengeluarkan harga yang sama.

Satu-satunya niat baiknya untuk keluarga Santoso, ternyata dianggap orang sebagai mengusir pengemis.

Dipikir-pikir sungguh merasa lucu sekali.

Dari awal jika tahu akhirnya akan seperti ini, untuk apa dia harus melakukan hal yang tak perlu, langsung meminta pengadilan menegakkan hukum, mengusir semua ‘perampok’ ini saja.

Tangan Clara tertumpah banyak teh susu, Wulan bergegas bantu menyekanya.

Clara meletakkan teh susu ke meja teh, perlahan-lahan berdiri dari sofa.

“Maaf, aku tidak bisa menyetujui persyaratanmu.

Semua ketulusanku sudah ada di sini, jika kamu bersedia menerimanya, bisa secepat mungkin mencari perantara untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah, jika kamu tidak bersedia bisa langsung membuangnya.

Terakhir, aku beri kalian waktu satu minggu, jika tidak membereskan barang dan pindah, aku akan langsung minta pengadilan menegakkan hukum, mengusir kalian keluar.

Ada lagi, di dalam rumah ini ada banyak barang milik keluarga Pipin, bagi jelas baru pindah, jika mengambil apa yang bukan milik kalian, aku akan lapor polisi dengan kasus pencurian.”

“Kamu, kamu…..” Kali ini nenek Santoso benar-benar marah hingga tidak bisa bicara, hampir saja pingsan.

Ester sibuk menenangkan nenek.

Dan Wini malah menghalangi jalan Clara.

“Clara, lalu aku, bagaimana dengan aku?”

Wini tergesa-gesa bertanya.

Nenek Santoso setidaknya mendapatkan sebuah rumah dan uang enam ratus juta, dia tidak mendapatkan apa pun.

Clara mengerutkan kening melihat Wini, dia sama sekali tidak memiliki kewajiban untuk merawat bibi sepupu yang sama sekali tidak ada hubungan ini.

Novel Terkait

Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu