Suami Misterius - Bab 270 Menaikkan harga tanpa dasar

Ketika nenek Santoso berbicara, matanya selalu sesekali melihat ke arah Marco, penuh dengan isyarat dan petunjuk.

Dia tidak hanya bekerja keras untuk memuji kelebihan Ester, tetapi juga dengan sengaja mengutarakan, Meskipun Ester adalah keponakan Yanto, tetapi dia mendapat perlakuan yang sama seperti putri kandungnya sendiri, dan juga dapat diandalkan. Namun, dia sama sekali tidak tahu kalau ibu dan anak keluarga Ortega sangat memandang rendah keluarga Santoso.

Ester juga sedikit tertarik pada Marco, Dia mulai ngobrol dengannya walau masih malu-malu.

Marco sambil ngobrol dengan Ester, sambil melihat kearah ibunya, dia ingin tahu reaksi ibunya.

Marco juga tidak bodoh. Secara alami, dia bisa menebak niat nenek dan cucunya ini. Apalagi dia sendiri tidak tertarik dengan Ester, walaupun tertarik, hanya dengan status sebagai keponakan keluarga Santoso, jangan harap bisa masuk ke dalam keluarga Ortega.

Marco tidak ingin ada hubungan apa-apa lagi dengan keluarga Santoso yang egois itu.

Marco tidak bodoh, Yani bahkan lebih cerdik lagi. Dia basa basi sebentar dengan nenek Santoso, dan kemudian membalikkan arah pembicaraan. "Keadaan tubuhku makin lemah dari tahun ke tahun. Di masa depan, bisnis keluarga Ortega akan diserahkan kepada Marco dan istrinya."

"Marco sudah punya calon istri?" nenek Santoso terkejut.

"Tentu saja, sebelumnya keluarga Ortega sudah mengalami insiden yang membuat kita menderita baik secara fisik maupun mental. Dalam hal ini, bagaimana mungkin kita membiarkan Marco sendirian sekarang. Calon istrinya bergelar master dalam bidang ekonomi dan manajemen. Dia pernah bekerja di sebuah perusahaan besar. Ketika dia menikah masuk nanti, dia juga dapat membantu Marco mengelola bisnisnya. Keluarga pihak perempuan sana juga keluarga bisnis dan kita dapat saling membantu. "

"Kenapa belum pernah dengar tentang pertunangan keluarga Ortega?" nenek Santoso takut kalau Yani hanya menipu dia saja.

"Pertunangan adalah santapan sederhana antar keluarga saja. Karena terakhir kali, pertunangan dengan Elaine keluarga kalian berakhir kacau dan memalukan, maka kali ini, kita harus bersikap lebih hati-hati," jawab Yani.

Meskipun memang benar, dia hanya menipu nenek Santoso saja, kata-kata Yani tidak semuanya salah. Dalam situasi keluarga Ortega saat ini, dia sangat ingin menemukan ayah mertua yang kuat bagi Marco untuk membantunya dalam bisnis. Adapun menantu perempuan, lebih baik orang yang berbakat dalam manajemen. Suami dan istri bertanggung jawab atas perusahaan, ada bisnis dan kuantitas, seperti dia dan ayahnya Marco.

Adapun mengenai Ester, tidak ada bagian apapun yang memenuhi syarat. Yani bahkan tidak tertarik sedikitpun untuk mempertimbangkannya.

Kata-kata Yani mengecewakan nenek Santoso. Mata Ester bahkan sudah mulai memerah.

"Ester, pestanya sudah mau dimulai. Ayo kita pergi." nenek Santoso pergi dengan Ester.

Akhirnya, Marco bisa menghela nafas lega dan memandangi ibunya: "Bu, sebaiknya jangan ada kontek atau berhubungan dengan mereka lagi."

"Mereka yang datang sendiri, dan aku mana bisa mengusir mereka?" Yani balas berbisik. Bagaimanapun, ini adalah tempat umum, dan meja ini bukan hanya untuk kita berdua saja.

"Selain Clara, Keluarga Santoso tidak ada yang cocok dan bagus lagi." Setelah Yani selesai mengatakan itu, dia tidak bisa menahan diri untuk menyesali putranya tidak beruntung.

……........

Pada saat ini, Clara berjalan keluar dari ruang ganti, dengan riasan halus di wajahnya. Dia mengenakan rok kasa biru langit, yang dihiasi dengan kristal yang tak terhitung jumlahnya. Di bawah cahaya, menjadi sangat menyilaukan. Rok panjangnya sampai ke lantai, kakinya memakai sepasang sepatu hak tinggi kristal.

Rambut hitam panjangnya bertebaran. Penata rias menggunakan tongkat pengeriting untuk menggulung rambut panjangnya dengan beberapa gelombang lembut. Selain itu, tidak ada hiasan yang tidak perlu di bagian kepala hingga kaki.

Karena dia sudah terlihat cukup sempurna.

Dia masih memiliki waktu setengah jam untuk naik panggung, jadi dia keluar sebentar untuk menghirup udara segar.

Koridor belakang panggung lebih sepi. Dia duduk di depan jendela lebar, menendang lepas sepatu hak tingginya, mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan ke Rudy.

Rudy menjawab dengan cepat: baru saja masuk.

Clara memegang ponselnya, tersenyum, melompat turun, dan mengenakan sepatunya.

Sebelum naik panggung, Clara ingin ketemu dia dulu sebentar.

Hanya saja, Saat Clara keluar dari belakang panggung, kebetulan Yunita berjalan kearahnya juga, Yunita menjulurkan tangan memeluknya dengan hangat.

Clara sebenarnya ingin melepaskan diri dari pelukannya, tapi pelukan Yunita malah makin erat, sepertinya takut Clara akan pergi darinya.

"Kakak Yunita, kamu menyakitiku." Alis Clara yang cantik jadi berkerut,

suaranya tidak kecil, sampai ada orang di sekitar sana melihat kearah mereka.

Wajah Yunita berubah sedikit dan akhirnya melepaskan pelukannya.

"Clara, pertunjukannya belum dimulai. Ayah ada perlu mau ketemu kamu."

Setelah Yunita selesai mengatakan itu, wajahnya terlihat ada senyum lagi.

Clara sebenarnya tidak mau perduli sama dia, tetapi melihat gelagat Yunita, kalau Clara tidak mau, pasti akan diseret dan dipaksa pergi juga.

Pada saat ini, terdengar suara riuh datang dari pintu aula perjamuan makan. Clara melihat ke arah sana, dia melihat Rudy dan Bahron beserta rombongan berjalan masuk.

Walaupun dia berdiri di tengah orang banyak, Rudy tetap memberi orang kesan yang sangat menonjol dan spesial.

Rudy hari ini mengenakan setelan buatan tangan berwarna hitam murni. Dia tinggi dan tegap, dengan mata hitam yang sangat dalam dan cerah, Dia dikelilingi oleh sekelompok orang, seperti bintang mengelilingi bulan, seperti bintang film dikerumuni oleh fansnya.

Di ujung yang lain, Rudy sedang berbicara dengan Bahron. Sepertinya dia punya telepati dan ikatan batin dengannya. Rudy tiba-tiba menoleh ke arahnya dan pandangan mata mereka bertemu.

Clara tersenyum padanya, Wajah kecil dengan riasan halus terlihat seperti bunga persik.

"Apa yang kamu lihat?" Yunita berdiri membelakangi pintu, menatap Clara dan mengikuti pandangannya tapi hanya melihat sekelompok orang berjalan masuk ke aula perjamuan dengan riuh.

"Aku melihat para pimpinan, apakah mereka semua memiliki keahlian khusus atau tidak." Clara menjawab dengan asal dan sesuka hatinya.

Yunita: "……..."

"Katanya ayah mencariku? Buruan?" sesudah itu, Clara melangkah dengan sepatu hak tingginya, ke meja tempat Yanto berada.

Clara tidak bisa menebak ada apa Yanto mencari dia, ketika sampai di meja tempat Yanto berada, dia baru mengerti.

Di meja Yanto, tidak hanya keluarga Wakil Sekretaris Li, tetapi juga ada Tuan Hanzel.

Pada saat ini, Yanto dan Tuan Hanzel sedang berbicara dan tertawa.

"Ayah." Clara berjalan ke Yanto, menyapa tanpa ekspresi apa-apa.

Clara melihatnya, wajahnya selalu tersenyum. Clara menebak bahwa pada saat Yanto melihat dirinya sendiri pada saat ini, mungkin setara dengan melihat setumpuk uang yang sedang bergerak.

"Clara, duduklah." Yanto menunjuk tempat duduk di sampingnya, bahkan Rina saja sampai berdiri dan mempersilahkan Clara duduk di kursinya.

"Kamu ini, ternyata kamu sudah kenal Tuan Hanzel selama ini, kenapa tidak kabarin kita, Ayah juga tidak kuno dan keras kepala, meskipun kesenjangan usia antara kalian tidak kecil, tapi sekarang hubungan cinta seperti itu juga tidak jarang lagi, selama kamu suka, ya sudah. "

Yanto mengulurkan tangan dan menepuk pundak putrinya. "Clara sudah dewasa, dan sudah cukup umur untuk menikah. Tuan Hanzel sudah mengatakan kepadaku bahwa dia telah menyetujui semua persyaratan yang telah kamu tawarkan."

"Setuju?" Clara antara sadar dan tidak sadar. Tidak heran Yanto sangat senang melihatnya. Apa Yanto pikir, real estat, ratusan miliar dana dan saham itu semua untuknya?

Muka Yanto benar-benar sangat tebal.

“Nona Clara, apa yang kamu katakan padaku hari itu masih berlaku? Aku sudah menyetujui permintaanmu, Kapan kita bisa menikah dan mengajukan surat nikah?” Tanya Tuan Hanzel sambil tersenyum.

Dia sudah menyelidiki semuanya. Meskipun Clara baru saja memulai karirnya, nilainya tidak rendah. Honor untuk film dan drama TV adalah 10 miliar. Dan karirnya masih terus meningkat, setidaknya satu dekade lagi adalah masa emasnya.

Dengan cara ini, harga yang ditawarkan Clara tidak tinggi. Dia membayar mahar untuk menikahi seorang wanita yang bisa bertelur emas. Film masa sekarang ini benar-benar bisa menghasilkan banyak uang.

Adapun 10% saham yang diminta Clara, dia juga dengan hati-hati mempertimbangkannya. Selama mereka tidak bercerai, saham ini masih atas namanya, tetapi perbedaannya hanya dikeluarkan dari saku kiri dan dimasukkan ke dalam saku kanan saja.

Karena itu, setelah banyak perhitungan dan penimbangan, Tuan Hanzel merasa bahwa tidak akan rugi jika menikahi Clara.

Setelah Clara mendengarkan kata-katanya, alis yang indah sedikit mengernyit. Berpikir dalam hati: tampaknya dia waktu itu minta mahar terlalu sedikit, hidung belang tua bangka ini kelihatannya tidak mau menyerah, Tapi itu tidak masalah, Clara bisa saja menaikkan harga tanpa dasar.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu