Suami Misterius - Bab 245 Bukan Suami Istri

“Wilson sudah ngantuk ya, Mama temani kamu tidur.” Clara memeluk anaknya naik ke atas kasur kecilnya, lalu melepaskan jaketnya dan menyelimuti badannya. Sementara itu, dia duduk di samping kasur, menepuk punggung anaknya sambil bersenandung “Twinkle, twinkle, little star, how I wonder what you are, up above the world so high, like a diamond in the sky, twinkle, twinkle little star, how I wonder what you are”

Clara lanjut bersenandung beberapa lagu anak kecil, Wilson mengiringi suara manis ibunya, dengan cepatnya dia sudah tertidur manis.

Setelah Wilson tertidur nyenyak, Clara baru keluar dari kamarnya dengan gerakan yang ringan.

Setelah melewati ruang baca, dia melihat pintunya yang tidak tertutup dengan rapat, lampu di dalam kamarnya juga masih nyala, dan masih terdengar suara mengetik komputer.

Clara menghentikan langkahnya dengan refleks, dan berdiri di bawah bayangan pintu itu. Dia terbengong beberapa saat, setelah itu baru diam-diam meninggalkannya.

Dia menginjak tangga kayu dan menurun tangga, di atas karpet ruang tamu, masih berserakan beberapa tumpukan uang tunai.

Clara berjalan menghampiri, membungkuk badannya, memungut kembali tumpukan uang yang berserakan di lantai, lalu menata dengan rapi di atas meja, setelah itu, dia mengambil tasnya dan keluar dari rumahnya.

Setelah pintunya tertutup, ruang tamu kembali sunyi.

Sus Rani keluar dari dapur, di tangannya masih memegang segelas kopi hangat, setelah melihat tumpukan uang yang tertata rapi di atas meja, dia menggeleng kepala dengan tidak berdaya.

Dia membawa kopi dan naik ke lantai atas, berdiri di depan ruang baca, lalu mengetuk pintu dengan sopan.

Terdengar suara datar yang berasal di dalamnya “Masuk.”

Sus Rani mendorong pintu dan masuk ke dalam, dia meletakkan kopi di tangannya ke atas meja kerja yang besar.

“Terima kasih.” Satu tangannya Rudy sedang menjepit sebatang rokok, satu tangannya lagi mengangkat gelas kopi, lalu meminumnya.

Sus Rani melihat puntung rokok yang berserakan di dalam asbak kristal, membuka mulut untuk menasihatinya, “Kamu jangan terlalu banyak merokok, rokok dan alkohol akan merusak kesehatan.”

“Iya.” Rudy menjawabnya, namun jelasnya tidak masuk ke hati, rokok di ujung jarinya tetap menyala.

Sus Rani mengeluh nafas lagi, ragu beberapa saat, dan lanjut berkata, “Clara barusan pergi.”

Tatapan Rudy tetap melekat pada layar monitor, tidak ada respon sama sekali, seolah-olah tidak mendengar kata-katanya. Hanya saja jarinya yang sedang mengetik berhenti sejenak.

“Aku lihat dia berdiri lama di depan pintu ini, reaksi yang seperti itu, jelasnya sedang menunggu kamu untuk membujuknya. Hubungan suami istri, tidak mungkin bisa lama berantem, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan.” Sus Rani terus menasihatinya.

“Aku sama Clara bukan suami istri.” Rudy menjawabnya.

Satu kalimatnya membuat Sus Rani tidak dapat membantah apapun.

Rudy duduk semalaman di dalam ruang baca, keesokan harinya, dia bahkan tidak sarapan dan langsung berangkat ke kantor.

Di dalam Sutedja Group, seandainya ingin bekerja dengan serius, selamanya ada kesibukan yang tiada akhir. Namun untuk posisi CEO, bisa dikatakan mudah berjabat, juga bisa dikatakan susah berjabat, tetap ada saatnya sibuk.

Bagaikan Revaldo Sutedja, cara kerjanya yang tutup sebelah mata, membuat kehidupan kerjanya sangat tenteram. Tetapi jelasnya Rudy bukan orang bisa tutup sebelah mata, sehingga setiap harinya sibuk setengah mati.

Setelah sibuk seharian, dan selesai entertain di malam harinya, Rudy mulai minum lagi di clubhouse.

Raymond dan Aldio hanya bisa menemaninya.

Di dalam ruangan yang dihias mewah, Rudy sandar di atas sofa yang berkulit asli, setelan jas hitam hasil jahitan tangan, berpadu sempurna dengan cahaya kegelapan di sekelilingnya.

Dia menyilangkan kaki panjangnya dengan santai, satu tangannya bertahan di atas pegangan sofa, ujung jarinya sedang menjepit sebatang rokok, asap rokok bertebaran sana-sini. Setelah asapnya menipis, menampakkan wajah tampannya yang sangat datar dan tidak berekspresi sama sekali.

Raymond dan Aldio tidak bisa bertahan dengan suasana di dalam ruangan ini, hanya bisa bersembunyi ke sudut ruangan. Duduk berdua dan saling berbisikan.

“Apa yang terjadi, kok minum di sini.” Raymond bertanya dengan ekspresi yang bingung.

“Apa yang bisa terjadi lagi, film sudah selesai syuting, seluruh tim sedang merayakan di sebelah, kakak ipar juga ada.” Aldio merendahkan nada dan menjawabnya.

“Film masih belum ditayangkan, merayakan apaan ?” Raymond bertanya lagi.

“Film aku pasti akan terkenal. Tidak boleh mempercepat merayakan ya ?” Aldio melotot dia, lalu bertanya lagi dengan kebingungan, “Tetapi, kakak ipar di sebelah, bos galau apanya di sini ?”

“Sedang perang dingin,” Raymond menjawab.

“Kenapa berantem lagi” Aldio merasa sakit kepala. Hanya demi seorang wanita, ribut sana sini, dia yang melihat saja sudah merasa lelah.

“Mana mungkin tidak berantem, seberapa tingginya harga diri bos kita, dijadikan sebagai batu untuk memanjat, dia mana mungkin tidak sakit hati” Raymond tersenyum sinis sambil menjawabnya.

“Apa yang terjadi ?” Aldio semakin kebingungan.

Raymond menceritakan bagaimana kejadian dia membawa Rudy ke kafe, dan apa yang didengarnya dari luar pintu.

Aldio Vosh selesai mendengarkannya, mengeluh dingin.

“Aku sudah bilang sejak awalnya, hubungan pria dan wanita hanya sebatas urusan di atas ranjang, siapa yang bodoh kalau duluan jatuh cinta, bos kita mungkin belum cukup menelan kerugiannya. Sebelumnya terjatuh di tangan seorang wanita, di selingkuhi dengan terang-terangan, terus di mutasi lagi ke Pasukan Perdamaian, hampir kehilangan nyawanya.

Sekarang lebih parah lagi, Clara masih anak kecil, bos kalau jatuh di tangannya, pengalaman hidup tiga puluh tahun ini memang sia-sia.”

“Jangan terlalu keras, kamu cari mati ya.” Raymond yang kaget hampir membungkam mulutnya. Bagaimana pendengaran bosnya, hanya dengan jarak yang begitu dekat, kata-kata mereka mungkin akan masuk ke dalam telinga Rudy.

“Mesti ya.” Aldio dengan tampang tidak peduli.

Raymond mengeluh dingin, waktu dirinya mengikuti Rudy lebih lama dibandingkan dengan Aldio , tentu saja dia yang lebih mengerti Rudy dibanding Aldio .

“Kamu pernah melihat dia begitu galau karena Rahma Mirah ? Kali ini dia benar-benar sudah terjerumus. Di dunia ini, semua makhluk mempunyai kelemahan sendiri.”

Raymond baru saja selesai berbicara, tatapan Rudy yang dingin langsung melirik ke arahnya, “Keluar saja kalau mau mengobrol, di sana tidak ada yang akan menyumbat mulut kalian.”

Raymond dan Aldio diam bersamaan, duduk baik di tempatnya, dan usahakan mengurangi rasa kehadiran mereka.

Pada saat yang sama, di salah satu ruangan besar yang tidak jauh dari ruangan mereka, sutradara Liu memimpin sebuah tim syuting, produser, dan para pemeran dalam film ini, semuanya lebih kurang ada puluhan orang, suasananya sangat ramai.

Pada waktu dekat ini suasana hati Clara sangat tidak baik, lelah entertain, setelah dia menyapa sutradara, produser dan lain-lainnya, dia mencari tempat di sudut ruangan dan duduk sendirian.

Mengenai Gusti dan Rosa Meldi yang sebagai pemeran utama, hubungan Clara dengan mereka memang sampai kondisi yang saling membenci, lebih bagus lagi kalau tidak perlu duduk bersamaan.

Namun Yunita Muray yang sebagai pemeran spesial adalah orang yang pintar sosialisasi, selalu berkeliaran di sisi sutradara dan produser, tentu saja juga bisa main bersama dengan rekan lainnya di dalam tim ini.

Meskipun dia hanya pemeran spesial di dalam film ini, bahkan adegannya dan skenario juga sangat sedikit, namun jika menjalin hubungan yang baik dengan sutradara Liu, kemungkinan akan mendapatkan kesempatan untuk berperan di film selanjutnya.

Yunita Muray adalah orang yang berpikir panjang, mengenal hal ini, bahkan Clara juga merasa salut padanya.

Clara memegang gelas anggur dan duduk di sudut ruangan, satu tangannya menahan dahi, kepalanya terasa sedikit sakit.

Sejak dia berperang dingin dengan Rudy hingga saat ini, dia tidak mengetahui bagaimana dengan Rudy, namun dirinya telah kelelahan baik batin maupun fisiknya. Ini pertama kalinya mereka perang dingin dengan waktu yang sepanjang ini, bahkan dirinya juga tidak mengetahui, kapan akan berakhir.

Beberapa hari ini, Clara bahkan merasa curiga, apakah dirinya salah menilai perasaan Rudy terhadap dirinya.

Novel Terkait

Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu