Suami Misterius - Bab 1364 Saling Jujur, Dan Bukan Saling Mengatur

Dengan kemampuan George, selama dia mau, dia bisa mengambil jabatan sebagai direktur ini dengan mudah, sama seperti Diva yang mengambil jabatan ini dengan mudah dari Guan. Mungkin, tidak butuh waktu yang lama, perusahaan ini akan benar-benar lepas dari kendalinya.

Diva sama sekali tidak khawatir kalau Mahen akan mengambil perusahaannya ini. Tapi selama Mahen mau, dia bisa sepenuhnya menaruh Diva di jabatan yang tinggi dengan seenaknya atau bisa juga mengurungnya di dalam rumah besar dan memintanya hanya menjadi nyonya kecil keluarga Sutedja. Tidak ada bedanya dengan para wanita muda yang anggun dan terhormat yang menikah dengan orang dari keluarga kaya raya.

“Diva.” Mahen memanggil namanya dengan dorongan ingin menggodanya. Dia pun sekali lagi mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan Diva. Kali ini, gerakan Mahen sangat cepat dan dia berhasil menggenggam tangan Diva, memasukkannya ke telapak tangannya, membuat Diva tidak punya kesempatan untuk menghindar ataupun melawannya.

Mahen menggenggam tangannya, lalu menariknya memeluknya ke dekapannya. Dan berkata dengan suara kecil, “Diva, aku sudah menghabiskan tenaga dan pikiran besar untuk melakukan semua ini, dan semua ini demi kamu. Kamu mengandung seorang bayi. Sekarang baru berumur dua bulanan. Di masa kehamilan ini, reaksinya terhadap sesuatu tidak ringan. Anak yang ada di perutmu ini setiap hari akan tumbuh berkembang. Bebanmu akan semakin berat dan semakin sulit. Aku tidak berharap kamu repot-repot menangani urusan perusahaan lagi. Aku hanya tidak ingin kamu terlalu capek.”

Diva terkurung dalam pelukannya, dia mengerutkan kening, tatapan matanya dengan santai menatap Mahen, lalu berkata, “Mahen, aku tahu kamu tulus melakukan ini demi yang terbaik untukku. Tapi bukan dengan dalil terbaik untukku ini, kamu bisa seenaknya menggantikanku memutuskan sesuatu.”

Dia mengedipkan bulu matanya, dan perlahan menundukkan pandangan matanya. Tatapan matanya sedikit berubah, lalu dia lanjut berkata, “Pernikahan di antara ayah dan ibuku adalah pernikahan yang gagal. Aku tidak tahu pernikahan yang wajar dan normal harusnya seperti apa dan tidak tahu bagaimana menjalankannya. Tapi setidaknya, harus saling jujur dan bukan malah saling mengatur.

Mahen mengedipkan matanya, menarik-narik sudut baju Diva dengan sedikit malas, dan berkata dengan polosnya, "Istriku, jangan marah ya. Aku bukannya tidak ingin mendiskusikan denganmu dulu. Hanya saja, jika aku mendiskusikannya denganmu, kamu pasti tidak akan setuju. Perusahaan jelek seperti ini, apa kamu harus memegangnya erat dan tak mau melepaskannya. Nanti kalau kamu kecapekan, dan malah akan mempengaruhi janin bayinya, bagaimana dong?”

“Padahal kamu jelas-jelas tahu kalau aku tidak akan setuju, tapi kamu malah tetap melakukannya dulu dan mengabaikan resiko setelahnya. Mahen, sejak hari ini, jika ada hal yang mana kita tidak sependapat, apakah kamu akan melakukan semuanya sesuai dengan keinginanmu? Mahen, kamu harus mengerti, aku selamanya tidak akan menjadi hanya sekedar boneka yang menemanimu saja. Ada lagi, kamu juga sama sekali tidak mengerti, betapa berartinya Shinee Movie ini bagiku.”

Diva menghela napas tak bertenaga, tak berdaya dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Mungkin, ini hanyalah sebuah permulaan saja. Asal usul, proses dewasa, keluarga bahkan pola berpikir mereka berdua dalam memikirkan dan mempertimbangkan sesuatu salah berbeda jauh.

Tuan muda kedua Sutedja lahir dengan kekayaan yang besar, cinta dan kasih sayang yang penuh dari orang tuanya, ingin apapun dia akan langsung mendapatkannya. Cara tumbuh dan proses tumbuh dewasanya yang seperti ini akhirnya tidak bisa dihindari akan menciptakan pemikiran yang egois hanya tentang dirinya saja.

Sedangkan Diva dari kecil dia sudah pandai dan dewasa sebelum umurnya. Dia punya pola pikir dan pendapatnya sendiri. Meski begitu besar dia mencintai Mahen, tapi dia tidak akan mungkin mau hanya menjadi boneka yang menemani Mahen saja. Tidak mungkin dia hanya akan hidup bergantung dengan Mahen saja.

Orang yang keras bertemu dengan orang yang keras, pernikahan mereka ini sepertinya akan ditakdirkan untuk bertemu dan mengalami lebih banyak konflik dan perbedaan. Mereka butuh lebih banyak kesabaran dan pergulatan lagi.

“Diva...” Mahen mau mengatakan sesuatu. Tapi Diva lebih dulu mengulurkan tangan dan menutup bibir Mahen.

“Aku sedikit lelah. Ayo kita pulang saja.” kata Diva.

Mahen mengangguk. Dia mengecup telapak tangan Diva, lalu menarik tangannya keluar bersama-sama dari perusahaan.

Mahen yang menyetir. Sedangkan Diva duduk di bangku sampingnya. Mobil melanju sepanjang jalan, mereka berdua tidak ada yang bicara. Di dalam mobil hanya diliputi keheningan yang mematikan, bahkan udara rasanya juga membawa aroma sesak.

Mereka berdua kembali ke apartemen, ibu Diva tidak ada di rumah.

Di jam segini, ibu Diva harusnya sedang pergi bersama perawat khususnya untuk membeli bahan makanan.

Diva melepaskan sepatunya, baru saja membungkuk dan mau mengambil sandal, Mahen sudah lebih dulu membungkuk dan mengambilkan sandal dari rak sepatu, lalu menaruh sandal itu di bawah kaki Diva.

Diva menatapnya dalam-dalam, lalu mengganti sepatunya dan berjalan masuk ke dalam rumah. Mahen mengikuti di belakangnya selangkah demi selangkah.

Diva bertumpu dengan pegangan tangga untuk naik tangga ke atas, Mahen pun ikut naik ke atas. Diva pergi ke kamar tidur, Mahen pun juga ikut pergi ke kamar tidur. Dia berbaring di ranjang, Mahen pun juga ikut berbaring di sampingnya.

Diva membelakanginya, dan tak bergerak lagi.

Mahen diam dan hanya menatap punggungnya yang ramping, lalu dia mengulurkan tangan perlahan dan telapak tangannya diletakkannya di pundak Diva.

Diva tidak bergerak, jelas sekali kalau dia tidak ingin mempedulikan Mahen.

Tangan Mahen terus meluncur ke bawah pundak Diva, lalu menjelajah di sepnajang tubuh Diva yang indah. Pada akhirnya tangannya berhenti di pinggul ramping Diva. Lalu, tangannya masuk ke dalam pakaian Diva.

“Sudah cukup belum kamu main-mainnya? Aku capek.”

Namun, sebelum Diva selesai bicara, Mahen menundukkan kepalanya dan mencium bibirnya. Dengan ciuman yang menjerat dan panas. Diva hampir kehabisan nafas karenanya, nafasnya mulai terengah-engah. Pipinya diwarnai dengan warna merah muda, tapi tidak ada banyak kehangatan di matanya yang jernih.

Tapi Mahen jelas terbawa emosinya. Mahen memeluknya erat, berbisik dengan bibir di telinga Diva, "Aku merindukanmu, ingin itu."

Dia memeluknya dengan erat tapi dia sedikit berhati-hati untuk menghindari mengenai perut Diva.

Diva jelas tidak bekerja sama dengan baik. Satu tangannya ditaruh di dada Mahen, dan tangan yang lainnya menutup bibir Mahen yang mau menciumnya lagi. Diva menghentikan Mahen terus menciumnya.

“Aku sekarang tidak nyaman. Jika tuan muda kedua Sutedja ingin melepaskan nafsumu, kamu bisa pergi mencari....”

Sebelum Diva selesai bicara, bibir Mahen menciumnya lagi dan membungkam kata-kata Diva yang akan diucapkannya.

Setelah ciuman yang menjerat itu, Mahen berbalik dan duduk di ranjang, dengan punggung menghadap ke Diva. Dia duduk di tepi ranjang.

"Bukankah nona besar Maveris ini sangat pintar ya? apa tidak tahu mana yang boleh dikatakan dan mana yang tidak boleh dikatakan? Jika ada beberapa ucapan seperti itu yang keluar, tidak hanya bisa menyakiti orangnya, tapi juga menyakiti perasaannya.”

Kata Mahen sambil menghela napas berat.

Diva juga duduk di ranjang, lalu meringkuk. Terlihat samar kebingungan di mata hitamnya.

“Maaf.” Katanya.

Tadi, dia memang sedang kesal dan hampir saja kehilangan akal sehatnya. Dia hampir mengucapkan hal yang salah.

Diva juga tidak tahu sebenarnya apa yang dipikirkannya sehingga mau menyuruh suaminya mencari wanita lain untuk menyelesaikan kebutuhan biologis suaminya. Jika dia benar-benar pergi, lalu bagaimana dia menyelesaikan masalah itu.

Diva sedikit kesal.

Mahen menoleh menatapnya. Walaupun dia juga sedikit kesal, tapi dia juga tidak tega. Dia mengulurkan tangannya lalu memeluk Diva, “Sudahlah, tidak usah bertengkar lagi ya. Kamu capek ya, kalau begitu tidurlah dulu.”

Diva bersandar di dada Mahen, lalu mengangguk pelan-pelan.

Dia kembali berbaring di ranjang. Mahen dengan penuh perhatian menarik selimut untuk menyelimutinya. Dia membungkuk sedikit lalu mecium kening Diva.

Diva mengangkat matanya menatap Mahen. Matanya bergerak-gerak, dan setelah beberapa saat berpikir, dia menggerakkan bibirnya dan berkata, "Mahen, maaf, tadi aku hampir saja salah bicara. Tapi kamu harus mengerti, bukan semua konflik bisa diselesaikan di ranjang. Mahen, aku tidak suka dipaksa. "

"Em, Aku mengerti." Mahen mengangguk dan mengusap pipi Diva dengan ringan. "Aku akan mengingatnya, tidak akan ada yang kedua kali.”

Diva menjawab dengan lembut, “Em.”Lalu, dia membalikkan badannya, punggungnya menghadap ke arah Mahen.

Mahen duduk di tepi ranjang dan tidak pergi. Diva membelakanginya, ke sisi yang tidak bisa dilihat oleh Mahen. Sepasang mata hitam cerahnya terbuka, matanya begitu jernih dan tak ada rasa mengantuk sama sekali.

Novel Terkait

Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu