Suami Misterius - Bab 320 ‘Agresi’ Di Balik Layar Hitam

Jantung Qing Wan berdebar kencang. Dia adalah wanita yang cerdas, dan tentu saja tahu Hui Fei selalu iri padanya. Namun, sudah terlambat untuk mundur sementara ini.

Qing Wan membungkuk, menundukkan kepalanya dan memasuki aula utama dengan memaksakan dirinya. Setelah memberi hormat, dia pun meletakkan cangkir teh di atas meja dengan hati-hati, bahkan dia tidak berani mengangkat kepalanya.

Tangan yang bagai giok polos yang membawa cangkir teh dengan semburan warna biru, hijau dan putih, warnanya begitu cantik sekali. Raja Kang Xi jelas senang sekali menikmati segala hal yang indah, dia pun memuji Qing Wan dengan berucap, wanita yang cantik bagai giok.

Qing Wan semakin tidak berani mengangkat kepalanya. Bahkan dia merasakan tatapan mata dingin dari Hui Fei menusuk ke dirinya. Hati Qing Wan sangat tidak tenang.

Sampai akhirnya Hui Fei berkata, “Pergi sana.”

Qing Wan lemas bagaikan diberi amnesti, dia membungkuk dengan penuh kerendahan diri lalu pergi.

Bagi Clara, kesulitan adegan ini tidak terlalu tinggi karena dia tidak perlu menampilkan wajahnya. Jadi dia tidak perlu menggunakan ekspresi yang terlalu bagaimana, yang penting harus melakukan dengan gerakan pas, itu sudah cukup.

Setelah adegan ini lulus dengan sangat mulus, sutradara pun memberikan waktu istirahat dan waktu untuk menata lagi riasannya dalam beberapa menit.

Clara duduk di bawah teras untuk minum. Afri yang berperan menjadi tokoh utama pria Raja Kang Xi duduk di samping Clara. Umur Afri sebenarnya lebih tua tiga tahun dari Clara. Jadi mereka berdua masih seumuran dan masih bisa nyambung kalau mengobrol bersama.

Titik permulaan Clara dalam masuk industri hiburan ini sangat bagus sekali karena berperan di film Putri Duyung yang disutradarai oleh Sutradara Chen. Sedangkan Afri tidak seberuntung itu, dia lulus dari jurusan ipa dan lulus s1 jurusan listrik. Tapi setelah lulus, dia belum menerima tawaran jadi tokoh utama apapun, dan dia kebanyakan menjalankan tokoh pendukung yang tidak begitu penting.

Drama《 Transformasi Qing Wan》ini adalah film pertamanya menjadi tokoh utama pria. Walaupun nama Afri tidak besar dan tidak terlalu terkenal tapi paras wajahnya cukup tampan dan elegan, auranya juga lumayan bagus. Dia sangat cocok dengan perannya sebagai tokoh utama pria di drama ini.

Setelah 《 Transformasi Qing Wan》ditayangkan, jika hasil penonton cukup baik maka Afri bisa dari seorang artis kecil yang tidak terkenal jadi artis yang namanya jadi besar. Di dalam kru ini, hampir setiap orang di sini sedang bertaruh.

Adegan selanjutnya, Qing Wan dipersulit oleh Hui Fei.

Setelah Raja Kang Xi pergi, Hui Fei sangat marah dan kesal karena melihat Qing Wan yang membawakan teh. Dia pun mengangkat tangan dan menampar Qing Wan.

“Dasar murahan, beraninya sekali di depanku menggoda Raja, kamu menganggap aku mati apa!”

Qing Wan memegang pipi yang sakit karena ditampar itu, dia menangis terisak dan segera berlutut.

“Pelayan sini, Bawakan tehnya.” perintah Hui Fei ke ibu-ibu di luar pintu.

Kemudian, seorang pelayan ibu-ibu membawakan secangkir teh yang cukup panas.

“Bukannya tanganmu itu senang sekali membawa teh di hadapan Raja. Kalau begitu ini bawa tehnya ini sambil berlutut baik-baik di sini.” Hui Fei menatap ibu-ibu memberikan isyarat dengan matanya, ibu-ibu itu pun meletakkan tehnya di depan Qing Wan.

Qing Wan mengambil cangkir teh yang panas itu dengan menangis terisak. Karena tidak memegangnya seimbang, air teh itu pun terciprat di tangannya. Demi memperlihatkan hasil panca indra penglihatan yang bagus, kru bagian perlengkapan menyiapkan teh dengan suhu tujuh puluhan derajat. Sangat panas tapi tidak sampai akan melukai dan menimbulkan luka bakar.

Kulit Clara begitu lembut, setelah tersiram air bersuhu tujuh puluh derajat celcius, kulit itu pun memerah. Clara mengernyit kesakitan.

Adegan ini sudah dilakukan tujuh delapan kali, baru bisa lulus. Setelah selesai syuting, sutradara meminta maaf kepada Clara.

Siapapun orang yang ada di kru tahu kalau Clara adalah wanita yang diakui oleh Tuan muda Sutedja. Nona besar seperti itu, tidak ada orang yang mau mencari gara-gara dengannya.

Clara malah tidak terlihat begitu sombong. Sikap dalam bekerjanya sangat bagus sekali. membuat para kru lebih menyukainya lagi.

Setelah selesai syuting dan kembali ke Hotel, Melanie langsung buru-buru mengambil obat dari kotak obat dan menyemprotkan ke tangan Clara.

“Yang kamu semprotkan itu obat putih Yun Nan?” Clara mengerutkan keningnya, setelah disemprot obat itu, dia malah merasa tangannya semakin sakit.

“Ya ampun, Obat putih Yun Nan itu digunakan untuk merawat luka karena terjatuh! Cepat kamu basuh dulu. Aku akan mengambilkan salep luka bakar.” Melanie pun langsung melemparkan obat putih Yun Nan ke kotak obat lalu mengambil salep luka bakar.

Clara, “.....”

Setelah dia membersihkan tangan, lalu kembali ke ruang tamu setelah dari kamar mandi. Dia mengambil salep luka bakar yang diberikan Melanie. Setelah memeriksanya dengan seksama, dia pun perlahan mengoleskan salep itu ke punggung tangannya.

"Masyarakat yang sudah damai telah menyelamatkanmu. Jika kamu dilahirkan di dinasti Qing, kamu sudah dari awal akan diseret keluar dan dibunuh," kata Clara ketika dia mengoleskan obat itu.

Melanie tahu dia salah. Dia berjongkok di sampingnya dan berkata sambil tersenyum, "Nyonya kecilku, hamba akan membantumu meniup-niup."

"Tetap tenangkan diri sana." Clara mengulurkan tangan dan mengetuk dahi Melanie.

Melanie mengelus dahinya dengan tersenyum lalu berkata lagi, "Apa itu sakit? Menurutku tamparan Hui Fei cukup sangat keras. Untungnya, dia tidak sampai melukai wajahmu."

"Tidak sakit. Tidak apa-apa." Clara menggelengkan kepalanya.

Meskipun artis yang memerankan Hui Fei tidak terkenal, tapi dia telah berpartisipasi dalam banyak film dan drama TV. Dia punya tolak ukurnya sendiri dalam menampar tadi, kelihatannya memang keras, padahal sebenarnya tamparan tadi hanya mengelus pelan ke pipi Clara, sama sekali tidak melukai Clara.

Hari pertama syuting berjalan dengan sangat baik.

Setelah malam hari selesai syuting, Clara video call dengan Rudy. Mereka mengobrol satu jam lebih. Clara terus saja bercerita tentang hal-hal menarik yang terjadi dalam kru dan lokasi syuting. Rudy adalah pendengar yang sangat baik, dia mendengarkan dengan sangat sabar, tanpa menunjukkan kekesalan atau emosi apapun.

Clara berkata, “Tokoh utama dalam kru drama ini tampan juga berbudaya. Cara bicaranya juga menarik dan lucu. Hanya saja, sangat jauh berbeda dengan pria ku yang suka jalan-jalan dan tak punya pekerjaan ini.”

Clara berkata lagi, “Hari ini demi mencapai hasil pengambilan yang bagus, kru perlengkapan menyiapkan air teh yang panas suhunya tujuh pulu derajat, dan semua airnya tersiram ke punggung tanganku, sakit sekali. Rudy, apa kamu kasian dan sakit mendengarnya?”

Clara berkata lagi, “Wilson sedang apa? apa dia merindukanku?”

“Wilson sudah tidur. Pagi ketika bangun tadi, dia menanyakanmu ada di mana.” Jawab Rudy tersenyum dengan lembut.

“Kalau kamu, apa kamu merindukanku?” tanya Clara tersenyum cengingisan sambil menompang dagunya dengan tangannya.

“Em.” Rudy mengangguk sambil tersenyum, lalu berkata lagi, “Kamu sudah waktunya tidur. Besok kan masih ada syuting lagi.”

“Baiklah, selamat malam.” Clara mengambil ponselnya lalu mencium layar di ponselnya. Kemudian baru dia menutup sambungan teleponnya.

Clara sudah syuting satu bulan penuh dalam kru drama ini dengan baiknya. Kemudian, dia mendapat telepon dari Luna.

Clara masuk nominasi artis wanita terbaik dalam penghargaan Golden X, Tidak peduli pada akhirnya mendapatkan atau tidak mendapatan kemenangan, dia tetap akan hadir dalam acara penghargaan itu.

Luna telah berkomunikasi dengan kru dan sutradara juga telah menyetujui cuti tiga hari untuk Clara.

Clara terbang kembali ke kota A bersama asisten Melanie.

Sehari sebelum upacara penghargaan, Clara sibuk, mencoba pakaiannya, membuat gaya rambut, dan mempersiapkan pidatonya untuk menghindari dirinya yang salah tingkah nantinya.

Clara semalaman sangat sibuk, dan baru bisa beristirahat. Dia tidak pulang ke apartemennya, dia tidur semalam di hotel.

Pada saat itu, Rudy ternyata tidak di kota A, tetapi sedang dalam perjalanan bisnis di Malaysia.

Ketika Clara menelepon Rudy di malam hari, dia tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Aku dengan susah payahnya kembali ke kota A. Kamu malah tidak di sini. Rasanya hampir jadi gadis penggembala sapi saja, sedikit bertemu tapi lebih banyak berpisah.

Di sisi lain telepon, suara Rudy yang rendah dan memikat terdengar meminta maaf. "Maaf Aku tidak bisa menghadiri upacara penghargaanmu besok. Tunggu sampai dalam waktu ini aku sudah selesai sibuknya, aku akan membawamu pergi jalan-jalan dan merilekskan diri.”

“Hanya nominasi dipanggil nama saja. Beberapa artis wanita yang lainnya lebih kuat.” Kata Clara dengan jujurnya.

Rudy tersenyum samar lalu suara yang berat dan tebal semerdu Selo, “Apa kamu lupa, aku ini malaikat pengabul harapanmu. Besok, wanitaku ini pasti punya keberuntungan yang baik.”

Clara, “......”

Ucapan penuh perasaan ini sangat menyentuh, tapi, 'Agresi' di balik layar hitam ini, apa bagus ya?

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu