Suami Misterius - Bab 562 Tampang Rudy Menjadi Ayah

Kuenya tidak besar, hanya berukur 10 cm, sangat halus dan cantik.

Karakter kartun di atas kue tart adalah Peppa Pig sekeluarga bermain di padang rumput.

Anak-anak sekarang sangat suka dengan Peppa.

Tentu saja, kue tart sangat cantik, dan harganya yang beberapa juta juga sangat cantik.

Kue tart dengan harga tiga juta lebih, tidak semua keluarga sanggup membelinya.

Rudy mengeluarkan sebuah kartu atm dari dalam dompet lalu memberikannya pada kasir, "Tolong bungkuskan kue kartun ini."

"Tuan, kue ini hanyalah contoh, kue kami semuanya langsung buat di tempat, mungkin kamu perlu tunggu beberapa waktu."

Kasir berkata sambil tersenyum.

"Kira-kira berapa lama?"

Rudy bertanya.

"Tidak terlalu lama, kira-kira setengah jam saja."

Kasir menjawab.

Rudy mengangguk sambil melihat putranya, Wilson berdiri di depan kaca etalase, mata juga hampir jatuh ke atas kue tart.

Dia tersenyum hangat, mengulurkan tangan mengelus kepala pria kecil.

Kemudian, berkata pada kasir, “Baiklah.”

Rudy sangat jarang tersenyum, terkadang senyum sekali, sungguh terasa sangat indah.

Beberapa pelayan wanita di dalam toko juga terpana melihatnya.

“Tuan, kamu, kamu bisa duduk di ruang tunggu sebelah sana.”

Pelayan bicara juga sedikit tergagap.

“Eng.”

Rudy mengangguk datar, memegang tangan Wilson, duduk di ruang tunggu, kemudian, mengambil ponsel, menelepon Clara.

“Kenapa?”

Suamiku begitu tampan, jangan-jangan ditahan secara paksa oleh pelayan wanita yang ada di toko kue ya, aku akan segera menerobos ke dalam untuk menyelamatkanmu.”

Clara berkata sambil bercanda.

Rudy juga tersenyum, pandangan mata hangat dan tenang, “Kue dibuat langsung, harus menunggu selama tiga puluh menit.”

“Baiklah, aku tunggu kalian dalam mobil.”

Clara selesai bicara, melihat keluar jendela mobil, Rudy dan Wilson duduk di sofa ruang tunggu dekat jendela, seorang pria dewasa yang tampan dan seorang anak lelaki kecil yang cantik, sangat menarik perhatian orang.

Saat ini, Rudy sedang menoleh melihat keluar jendela, pandangan mereka berdua bertemu di kejauhan, saling tersenyum.

Rudy baru saja menutup telepon, gantungan lonceng angin di depan toko kue berbunyi sekali.

Rudy melihat sekilas, kebetulan melihat Rahma memegang anaknya berjalan ke dalam.

Rahma berdiri di depan kasir, menunjuk sepotong camilan di etalase, “Tolong bantu aku bungkus sepotong.”

Dia selesai bicara, mengeluarkan dompet dari tas tangan, menarik dua lembar uang kertas dari dompet lalu diberikan ke kasir.

Di toko ini, walaupun camilan kecil, juga tidak murah.

Rahma juga hanya setiap bulan ketika gajian, baru berani boros membelikan sepotong untuk Bobo.

“Mama, aku suka ini.”

Bobo berdiri di depan etalase, penuh harapan memandang kue tart cantik motif kartun yang terletak di bawah etalase dan diterangi oleh cahaya lampu.

Rahma melirik harga kue tart, senyuman di wajah sedikit kaku, “Bobi, kue tart ini terlalu besar, kamu tidak akan habis makan sendiri.

Mama membelikanmu camilan, kita pergi duduk di sana untuk memakannya, boleh tidak?”

Meskipun umur Bobo belum terlalu besar, tapi pemikirannya lebih cepat berkembang, dia tahu mamanya kesulitan, jadi sangat patuh memegang tangan Rahma, berjalan ke ruang tunggu.

Kemudian, Rahma melihat Rudy, dia sangat tenang duduk di sana, pandangan mata tenang dan lembut.

Di sampingnya duduk seorang anak laki-kali berusia tiga tahun, paras wajah agak mirip dengannya, hanya saja sifatnya tampak lebih ceria.

Anak lelaki kecil mungkin sudah tidak terlalu sabar menunggu, melompat dari bangku, berbaring di atas paha Rudy, berteriak tajam, “Papa, papa, apakah kamu suka makan kue tart?”

“Aku tidak makan makanan manis.”

Rudy berkata.

“Kalau begitu aku makan dengan mama, tidak perlu bagi buat papa lagi.”

Wilson berkata sambil tertawa lepas, mata hitam terus berputar.

Rudy tidak bisa menahan tawa, mengulurkan tangan membelai kepalanya.

Mata penuh kasih sayang sebagai seorang ayah.

Rahma pertama kalinya melihat Rudy yang seperti ini, sebelum mereka putus, dia hampir tidak pernah membayangkan tampang Rudy menjadi seorang ayah.

“Tuan, kue tartmu.”

Pelayan memberikan kue tart yang sudah dibungkus.

Wilson yang duluan mengulurkan tangan kecilnya, membawa kue di tangannya, tersenyum hingga mata menyipit.

Rudy mengulurkan tangan membelai kepalanya sangat memanjakan, berdiri dari tempat duduk, kemudian, langsung melihat Rahma dan anaknya yang berdiri tidak jauh.

Karena sopan santun Rudy sedikit mengangguk pada Rahma.

Secara tidak sadar tangan Rahma yang menggenggam tangan anaknya sedikit mengencang, sedikit terpaksa menunjukkan senyuman, “Rudy, kebetulan sekali.”

“Eng.”

Rudy menjawab sekali, tangan besar menggenggam tangan kecil putranya.

“Ayo jalan.”

Wilson satu tangan membawa kue tart, tangan satunya lagi memegang telapak tangan ayahnya, wajah mungil mendongak, dengan sopan berkata pada Rahma: “Sampai jumpa tante.”

Rudy memegang Wilson jalan melewati Rahma dan putranya, mata Bobo terus menatap kue tart yang ada di tangan Wilson, mulut kecil bergerak-gerak.

Rahma mengerutkan keningnya, menarik putranya sejenak.

Menarik anaknya ke samping untuk makan camilan.

Jika Rahma membelikan kue mahal untuk putranya, setiap kali harus selesai makan baru pulang, kalau sampai ketahuan ibu Rugos, akan berdebat lagi.

Dan Rudy memegang Wilson, sudah berjalan keluar dari toko kue.

Wilson melangkahkan sepasang kaki pendeknya berlari ke arah mobil, bagai mempersembahkan harta mengangkat kue tart ke hadapan Clara.

Hanya saja, Wilson berlari terlalu cepat, kue tidak dipegang erat, terjatuh ke bawah tanah dan hancur.

Rudy berjalan kemari, menepuk bahunya dengan lembut, “Begitu ceroboh.”

“Papa, aku yang salah.”

Wilson memonyongkan bibir, sikap mengakui kesalahan sangat baik.

Clara membungkuk mengambil kue yang jatuh, tangan satu lagi merangkul putranya, dengan lembut mengatakan: “Tidak apa-apa, lain kali Wilson lebih berhati-hati lagi.

Krim kue tart ini sudah hancur, tapi kuenya masih bisa dimakan, kita bawa pulang, jadikan sarapan besok pagi, baik tidak?

Kemarin guru baru saja mengajarkan Wilson membaca ‘jerih payah petani di bawah teriknya matahari siang’.”

Wilson mengangguk, mengatakan, “Baik.”

Tapi selanjutnya mengulurkan tangan kecilnya, menarik ujung baju Rudy, berkata dengan manja, “Papa, Wilson masih ingin Peppa Pig.”

“Masuk ke mobil dulu.”

Rudy Suedja berkata, kemudian, memerintahkan supir pergi ke toko untuk membeli satu kue tart lagi.

Supir masuk ke dalam toko kue, membayar dengan menggesek kartu.

Setelah kue tart selesai dibuat, pelayan memberikan dua kotak kue yang dibungkus dengan indah.

Supir membawa kue tart, meletakkan salah satu kue di depan Rahma dan putranya, “Ini pemberian tuan Sutedja untuk tuan muda.”

Supir selesai bicara, dalam pandangan tercengang Rahma dan putranya, langsung berbalik dan berjalan keluar dari toko kue.

Mobil Rudy berhenti di depan toko kue, supir memberikan kue pada Rudy.

Rudy membawa kue, baru saja mau buka pintu mobil dan masuk, Rahma menarik anaknya tiba-tiba mengejar keluar.

“Rudy!”

Rahma datang ke hadapannya, pipi sedikit pucat, tangan mengangkat kue tart.

“Rudy, apa maksudmu?”

Novel Terkait

Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu