Suami Misterius - Bab 159 Hari Yang Tenang

Setelah mengatakannya, ia menggendong Wilson dari atas sofa, lalu menimangnya di lengan, berkata sambil tersenyum, “Bertambah berat lagi.”

Wilson terkekeh, tangannya yang gemuk da pendek merangkul leher Rudy.

“Ayah, tinggi. Ayah, tinggi.” Wilson berteriak.

Rudy mengangkat tinggi tangannya, mengangkat anaknya dengan tinggi, membuat anakny senang sampai tertawa riang, seisi rumah dipenuhi tawa yang renyah dan hangat.

Clara melingkarkan tangan didepan dada sambil berdiri disamping, senyum menghiasi wajahnya ketika melihat pasangan ayah dan anak ini bersenda gurau, ia merasa hari yang seperti ini lumayan juga, merupakah sebuah kebahagiaan. Paling tidak, ia hidup lebih baik daripada ibunya.

“Sudah jangan main lagi, Wilson sudah waktunya makan.” Sus Rani keluar dari dapur, melepaskan apron dengan senyum hangatnya.

Wilson merosot turun dari tubuh ayahnya, kedua kaki kecilnya langsung berlari ke ruang makan begitu mendarat, benar-benar tukang makan.

“Sus Rani, besok siapkan bahan untuk hotpot, kita makan hotpot.” Rudy berkata pada Sus Rani.

“Kenapa tiba-tiba ingin makan hotpot?” Sus Rani bertanya dengan bingung. Seingat dia Rudy tidak suka makan hotpot.

Rudy tersenyum tipis sambil melirik Clara dengan santai, lalu menjawab, “Ramalan cuaca mengatakan kalau besok akan hujan.”

Sus Rani, “……”

Dia sungguh tidak mengerti apa hubungan antara hujan dan makan hotpot. Namun majikannya sudah berpesan, ia hanya bisa menjalankannya.

“Jangan lupa untuk membeli bumbum mala, aku tidak makan hotpot kaldu.”setelah mengatakannya, Clara membawa tumpukan kartu harapan lalu naik ke lantai atas.

Keesokan harinya Sus Rani pergi ke pasar tradisional, ia membeli banyak bahan makanan pulang. Ada potongan daging sapid an kambing, sayur segar dan aneka jamur, ada juga kacang-kacangan.

Clara tidak bisa masak, namun membantu untuk memetik sayur masih bisa, saat jam makan siang, hotpot berkuah merah siap dihidangkan.

Sayangnya langit tidak bisa diajak bekerja sama, sejak pagi langit mendung sekali, tapi tidak ada satu tetes air hujan pun yang turun, membuat udara sungguh tidak nyaman.

Mereka berempat duduk mengelilingi panci hotpot, namun cuaca ini sepertinya tidak mempengaruhi suasana hati mereka sama sekali.

Sus Rani memasak sayur untuk Wilson dengan kuah kaldu, anak ini makan dengan senang. Lambung Rudy masih dalam masa pemulihan, makanan utamanya adalah bubur, sesekali mengambil tahu dari panci kaldu, hitung-hitung meramaikan.

Clara makan hotpot mala seorang diri, ketika makan keringat tidak hentinya mengucur. Apa daya, cuaca hari ini benar-benar panas.

Namun, mereka baru makan setengah, tiba-tiba ada kilat yang menyambar di langit luar, disusul oleh suara gemuruh yang keras. Tidak lama berselang, hujan yang begitu deras dan lebat mengguyur bumi.

Jendela di ruang makan sedikit terbuka, angina yang berhembus masuk membawa aroma hujan yang lembab juga segar.

Mereka bertiga sekeluarga, sambil makan sambil mendengarkan suara hujan yang berderu diluar, terasa begitu hangat.

Clara mengambil sepotong tahu dari panci kaldu dan meletakkannya di mangkuk Rudy.

Rudy mengangkat kepalanya, menoleh kearah wanita yang duduk disampingnya.

“Untuk apa melihatku, kalau tidak dimakan nanti terlalu lembek dimasak terus.” Clara mengerutkan bibirnya sambil berkata. Pipinya merona merah, entah karena pedas atau karena malu.

Rudy menarik kembali pandangannya, menatap tahu yang putih dan lembut di mangkuknya, ada senyum tipis yang mengembang di bibirnya.

Meskipun suara hujan di luar begitu kacau, namun hatinya begitu tenang dan nyaman.

Rudy berpikir, dunia yang tentram, hari yang tenang, mungkin seperti ini.

Setelah makan siang, Wilson tidur siang seperti biasa.

Hari hujan seperti ini, Rudy juga malas untuk keluar, ia terus berada di ruang kerja untuk mengerjakan pekerjaannya. Sebaliknya Clara tidak tahu harus mengerjakan apa, ia meringkuk sepanjang hari dalam kamar menonton DVD.

Luna selalu mengeluh actingnya yang buruk, memintanya untuk sering menonton film yang ringan disaat senggang. Namun, mungkin karena Clara memang tidak berbakat dibidang acting, bisa dibilang hanya menonton saja. Ketika menonton film-film ini ia merasa cukup menarik, ketika mendapat ilham dia akan mengambil buku catatannya untuk mencatat.

Siang berlalu dengan santai begitu saja.

Setelah makan malam, Clara dan Rudy membawa Wilson berkeliling ke supermarket di area terdekat, didalam supermarket ad ataman bermain kecil. Wilson suka memanjat di atas perosotan.

Biasanya Clara akan menyamar ketika berada di tempat umum seperti ini, menggunakan kacamata hitam yang besar juga masker untuk menutupi sebagian wajahnya, seorang ibu-ibu hampir saja mengenalinya.

“Berapa usia anakmu?” ibu-ibu bertanya.

“20 bulan 5 hari.” Clara berkata. Usia anaknya tidak ada yang jauh lebih jelas daripada dia yang menjadi ibu. Ketika dia melahirkan Wilson, bisa dikatakan seperti mengitari gerbang kematian, sampai sekarang ia masih mengingat dengan sangat jelas.

“Oh, kalau anakku 25 bulan, lebih besar dari anakmu.” Ibu-ibu berkata lagi, “Tapi, kelihatannya usiamu lebih muda ya.”

Clara masih dibawah umur ketika melahirkan Wilson, tentu saja masih muda. Namun ia sudah meutupi wajahnya sampai begitu rapat, Clara curiga ibu-ibu ini punya mata yang bisa tembus pandang.

“Didalam segini begitu panas, kenapa kamu memakai masker?” ibu-ibu bertaya dengan aneh.

Clara refleks memegang masker diwajahnya, ia berpikir, kenapa banyak sekali orang kepo didunia ini. Dia menekan suaranya dan berkata, “Flu.”

Clara mengira bisa mengalihkannya begitu saja, namun ibu-ibu ini masih terus memandanginya tanpa berkedip, “Kenapa aku merasa wajahmu sangat familiar ya, seperti seorang artis…….”

Ibu-ibu itu mengulurkan tangan menepuk kepalanya, tiba-tiba tidak bisa mengingat.

Membuat Clara panic. Kalau dia sampai dikenali orang disini maka akan gawat. Dia sama sekali tidak bisa menjelaskan kenapa dia bisa punya seorang putra.

Clara baru ingin kabur, kebetulan Rudy menghampirinya sambil mendorong troly belanjaan, didalam troly dipenuhi oleh jajanan dan kebutuhan sehari-hari.

“Wilson, sudah waktunya pulang.” Rudy mengulurkan tangan menggendong anaknya dari tempat bermain, lalu langsung memasukkannya kedalam troly.

Lalu satu ia merangkul pinggang Clara sambil mendorong troly dengan satu tangannya, “Semua barang sudah selesai dibeli, ayo pulang.”

“Oh.” Clara ikut dengannya ke kasir.

Setelah mereka berjalan sedikit jauh, ibu-ibu itu tiba-tiba menepuk kepalanya sendiri, akhirnya dia ingat. “ Clara, yang tadi aku lihat itu sepertinya Clara.”

“Matamu buta? Atau otakmu rusak! Wanita yang tadi jelas-jelas wanita yang sudah punya anak dan suami.” Suaminya langsung menepuk kepalanya.

Di ibukota yang begitu besar dan maju seperti Kota A, artis yang tinggal tidak sedikit, namun image Clara adalah artis muda yang baik dan imut, tidak akan ada yang mengaitkannya dengan wanita yang sudah menikah apalagi punya anak.

Ibu-ibu ini mengelus kepalanya, setelah mendangar apa yang dikatakan suaminya, dia juga curiga kalau dia salah lihat orang.

Dijalan pulang dari supermarket, Clara mengulurkan tangan mengelus dadanya, namun ia masih merasa khawatir.

Novel Terkait

Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu