Suami Misterius - Bab 487 Tidak Akan Pernah Cukup

“Rindu denganku?” Bibir Rudy menempel di telinga Clara yang sensitif, nafasnya hangat dan suaranya serak.

“Aku menjagamu di rumah sakit setiap hari, mataku tidak pernah meninggalkanmu, bagaimana mungkin rindu padamu.” Clara tersenyum tak berdaya.

“Aku sudah hampir gila merindukanmu.” Tangan Rudy yang panas menyentuh pinggangnya dengan lembut, membuat Clara tidak menahan diri bergetar.

“Rudy, jangan bercanda. Sudah waktunya makan obat, aku pergi ambilkan obat untukmu.” Clara berjuang dan melepaskan tangan di pinggangnya.

Clara mengeluarkan kemeja garis biru dari dalam lemari dan melemparkan padanya, lalu berbalik ingin turun mengambil obatnya.

Clara berjalan ke arah pintu, baru saja mengulurkan tangannya membuka pintu, sebuah lengan yang kuat tiba-tiba menekan pada panel pintu, pintu ditutup kembali dengan kekuatan yang kuat dan mengeluarkan suara keras.

"Rudy! Kamu......" Clara berbalik dan memelototinya, sebelum dia berkata, suaranya tenggelam dalam ciumannya.

Rudy perlahan-lahan memperdalam ciuman ini, sombong dan mesra. Clara hampir sesak nafas dicium olehnya, dia merasa tidak puas dan berjuang beberapa kali dalam pelukannya, Rudy malah semakin memperdalam ciuman ini.

Clara bersandar di panel pintu, dan merasa pusing dicium olehnya, kedua tangannya tanpa sadar melilit lehernya.

Setelah ciuman berakhir, wajah Clara memerah, seperti udang yang sudah dimasak, pandangannya terlihat kasihan dan berkata dengan nada halus, “Sudah cukup?”

“Tidak cukup.” Rudy menjawab, lalu menundukkan kepala mencium pada bibirnya yang merah dengan mesra, “Tidak akan cukup selamanya.”

Clara tersenyum lembut, tangan menekan dadanya, dan mendorongnya dengan lembut, "Kamu, kamu lepaskan aku dulu, aku akan mengambilkan obat untukmu."

Tapi Rudy masih menjeratnya, jari-jarinya saling menggenggam dengannya. Bibirnya menempel pada telinga Clara, mencium kulitnya yang halus di bagian lehernya, dan bergumam, "Kamu adalah obatku."

“Omong kosong” Leher Clara terasa gatal dan tidak menahan diri tersenyum.

“Kebenaran.” Rudy menatapnya dan tersenyum, tetapi ekspresinya sangat serius.

“Sebelum koma, aku selalu berpikir. Aku harus sembuh secepat mungkin, kalau tidak kamu pasti akan menangis. Aku tidak ingin membuatmu menangis. Aku juga tidak boleh melakukan operasi. Kenzy mengatakan operasi otak mungkin akan menimbulkan efek samping dan bahkan menyebabkan amnesia, aku tidak boleh melupakanmu.”

“Oh.” Clara tersenyum, sepasang matanya yang hitam berkilau, berlinang air mata.

“Bagaimana denganmu?” Rudy bertanya, “Di saat aku koma, apakah telah mengejutkanmu?”

Clara menggelengkan kepalanya, "Aku percaya padamu, aku tahu kamu pasti akan baik-baik saja."

“Yah, kali ini perilakumu sangat baik.” Rudy tersenyum, sambil berkata, telapak tangannya telah meraba dan membuka ritsleting di belakangnya.

Clara tiba-tiba terasa dingin di bagian punggungnya, dia kaget, dan belum sempat menolak, Rudy langsung menciumnya lagi.

Clara dicium olehnya, pikirannya menjadi kosong, tangan di dadanya perlahan-lahan menurun...... Tubuh kedua orang menempel bersama, tiba-tiba terdengar langkah kaki dari koridor di luar, kemudian, panel pintu yang disandar Clara diketuk seseorang.

Ruangan yang penuh adegan indah, dihancurkan oleh suara ketukan pintu.

“Ayah, ibu, Wilson mau tidur!” Suara anak kecil terdengar dari luar pintu.

Setelah Wilson berteriak beberapa kali, pintu kamar tidur utama akhirnya terbuka.

Di dalam kamar, Rudy mengenakan kemeja, dan kancing kemeja masih belum selesai dikancing, wajahnya sangat suram.

Clara menahan tawa, menundukkan kepala menatap putranya.

Wilson mengenakan piyama kartun, dan memeluk boneka beruang cokelat kecil di pelukannya, dia mengangkat kepala menatap Clara, "Ibu peluk."

Clara menggendong anaknya dan berbalik berjalan masuk ke dalam kamar. “Apakah Wilson ingin tidur bersama ibu?”

“Wilson ingin tidur bersama ibu.” Bocah kecil mengulurkan sepasang lengan kecil yang gemuk dan memeluk leher Clara.

Pasangan Ibu dan anak berbaring di ranjang besar, Wilson bersandar di pelukan ibu yang lembut, alisnya tersenyum melengkung.

Rudy berdiri di pintu, dan berpikir dalam hati: Dia juga ingin tidur memeluk istrinya.

“Ayah, ayah juga tidur bersama.” Wilson memanggil dan melambaikan tangan kecilnya yang gemuk.

Rudy mengambil langkahnya, berjalan ke tempat tidur, dan berbaring di sebelah Clara.

Clara membuka halaman buku bergambar, baru saja selesai cerita, Wilson menguap dan segera tertidur.

“Sudah tidur?” Rudy bertanya dengan suara rendah.

“Ya.” Clara mengangguk, dan baru saja menggerakkan tubuhnya, Rudy langsung memeluknya dari belakang.

“Rudy, hentikan, jangan bangunkan Wilson.” Clara berjuang dalam pelukannya.

“Dia tidur nyenyak, selama kamu tidak berteriak terlalu kuat, dia tidak akan bangun.” Selesai berkata, Rudy berbalik dengan lincah dan menekannya di bawah tubuhnya.

Clara: “.......”

Clara ingin mencari sebuah lubang dan masuk ke dalam.

Meskipun Rudy tidak peduli, tapi bagaimanapun, ada seorang anak tidur di sebelahnya, dia tidak dapat melakukannya dengan sepuas hati.

Akhirnya malam tiba, Wilson baru saja dibawa pergi oleh Sus Rani ke kamarnya, Rudy langsung menyeret Clara ke kamar tidur.

Perang terus berlangsung dari kamar mandi ke kamar tidur, hampir sampai pagi, setelah Clara kelelahan, Rudy baru melepaskannya pergi.

Clara bersandar lemah di pelukannya, tapi apa yang dia pikirkan adalah: apakah pria ini pura-pura sakit? Baru saja sembuh tapi tenaganya begitu kuat.

Setelah sibuk sepanjang malam, pagi hari berikutnya, Rudy tetap berangkat kerja dengan semangat.

“Bangun begitu pagi?” Clara duduk dari tempat tidur dan menggosok matanya, rambut hitam panjang dilepaskan, terlihat malas dan imut.

Rudy telah mengenakan kemejanya, matanya penuh senyuman, membungkukkan tubuh dan mencium di pipinya. "Ada rapat tender di pagi hari, proyeknya lumayan besar, aku harus hadir."

“Oh.” Clara mengangguk, bangkit dari tempat tidur dengan kaki telanjang, menginjak lantai kayu solid, dan berjalan ke ruang ganti sebelah, memilih setelan jas buatan tangan hitam, dan menggoyang di depannya.

"Presdir Sutedja, bagaimana kalau mengenakan jas ini hari ini?"

“Oke.” Rudy mengangguk sambil tersenyum, dia tidak memiliki banyak pendapat terhadap pakaian.

Rudy mengenakan setelan jas, Clara berjalan ke depannya, menaikkan tumit kaki, dan membantunya mengikat dasi dengan serius. Lalu keduanya turun bersama.

Sebelum keluar, keduanya berciuman di pintu.

“Enggan padaku?” Rudy tersenyum bertanya.

“Suamiku, kembalilah lebih awal, aku dan anak menunggumu di rumah.” Clara memeluk pinggangnya dan berkata dengan lembut.

“Yah, aku tahu.” Rudy tersenyum menjawab.

"Jangan lupa makan obat, harus makan tepat waktunya, dan perhatikan tubuhmu. Kalau merasa sakit kepala, harus langsung ke rumah sakit....." Clara tidak berhenti berkata.

“Aku tahu, gadis kecil begitu cerewet.” Rudy mengulurkan jarinya, menyentuh ujung hidungnya dengan penuh kasih sayang, kemudian keluar membawa tas kerja.

Di lantai bawah apartemen, sebuah Mercedes-Benz hitam telah lama menunggu di sana.

Setelah masuk ke mobil, Rudy melihat Raymond duduk di bagian depan.

"Hai, Presdir Sutedja, selamat pagi." Raymond berbalik dan berkata sambil tersenyum.

Rudy meliriknya, dan memerintahkan supir untuk menyetir.

Mobil perlahan-lahan melaju keluar dari komplek dan memasuki jalan umum.

Raymond memiringkan tubuhnya dan tersenyum pada Rudy, berkata, "Aku sekalian datang menjemputmu, jangan terharu."

“Mengapa aku tidak tahu dari rumahmu, ke rumahku, lalu ke perusahaan adalah sejalur.” Rudy menjawab dengan acuh tak acuh.

Novel Terkait

Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu