Suami Misterius - Bab 389 Terus Berjuang

Setelah dia tiba di apartemen, membereskan koper sejenak. Karena hanya dia seorang diri, sama sekali tidak perlu memasak, malam langsung memesan makanan pesan antar.

Setelah makan malam yang sederhana, Clara berbaring di sofa ruang tamu sambil melihat tablet.

Toko gaun pengantin besar atau kecil di kota A hampir sudah dikelilingi semua, tetap tidak ada gaun pengantin yang membuatnya puas. Mereka yang disebut desainer terkenal, juga hampir sama hanya berbeda sedikit, hanya terlihat lebih mewah sedikit saja.

Perusahaan penyelenggara pernikahan demi memenuhi permintaannya, mengumpulkan gambar desain gaun pengantin secara nasional, harga yang dikeluarkan sangat fantastis. Setelah semua gambar desain itu difoto, dikirimkan ke email Clara.

Clara berbaring di atas sofa, tidak terlalu serius melihat semua gambar desain gaun pengantin itu, ketika melihat sampai setengah, mendadak matanya bersinar.

Sebuah model gaun pengantin yang bernama Bunga Terindah melompat ke dalam pandangannya, desain gaun pengantin sangat indah memiliki inovatif dan segar, seperti setangkai kelopak bunga yang bermekaran.

Clara sangat menyukainya hingga ingin berteriak, segera menelepon perusahaan penyelenggara pernikahan, memastikan model gaun pengantin ini sebagai pilihannya.

Kemudian, dia meletakkan tabletnya ke samping, selebihnya yang tersisa sama sekali tidak perlu dilihat lagi.

Malam itu, Rudy tidak pulang ke rumah, Clara setelah menonton beberapa episode drama, langsung kembali ke kamar untuk istirahat.

Keesok paginya, Rudy meneleponnya untuk bangun.

“Setengah jam lagi aku akan tiba di apartemen menjemputmu, bangunlah, pemalas kecil.” Suara lembut Rudy terdapat sedikit suara serak.

Clara dengan malas menjawab sepatah, bangun dari tempat tidur. Sambil menyeret sandalnya, berjalan ke toilet.

Bersih-bersih sejenak, setelah mengganti pakaian yang cerah dan cantik, waktu juga pas sekali. Dia membawa tas tangan, turun ke bawah untuk menunggu Rudy.

Tuan muda keempat Sutedja selalu tepat waktu, setengah jam, tidak akan lebih cepat satu menit juga tidak akan telat satu menit, mobil perlahan-lahan berhenti di hadapan Clara.

Jendela diturunkan, menunjukkan wajah tampan yang penuh senyuman, hanya saja terlihat sedikit kuyu.

“Semalaman tidak tidur” Clara bertanya sambil mengerutkan kening.

“Tidur dua jam di ruang istirahat dalam kantor.” Rudy berkata.

Clara selesai mendengarnya, berjalan ke sisi pengemudi, menarik pintu mobil, “Turun, aku yang menyetir.”

Rudy tidak bisa menahan tawa, tapi tetap mengikuti keinginannya, duduk ke kursi samping pengemudi.

Clara yang mengemudi, kecepatan tidak lambat juga tidak cepat.

“Masalah kali ini sangat sulit ditangani?” Clara bertanya sambil memegang setir.

“Sutedja Group melewati tangan Revaldo, rusak parah. Mana ada satu pun hal yang tidak sulit untuk ditangani. Revaldo baru saja keluar rumah sakit, sudah langsung mengeluarkan ide buruk, mungkin tahu aku sudah mau menikah, menambah sedikit kekacauan.”

“Sudah diselesaikan belum?” Clara bertanya lagi.

“Eng.” Rudy mengangguk, membalas sebuah senyuman untuk menghiburnya.

Satu tangan Clara memegang setir, tangan satunya lagi memegang telapak tangannya. “Presdir Sutedja, umurmu juga sudah tidak muda lagi, lebih perhatikan kesehatan. Sering begadang, merusak hati, merusak ginjal, merusak……”

“Tenang saja, suamimu tidak selemah itu.” Rudy sambil tersenyum menghentikannya, di belokkan memberi perintah: “Di depan belok kiri.”

Clara menyalakan lampu sein, memutarkan setir, setelah mobil melewati dua persimpangan, perlahan-lahan melaju masuk ke rumah manor keluarga Sutedja.

Setiap kali Rudy dan Clara pulang, kediaman Sutedja selalu ramai.

Untung saja, ada nyonya Sutedja, jadi tidak menimbulkan gejolak apa-apa.

“Clara, kamu dan mama rundingkan masalah pernikahan, aku kembali ke kamar istirahat sebentar.” Suara Rudy serak dan lembut, setelah mencium pipinya, langsung naik ke atas sambil membawa tas kantor.

Nyonya Sutedja dan Clara duduk di ruang tamu merundingkan detail pernikahan, sedang senang mendiskusikannya, Nalan Vi menuntun Revaldo dari luar berjalan masuk ke dalam.

Setelah Revaldo keluar dari rumah sakit, setiap pagi Nalan Vi akan menemaninya, berjemur matahari di halaman.

Clara baru pertama kali bertemu dengan Revaldo. Postur tubuh tinggi besar, tapi punggung agak bungkuk, raut wajah agak kekuningan, sekali lihat sudah jelas orang yang sakit parah.

Clara sama sekali tidak bisa mengerti, orang seperti ini, tidak baik-baik menghargai sisa hidup, untuk apa tidak ada masalah masih mau cari masalah.

“bibi.” Suara Revaldo agak serak menyapa nyonya Sutedja. Pandangan mata malah tertuju ke Clara, “Ini adik ipar ya, Rudy sungguh beruntung sekali.”

Clara mengatupkan sudut bibir, menganggukkan kepala dengan sopan.

Nyonya Sutedja melihatnya sambil mengangkat dagu, bertanya tanpa ada suhu apa-apa: “Bagaimana kondisi tubuhmu?”

“Masih seperti biasa.” Revaldo batuk pelan sambil menjawab.

“Eng, kelihatannya lebih lesu lagi dibandingkan sebelumnya. Tapi, karena masih ada tenaga untuk mencari masalah, sementara waktu harusnya tidak akan mati.” Nyonya Sutedja berkata dengan sikap biasa saja.

“Kata-kata apa yang kamu ucapkan! Apakah mengutuk Revaldo! Jika Revaldo meninggal maka sudah sesuai dengan keinginan kalian bukan!” Nalan Vi menaikan suara mulai menangis mengatakannya.

Nyonya Sutedja merasa tidak senang dan mengerutkan kening, “Pagi-pagi sudah menangis seperti di pemakaman, sungguh membuat sial saja.”

“Nalan Vi, bagaimana caramu berbicara dengan senior, mau jadi apa berteriak begitu.” Revaldo menggunakan suara serak menegurnya, “Yang dikatakan oleh bibi juga tidak salah, sudah begitu lama aku menderita penyakit ini, sementara waktu masih tidak akan meninggal. Seperti bunyi pepatah, orang berjuang demi hidup budha berjuang melepaskan kefanaan dunia, asalkan aku masih hidup, maka harus terus berjuang.”

"Baiklah kalau begitu, semoga kamu beruntung." Nyonya Sunarya selesai bicara, menepuk bahu Clara, "Clara, di dalam rumah terlalu membosankan, kamu temani aku jalan-jalan di luar sana saja, barang-barang pernikahan juga sudah seharusnya mulai dipersiapkan."

"Oh." Clara sangat patuh dan berdiri, menemani nyonya Sutedja keluar bersama..

Dua wanita jalan-jalan, situasi biasanya tidak membeli hingga cukup tidak akan pulang.

Rudy tidur sampai siang baru bangun, Clara sedang gembira sekali menemani nyonya Sutedja berbelanja di mal.

Rudy ganti pakaian rumah lalu turun ke bawah, di ruang tamu hanya ada Ardian sendiri saja.

"Mama dan istrimu sedang pergi belanja." Ardian selesai bicara, memberikan sebuah daftar nama yang panjang dan terperinci padanya. "Ini daftar awal tamu undangan aku. Maksud mama diadakan secara besar-besaran, jadi, asalkan orang terpandang di kota A pasti akan diundang, masih mengundang beberapa media, bagaimanapun Clara adalah publik figur, pernikahan tidak bisa terhindar agar tidak terekspos, tapi, aku sudah memberi perintah, sebisa mungkin tidak membuat kamu terekspos secara langsung.”

“Eng, kalian putuskan sudah cukup.” Rudy berkata.

Ardian melihat dia tidak ada maksud untuk menerima daftar nama, langsung melemparnya kembali ke atas meja. Lanjut mengatakan: “Kamu tidak keberatan, aku akan membagikannya sesuai dengan daftar nama ini. Nanti masih banyak yang harus disibukkan. Keluarga Sunarya mengadakan pernikahan yang lebih kecil, nenek Sunarya juga sudah tidak asing lagi dengan hal ini, kalian hanya perlu hadir melaksanakannya saja. Kalau mama pertama kali mengadakan pernikahan, sulit dihindari kalau agak bingung dan tidak tahu harus bagaimana.”

“Sudah merepotkanmu dan mama.” Rudy berkata sambil tersenyum.

“Jangan mengatakan kata seperti itu.” Ardian melototinya sejenak, wajah tanpa ekspresi berkata: “Kelak, kamu juga orang yang sudah memiliki keluarga. Lebih banyak perhatian pada istri dan anak. Pernikahan dan pacaran bukanlah hal yang sama, ketika pacaran asalkan memiliki gairah sudah cukup. Pernikahan peru dikelola.

Aku rasa, lebih baik kamu jangan urus masalah di keluarga Sutedja lagi. Aku sudah bertanya pada dokter, Revaldo paling lama juga hanya hidup satu tahun lagi. Kamu masih ada rasa marah dan benci apa, sudahlah. Tenang kembali ke Jing, ada dia yang membantu dan melindungimu, masa depanmu pasti akan gemilang.”

“Oh.” Satu tangan Rudy menopang dagu, mengangguk sambil tersenyum, “Aku kembali ke Jing, lalu kamu bagaimana? Apakah ikut pergi bersamaku?”

Novel Terkait

Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu