Suami Misterius - Bab 213 Dia Masih Tidur

Setelah mandi, Clara berdiri di depan cermin dan menyeka rambutnya. Kulit lehernya yang putih dipenuhi tanda-tanda ciuman biru dan ungu, dapat dibayangkan betapa sengitnya pertarungan tadi.

Clara tidak berhenti memarahi Rudy di dalam hatinya.

Tubuhnya dibungkus dengan handuk besar, berjalan keluar dari kamar mandi, langsung berbaring telungkup di ranjang, dan tepat ketika dia akan tertidur, dia dibangunkan Rudy lagi.

“Keringkan rambutmu sebelum tidur, waspadalah terkena flu.” Rudy berkata sambil mengambil pengering rambut.

Clara berbaring telungkup di ranjang, menyipitkan mata, seperti kucing malas. Biarkan pengering rambut berdengung di telinganya.

Pandangannya tertuju pada laci yang setengah terbuka, dalamnya berisi sekotak kondom.

Clara samar-samar ingat ketika mereka terjerat bersama, dia menciumnya sambil mengulurkan tangan menarik laci.

“Kapan kamu beli?” Dia menunjuk ke arah laci dan bertanya.

“Beberapa hari yang lalu.” Rudy menjawab.

Sebenarnya, hari kedua setelah terakhir kali mereka melakukannya, dia sudah beli.

“Siapa yang mengizinkanmu membeli barang ginian!” Clara menutup wajah dan berkata dengan kesal. Kotak di dalam terlihat menyilaukan, siapa yang bilang ingin melakukan dengannya, untuk apa dia membeli sekotak besar kondom, itu bisa digunakan setidaknya puluhan kali.

“Aku juga tidak terlalu suka menggunakannya, tapi makan obat tidak bagus terhadap kesehatan.” Rudy berwajah serius.

“Rudy Sutedja!” Clara sangat marah dan bangkit dari ranjang. Dia benar-benar pandai salah paham dengan apa yang dia katakan.

Rudy memandangnya dengan lembut, sepertinya sedang memandang anak yang manja, pandangannya penuh toleran.

Dia mematikan pengering rambut, dan mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang, “Sudah, tidurlah.”

Rudy meletakkan kembali pengering rambut di meja rias, dan seseorang mengetuk pintu pada saat ini, terdengar suara Wilson dari luar pintu, “Ayah, Ibu.”

Rudy keluar, tubuhnya yang besar tinggi menghalangi bocah kecil di luar pintu.

“Ibu sudah lelah, jangan mengganggunya.” Selesai berkata, Rudy menggendong putranya, dan mengambil langkah menuju ke lantai bawah.

Pintu kamar buka dan tutup, kamar tidur kembali sunyi.

Clara berbaring di ranjang, wajahnya memerah seperti api membara. Kata-katanya sangat jelas sedang memberitahu orang lain apa yang telah mereka lakukan di dalam kamar. Meskipun Wilson tidak ngerti, tetapi Sus Rani ngerti.

Clara merasa sangat malu.

Mungkin terlalu lelah, Clara berbaring di ranjang dan tertidur.

Dia bahkan tidak tahu kapan Rudy kembali ke kamar, ketika dia memeluknya dari belakang, Clara secara alami masuk ke dalam pelukannya yang hangat, mencari gaya tidur yang nyaman dan tidur dengan nyenyak.

Pagi hari berikutnya.

Clara membuka mata, langsung melihat wajah pria yang membesar di depannya, dan dia bagaikan seekor gurita, berbaring di dadanya.

“Masih pagi, tidurlah.” Rudy menatapnya dengan tatapan mendalam, dan mencium dahinya dengan lembut.

Clara masih ngantuk, dan masih enggan meninggalkan selimutnya yang hangat, berbalik dan lanjut tidur.

Rudy duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja dengan gerakan lincah, menundukkan kepala mengancing kemejanya.

Ponsel yang diletakkan di meja samping ranjang tiba-tiba berdering, memecahkan keheningan di pagi hari.

Rudy melirik ponsel pink berlian, dan tidak berencana ingin melayaninya. Tapi, pihak lain sepertinya sangat bersikeras, tidak berhenti menghubunginya.

Clara berbalik di ranjang, dan merengek di mulutnya, mengungkapkan ketidakpuasan karena terganggu.

Rudy berdiri, berjalan ke depan meja samping tempat tidur, mengulurkan tangan rampingnya yang indah, dan mengambil ponsel. Nama Marco muncul pada layar ponsel yang berkedip.

Tertegun sejenak kemudian, jarinya yang ramping menyentuh layar ponsel dan menjawab telepon.

“Clara......” Terdengar suara Marco dari dalam telepon, nada suaranya sangat mesra.

“Dia masih tidur, kamu boleh meneleponnya lagi agak siang, atau aku membantumu menyampaikannya.” Suara Rudy tenang dan dingin.

Dan di dalam telepon tiba-tiba terdiam.

Rudy meletakkan kembali ponsel ke meja samping ranjang, tapi panggilan telepon belum diputusin.

Dia duduk di tepi ranjang, memeluk Clara ke dalam pelukan dan mencium di pipinya yang lembut. Kumis yang baru tumbuh membuat kulit pipinya terasa menyakitkan.

Rudy menimbulkan perasaan sengaja ingin mempermainkannya, dia mencium lagi di leher dan tulang selangkanya.

Tubuh gadis muda sangat sensitif, dia secara alami menyangka Rudy ingin melakukan hal itu dengannya, jadi dia mengulurkan tangan menolaknya.

“Tidak mau lagi..... sangat lelah.....” Dia memohonnya.

Rudy tersenyum, mengulurkan tangan menarik selimutnya. “Tidurlah, tidak mengganggumu lagi.”

Clara mendengus, berbalik dan lanjut tidur. Setiap kali setelah disiksa olehnya, dia harus istirahat selama beberapa hari.

Rudy bangkit dan turun dari ranjang, pandangannya melirik ke ponsel di meja samping ranjang, panggilan telepon telah ditutup.

Dia mengulurkan tangannya membuka laci, menundukkan kepalanya dan mengenakan jam tangan, senyuman di sudut bibirnya terasa dingin.

Rudy mengadakan konferensi video di pagi hari, dan tiba di perusahaan tepat waktunya.

Raymond mengikutinya ke lift, ruang konferensi multimedia berada di lantai berikutnya.

Saat lift turun, Raymond memasukkan kedua tangannya di dalam saku, dengan senyuman sembrono di wajahnya. “Suasana hatimu terlihat baik? Kelihatannya semalam dilayani wanita di atas ranjang dengan sangat baik.”

“Kamu agak cerewet belakangan ini.” Rudy meliriknya, wajahnya yang tampan tenang seperti biasanya.

Semalam, jelas dia yang melayani gadis kecil itu. Tapi, suasana hatinya benar-benar baik.

“Perlukah aku bantu menghubungi Biro Urusan Sipil? Meniduri Clara setelah mengambil akte pernikahan.” Raymond terus berkata.

Rudy adalah orang yang memiliki rasa tanggung jawab yang kuat. Menurut frekuensi dia meniduri Clara, cepat atau lambat dia pasti akan menikahinya.

“Ini bukan sesuatu yang harus kamu khawatirkan. Kalau kamu berlebihan energi, sebaiknya lebih perhatian pada beberapa cabang di tanganmu, kalau omset tahun ini masih belum meningkat, kamu boleh pulang dan makan sendiri.

Selesai berkata, pintu tangga listrik terbuka, dia mengambil langkah maju dan pergi dulu.

Konferensi video berlanjut sampai tengah hari, Rudy baru saja berjalan ke pintu ruang konferensi, Johan asistennya datang dan berkata dengan hormat, “Presdir Sutedja, Nona Meldi baru saja telepon dan ingin mengajakmu makan siang bersama.”

Selesai mendengar, Rudy langsung mengerutkan kening.

Raymond mendengus, dan menyindirnya, “Makan siang? Bagaimana mungkin ada makan siang gratis di dunia ini. Tiap kali Rosa mencarimu, pasti ada sesuatu yang ingin meminta padamu.”

Rudy melirik Raymond dengan dingin, kemudian memerintah supir untuk menyiapkan mobil.

Mobil Maybach hitam berhenti perlahan di depan restoran Barat kelas atas.

Rosa sepertinya sangat suka makan makanan barat. Dalam ingatan, ketika pertama kali makan makanan Barat, dia bahkan tidak tahu tangan manakah harus memegang pisau dan tangan mana yang memegang garpu, lalu menyebabkan banyak lelucon.

Sekarang, setelah bergaul beberapa tahun di dalam industri hiburan, Rosa sudah bisa makan makanan barat dengan sangat elegan.

Di kamar pribadi yang didekorasi dengan mewah, Rosa dengan semangat menyerahkan steak yang telah dipotong dan tersenyum seperti bunga.

“Coba mencicipinya, rasa steak di sini sangat asli.”

Novel Terkait

Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu