Suami Misterius - Bab 175 Tidak Tahu Diri

Dua hari ini turun hujan berturut-turut, disamping tangga digenangi air, dan kebetulan gulungan lukisan jatuh didalam genangan air.

“Nona Elaine, anda tidak apa-apa kan.” Pelayan datang untuk memapah Elaine, namun Elaine malah berteriak dengan keras, “Untuk apa menarikku, bukannya cepat pungut lukisannya dulu.”

Pelayan segera memungut gulungan lukisan dari genangan, air lumpur menetes turun dari lukisan itu.

Elaine segera membuka tali penggulung lukisan, sesuai dugaan, lukisan basah sebagian besar oleh air lumpur, sudah pasti tidak bisa dipakai lagi.

Elaine sungguh panik sampai mata memerah, berpesan pada pelayan : “Jangan sampai ada yang tahu hal ini, cepat panggil nyonya keluar.”

Begitu Rina tahu lukisannya rusak, ia kesal sampai ingin sekali menampar Elaine. Anak ini sungguh tidak becus melakukan apapun.

“Ma, lukisannya sudah rusak, aku harus membawa kado apa untuk Nyonya Besar Sutedja.” Elaine menutupi matanya merah, bahkan airmatanya sudah mulai menggenangi kelopak matanya.

Rina menahan amarah yang membakar hatinya, berkata pada Elaine, “Tidak apa, bukankah masih ada persik emas itu.”

“Ma, itu adalah hadiah yang disiapkan oleh anak kampungan itu, kamu memintaku membawa persik emas itu, bukankah aku akan ditertawakan mati-matian oleh semua orang.” Elaine berkata dengan mata membelalak.

Rina tersenyum sambil menepuk ringan tangannya, “Bagaimana mungkin ibu membiarkanmu dipermalukan. Hapus airmatamu, jangan sampai ada yang merasa ganjal.”

Kedua ibu dan anak ini kembali ke mansion seolah tidak terjadi apapun, karena sudah waktunya, maka mereka berempat pun berangkat ke kediaman Keluarga Sutedja.

Keberadaan Keluarga Sutedja di Kota A ini bagaikan kalangan dewata. Mansion yang esar dan luas, terlihat seperti istana.

Digerbang utama mansion Keluarga Sutedja, mobil yang berdatangan bagaikan ular naga yang membentang, mobil mewah berdatangan tidak putus-putusnya, nyonya dan nona muda yang turun dari mobil semua terlihat begitu anggun dan mempesona.

Orang paling takut perbandingan, dihadapan keluarga kaya yang sebenarnya, Keluarga Santoso sama sekali tidak ada apa-apanya.

Yanto memaksakan diri untuk menyapa orang-orang yang tidak begitu dekat dengannya. Setelah Rina mengajak Elaine mendaftarkan hadiah yang mereka bawa, ia langsung membawa Elaine untuk mengucapkan selamat ulang tahun pada Nyonya Besar Sutedja.

Kamar Nyonya Besar Sutedja ada di lantai 3, pelayan membawa mereka naik lift untuk ke kamar beliau.

Menggunakan lift di dalam mansion, selain keluarga kaya seperti Keluarga Sutedja, sepertinya sudah tidak ada yang lainnya lagi.

“Kamar kedua sebelah kiri adalah kamar nyonya besar, silahkan.” Pelayan mempersilahkan mereka bertiga masuk dengan sangat sopan.

Disaat ini, kamar Nyonya Besar Sutedja terlihat seperti aula pesta, sangat ramai. Untuknya luas kamar ini lebih dari 100 meter persegi, meskipun banyak orang namun tidak telihat berdesakan.

Nyonya Besar Sutedja duduk di sofa yang berada di tengah ruangan, disampingnya dikelilingi oleh para gadis berusia 20 tahunan. Sejauh mata memandang, terlihat gadis-gadis yang mengenakan gaun beraneka warna, terlihat jauh lebih indah daripada taman bunga.

Nyonya Besar Sutedja sedang mengobrol dan bersenda gurau dengan mereka, sama sekali tidak memperhatikan kedatangan orang yang baru saja datang.

Clara tidak ingin menjadi pusat perhatian, sehingga ia langsung mencari tempat duduk di sudut ruangan. Hanya melihat keramaian dengan santai.

Disebelah kiri Nyonya Besar Sutedja duduk cicit perempuan satu-satunya Viona Sutedja, merupakan adik kandung Gevin Sutedja, sangat disayang oleh Nyonya Besar Sutedja.

“Nenek buyut, pakaian khas Tang ini sangat cocok dengan anda, membuat anda terlihat lebih muda paling tidak 10 tahun, memang hasil karya Kak Su paling rapih.” Viona berkata dengan nada manja.

“ Viona, kamu jangan menyanjungku seperti itu, aku hanya bisa membuat beberapa pakaian saja.” Nona Su berkata dengan wajah memerah.

keluarga Su mengandalkan bisnis fasion, sampai hari ini sudah memiliki belasan pabrik garment di Kota A. Nona Su baru kembali dari Prancis belum lama ini, bahkan kabarnya sempat mendapatkan juara desain ternama.

“Nenek buyut, Kak Su jauh lebih baik padamu. Aku memohonnya untuk membuatkan beberapa baju untukku, sampai sekarang bahkan sepotong ujung kain pun tidak terlihat. Baju yang nenek pakai sekarang adalah baju yang dibuat oleh Kak Su langsung, bahkan sulaman diatasnya merupakan sulaman tangannya sendiri. Lihatlah sulaman yang begitu nyata ini, bahkan terasa seperti bisa menghirup wanginya.” Viona Sutedja berkata lagi.

Nyonya Besar Sutedja menundukkan kepalanya melihat kearah baju Tang yang berwarna biru muda yang ia kenakan, lalu melihat lagi kearah Nona Su yang wajahnya memerah karena malu, mengangguk sambil tersenyum.

Clara melihat bunga Peony yang begitu besar dibaju itu, membuatnya berdecak. Kalau memintanya menyulam ini, meskipun jarinya berdarah-darah juga tidak akan menjadi sulaman. Para nona muda ini sungguh bekerja keras demi mendapatkan perhatian Nyonya Besar Sutedja.

Dia duduk disamping menonton keramaian, lalu melihat Rina yang membawa Elaine ke hadapan Nyonya Besar Sutedja.

“Nyonya Besar, selamat ulang tahun, semoga berkah selalu melimpah untuk anda dan panjang umur.” Rina memberi ucapan dengan wajah tersenyum.

Nyonya Besar Sutedja mengangguk, lalu mengarahkan pandangannya kearah mereka, lalu bertanya dengan santai, “Nona Clara tidak kemari?”

Clara dipanggil seperti itu, tidak mungkin tetap bersembunyi dan pura-pura tidak tahu, mau tidak mau ia berdiri lalu menyapa Nyonya Besar Sutedja dengan hormat.

Clara berdiri ditengah, dengan dandanannya yang begitu segar, membuat orang begitu nyaman melihatnya. Ada senyum dalam pandangan Nyonya Besar Sutedja.

Namun Viona yang duduk disamping Nyonya Besar Sutedja malah langsung terlihat dingin. Pagi ini ia sempat mendengar ibunya Nalan Vi mengeluh tentang nenek buyutnya yang semakin tua semakin pikun, bagaimana bisa ia tertarik pada putri dari seorang wakil walikota, gadis dari keluarga sederhana seperti itu juga ingin menikah dengan kakaknya, sungguh tidak tahu diri.

Hari ini Viona berencana akan membuat malu Clara. Sehingga ia merangkul lengan Nyonya Besar Sutedja, berkata dengan manja, “Aku baru pertama kali bertemu dengan kedua putri Keluarga Santoso. Kamu pasti Kak Elaine ya.”

Viona mengulurkan tangan kearah Elaine.

Mendengar namanya disebut oleh nona Keluarga Sutedja, Elaine segera menjawab sambil tersenyum.

“Aku sudah melihat hadiah yang kamu berikan untuk nenek, perlengkapan tehnya sangat indah, tehnya juga sangat harum, sehingga aku membuat satu teko untuk dicicipi oleh semuanya.”setelah Viona mengatakannya, beberapa pelayan mendorong pintu lalu masuk sambil membawa beberapa teko teh bunga.

“Kamu ini sangat tidak sopan, barang orang yang lebih tua kamu juga berani sembarangan menyentuhnya.” Nyonya Besar Sutedja menegur Viona dengan datar.

Viona tersenyum manja dan membawakan teh kehadapannya, “Nenek, aku salah, minumlah tehnya untuk meredakan amarahmu.”

Nyonya Besar Sutedja menerima cangkir lalu menyeruput tehnya, matanya langsung bersinar, lalu berkata dengan senang, “Hm, ini teh yang benar-benar bagus.”

Clara memegang cangkir ditangannya sambil tersenyum dingin, teh bunga yang ia bawa dari rumah Keluarga Araya langsung menjadi milik Elaine dalam sekejap mata.

Bahkan Elaine menjawab dengan tidak tahu malunya, “Ini aku bawa dari kedai teh langgananku, kalau Nyonya menyukainya, lain kali akan kubawakan lagi.”

“Kalau begitu Nenek ini akan menunggunya dengan sabar.” Nyonya Besar Sutedja menjawab sambil tersenyum.

Setiap kali Nyonya Besar Sutedja mendapatkan teh yang bagus, dia akan mengajak beberapa teman lamanya untuk menikmati bersama, kalau setiap orang harus diberikan satu bungkus teh, maka bungkusan kecil Clara itu tidak akan cukup.

Nyonya Besar Sutedja sedang bingung harus bagaimana mengatakan ini, tidak menyangka Elaine malah begitu peka.

Jarang-jarang Nyonya Besar Sutedja mengajak Elaine mengobrol beberapa patah kata dengan wajah tersenyum ramah.

Viona melihat dari samping, ketika melihat mereka sudah hampir selesai mengobrol, ia baru berkata lagi, “Kedua kakak dari Keluarga Santoso ini sungguh niat, teh bunga yang diberikan Kak Elaine begitu harum dan nikmat. Persik emas Kak Clara juga begitu indah, kalau anda melihatnya pasti akan suka.”

Setelah mengatakannya, Viona Sutedja melambaikan tangan kearah pintu, seorang pelayan membawa nampan, diatas nampan itu terpajang persik emas yang dibeli Ester ketika ditemani Clara.

Novel Terkait

My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu