Suami Misterius - Bab 628 Dia Tidak Ingin Lena Banyak Bicara

Setelah Lena selesai bicara, suasana menjadi hening sejenak dan udara di sekitarnya tampak bercampur dengan napas berat dan pengap.

Ahyon terus menundukan pandangan matanya. Terlihat kalau ekspresi wajahnya cukup tenang sehingga sulit menebak apa yang sedang dia pikirkan.

Tapi Lena tahu, dari luar mungkin Ahyon terlihat lemah, tapi sebenarnya dalam diri Lena, dia sangat kuat.

Ahyon pasti rela kehilangan nyawanya hanya untuk melahirkan seorang anak untuk Hyesang.

Cara dan pemikiran seperti ini sungguh tdak masuk akal untuk Lena jika dilihat dari sudut pandang seorang dokter.

Tapi ketidak masuk akalan ini malah membuat orang lain merasa perjuangan cinta ini begitu menyentuh.

Kecanggungan di kantor dipecahkan oleh ketukan tiba-tiba di pintu. Perawat mendorong pintu, begitu terbuka perawat berkata kepada Lena dengan cemas, "Baru saja datang seorang pasien dengan pendarahan hebat, Dokter Lena, tolong cepat periksa."

"Oke, aku mengerti."

Lena bangkit dari kursi dan mengatakan satu kalimat lagi, "Ingatlah untuk mengambil obat dan meminumnya sesuai dengan apa yang aku katakan."

Ahyon mengangguk lalu mengatakan sesuatu yang aneh, "Lena, aku tidak ingin Hyesang tahu tentang ini."

Lena sedikit mengernyit setelah mendengarkan.

Dia tahu kalau yang dimaksud Ahyon adalah mengenai hal-hal atau resiko yang akan mengancam hidupnya jika dia hamil.

Jika Hyesang tahu kalau Ahyon akan dalam berbahaya jika mengandung maka dia tidak akan pernah mengijinkannya hamil.

Hyesang tidak akan membiarkan Ahyon punya kesempatan untuk hamil sama sekali karena dia tidak akan membiarkan Ahyon membahayakan dirinya sendiri.

Ahyon sangat mengenal dan memahami Hyesang, jadi dia tidak ingin Lena banyak bicara.

Setelah keheningan singkat, Lena mengangguk sambil menghela nafas dan kemudian dengan cepat berjalan keluar dari kantor.

Departemen rawat jalan Obstetri dan Ginekologi baru saja menerima pasien wanita, yang berusia dua puluhan tahunan. Begitu melihatnya, langsung tahu kalau dia adalah seorang mahasiswi. Dia diam-diam melakukan aborsi di sebuah klinik kecil. Akibatnya, para dokter di klinik kecil tidak dapat diandalkan dan mengalami pendarahan hebat sehingga dia dilarikan ke rumah sakit.

Lena memasuki ruang UGD dan langsung memeriksa kondisi pasien. Kondisi pasien tidak terlalu bagus.

Menurut penilaiannya, gadis itu setidaknya sudah hamil tiga setengah bulan.

Secara umum, persalinan yang diinduksi akan dilakukan lebih dari 12 minggu setelah kehamilan. Tetapi gadis ini malah melakukan operasi aborsi di sebuah klinik kecil.

"Kondisinya tidak terlalu baik, pendarahannya belum juga berhenti. Jika terus pendarahan seperti ini maka terpaksa harus mengangkat rahimnya.

Gadis semuda ini, bagaimana nasibnya di masa depan.”

Dokter UGD yang menerima pasien itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Setelah memahami kondisi dasar pasien, Lena bertanya, "Apakah keluarganya datang?"

"Sudah di telepon. Mereka segera jalan ke sini."

Dokter UGD setelah menuliskan catatan medis lalu memindahkan dan menyerahkannya ke Lena.

Lena segera meminta perawat untuk mempersiapkan operasi dan mengambil surat persetujuan operasi sambil menunggu keluarganya di depan pintu untuk segera menandatanganinya.

Anggota keluarga datang cukup cepat. Yang datang wajahnya sangat tidak asing untuk Lena.

"Lena?

Bagaimana bisa kamu! "

Raymond tertegun ketika melihat Lena. Tapi setelah berpikir sejenak, Lena bekerja di rumah sakit ini jadi tidak heran bisa bertemu dengannya di sini.

"Aku juga tidak menyangka itu adalah kamu! Apa kamu keluarga dari Pinky ?"

Lena menatapnya. Tatapan matanya itu sediit bergejolak dan nada bicaranya begitu rendah dan berat.

"Eh, mungkin bisa dibilang begitu."

Raymond berkata dengan canggung.

"Apa yang dimaksud dengan bisa dibilang begitu, apa hubungan kalian berdua?"

Lena bertanya dengan tegas.

"Dia adalah adik ipar kecil dari Aldio. Aldio disuruh bos ke perbatasan negara. Adik iparnya mengalami hal buruk ini jadi dia memintaku untuk menggantikannya memeriksa adik iparnya."

Raymond menjelaskan dengan tidak sabarnya.

Setelah menjelaskan cukup panjang, dia sedikit menyesal. Mengapa dia menjelaskan ini semua kepada Lena? Mereka kan sudah lama tidak ada hubungan lagi.

Pada akhirnya, setelah menyia-nyiakan tenaga bicara begitu banyak, Lena sepertinya sama sekali tidak mempercayainya.

"Raymond, kamu tidak bisa berbohong. Aldio belum menikah, dari mana munculnya adik ipar coba."

"Bukankah Aldio punya pacar yang telah meninggal sebelumnya? Dia telah merawat orang tua gadis itu selama bertahun-tahun. Kita dulu selalu menggodanya dengan mengatakan kalau pasangan tua itu adalah mertuanya.

Pinky ini adalah anak yang diadopsi oleh pasangan tua itu, jadi bisa dibilang adalah adik ipar Aldio."

Raymond menjelaskannya lagi tanpa sadar.

Tapi pada akhirnya, Lena masih saja menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Sudahlah, terserah kamu mau percaya atau tidak. Aku terlalu malas untuk menjelaskan lagi."

Kata Raymond kepadanya tidak senang.

Lena merapatkan bibirnya tetapi ada beberapa senyum yang terlihat di matanya. Tapi ekspresi wajahnya masih saja bergitu datar. Dia menyerahkan formulir izin bedah untuk ditandatangani oleh Raymond.

Raymond terlalu malas untuk membaca banyak peraturan di surat itu. Dia menandatanganinya langsung lalu bertanya dengan santai, "Bagaimana kondisi Pinky saat ini?"

"Dia tidak akan mati kok. Kemungkinan paling parah dan serius adalah pengangkatan rahim." Jawab Lena.

"Apa? Apa separah itu? " Raymond terkejut.

Gadis kecil itu umurnya masih dua puluhan. Bagaimana dia bisa menikah dan punya anak kalau rahimnya diangkat. Bukannya ini sama saja menghancurkan seluruh hidupnya.

"Pengangkatan rahim adalah resiko terburuk. Dalam keadaan normal, aku tidak akan membiarkan itu terjadi." Setelah Lena selesai berbicara, dia meraih persetujuan bedah yang ditandatangani dan berbalik untuk berjalan ke ruang operasi.

Raymond mendengarkan nada bicara Lena. Meskipun terdengar emosi tetapi tetap saja melegakan.

Lena selalu sangat percaya diri dalam melakukan profesinya.

Dan dia memang punya modal dan kemampuan yang layak untuk sangat percaya diri. Dia selalu mendapatkan nilai terbaik di berbagai bagian dan departemen di kuliah kedokteran dulu.

Pada saat itu, sebelum ujian, dia pergi untuk berkencan dengan Raymond. Raymond menyuruhnya untuk meriview lagi pelajaran untuk ujian. Tapi Lena dengan bangganya mengatakan kalau yang perlu di review sudah dipelajarinya semua. Tidak ada yang berani mengambil posisi pertama jikapun dia mengambil posisi kedua.

Sementara Raymond sedang duduk di ruang operasi dan menunggu, dia tanpa sadar mengingat semua kenangan mereka berdua.

Pada saat itu mereka benar-benar sangat bahagia bersama. Dunia seolah selalu cerah bagi mereka. Hari-hari dilewati dan terasa begitu bebas dan tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Jika, jika seandainya waktu itu Raymond tidak memperkenalkan Reimi kepada ayah Lena mungkin ibu Lena tidak akan mati dan mereka tidak akan dipaksa untuk putus. Jika mereka tidak berpisah, maka setelah Lena lulus, mereka berdua harusnya akan menikah dan sekarang sudah punya anak yang berlari dengan bahagianya.

Sayangnya, dia terlalu bodoh saat itu dan mengacaukan segalanya.

Cahaya di pintu ruang operasi tiba-tiba padam dan Lena berjalan keluar dari ruang operasi dengan mengenakan pakaian operasi steril berwarna biru.

Raymond masih melamun dan duduk di kursinya. Karena memunggungi jadi dia tidak melihat Lena.

Lena berjalan mendekat dan langsung menendangnya kakinya. Barulah dengan begini, Raymond mengangkat kepalanya. Setelah melihat Lena, Raymond berdiri lalu bertanya, "Apa operasinya sudah selesai? Bagaimana operasinya? "

"Operasinya berhasil. Pendarahan berhasil dihentikan dan rahim juga berhasil diselamatkan.

Jika merawat dan menjaga diri serta membersihkan diri maka tidak akan mempengaruhinya untuk bisa menikah maupun memiliki anak ke depannya.” Kata Lena.

Raymond mengangguk dan berkata, "Terima kasih."

"Sama-sama, kamu harus mengurus prosedur rawat inap untuknya dan membayar biaya rumah sakitnya. Rumah sakit kami tidak menerima kredit."

Selesai bicara, Lena melepaskan masker dokter di wajahnya lalu berbalik dan bersiap pergi.

"Lena."

Raymond tiba-tiba memanggilnya, dan berkata dengan ragu-ragu, "Akhir pekan ini adalah hari kematian ibumu. Aku ingin berziarah ke makamnya."

Langkah kaki Lena berhenti sejenak, dan dia menjawab dengan ramah, "Pergilah jika kamu mau. Toh makan tidak butuh tiket masuk."

Setelah selesai berbicara, dia pergi dengan cepat.

Raymond memandangi punggung Lena yang perlahan pergi, dia tiba-tiba menghela napas lega. Sudut bibirnya perlahan-lahan memunculkan sebuah senyum. Dia hanya mencoba menguji sikap Lena. Jika Lena bersikeras tidak mengijinkan dia pergi untuk ziarah ke makam ibunya maka jelas tidak ada kesempatan untuk berdamai dengannya.

Tapi sekarang, sikap Lena jelas mulai terlihat lebih santai, apa itu membuktikan kalau Lena sudah tidak begitu membencinya?

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu