Suami Misterius - Bab 310 Wanitaku Bukan Wanita Penghibur Publik

“Presdir Sutedja, mobil telah berhenti di depan pintu.” Asisten Johan datang dan berkata dengan hormat.

“Hmm.” Rudy mengangguk pelan, lalu memerintahkan, “Antar Nona Araya pulang.”

“Baik.” Johan berjalan menghampir Milki Araya, ia mengulurkan tangan dan memapahnya sambil bertanya dengan sopan, “Nona Araya, bisakah anda berjalan sendiri?”

“Bisa.” Milki belum mabuk sampai tidak bisa berjalan. Dia sangat tahu diri, otomatis tidak akan terus berada disini menjadi obat nyamuk. Sehingga dia mengikuti Johan dan pergi.

Rudy melirik Gevin, dan berkata dengan acuh tak acuh, “Kamu juga pulanglah lebih awal, jangan selalu membuat nenek khawatir.”

“Mengerti, paman,” jawab Gevin, di depan Rudy, dia selalu patuh.

Rudy mengangguk, lalu mengganeng tangan Clara dengan wajar dan berjalan keluar dari bar.

Di depan bar ada jalan yang panjang dan sepi.

Clara berdiri di pinggir jalan, angin malam yang dingin menembus pakaiannya yang tipis, ia merapatkan kedua lengannya, sedikit menggigil, tetapi ia tetap kesal dan mengabaikan Rudy.

Rudy dengan tidak berdaya memeluknya dari belakang. Dadanya yang lebar dan hangat mendekap tubuh kurusnya. Kehangatan yang familiar membuatnya sedikit lupa diri.

Namun, ia tiba-tiba teringat kata-kata Rosa. Rudy sangat ganas ketika di diatas ranjang. Dia suka gaya masuk dari belakang.

Membuat Clara tiba-tiba merasa sedikit jijik, dan dengan kuat melepaskan diri dari dekapannya.

“Rudy, jangan sentuh aku.”

Rudy berdiri di bawah lampu jalan yang redup, tubuhnya yang tinggi seketika kaku. Cahaya lampu membuat lekuk wajah tampannya semakin tegas dan jelas, menarik bayangan ramping kebelakangnya di bawah gelapnya malam. Ada perasaan kesepian dan tidak berdaya yang membuat orang kasihan melihatnya.

Wajah tampan Rudy hampir tidak berekspresi, sinar matanya yang gelap dan dalam, dan aura yang terasa dingin dan angkuh.

“Atas dasar apa?” Suaranya dingin sedingin salju.

Clara memelototinya sambil mengangkat dagunya, ia sungguh emosi sampai hampir berjingkrak. Lelaki ini malah masih bertanya padanya, atas dasar apa tidak membiarkannya menyentuhnya.

“Rudy, mengapa aku harus membiarkanmu menyentuhku seenaknya, lagipula aku juga bukan istrimu.”

Setelah Rudy mendengarnya ia langsung menatapnya dalam, bibirnya tiba-tiba melengkung. “Kamu benar. Ayo pergi, kita akan buat aktenya sekarang.”

Sebelum Clara sempat bicara, Rudy sudah mengulurkan tangan dan menggenggam tangannya dengan satu tangan, ia mendekap Clara dengan kuat didadanya, dan dengan tangan lainnya memanggil taksi. Lalu membuka pintu dan memasukkannya langsung ke dalam mobil.

Clara terjatuh ke kursi belakang dan berteriak marah-marah,“ Rudy, bisakah kamu jangan membuat masalah.”

“Sebenarnya siapa yang membuat masalah.” Rudy tidak bisa menahan senyumnya, senyum yang tidak berdaya. “Sejak kamu pergi ke Jerman, kamu menjaga jarak denganku, hanya karena seorang Rosa.”

“Jadi, kamu sudah tahu,” Clara tersentak sejenak, kemudian berhenti berbicara.

Rudy tidak berbicara lagi, ia seperti biasanya menyalakan sebatang rokok dan menurunkan salah satu sisi jendela, mengulurkan jarinya yang memegang rokok keluar jendela agar asapnya menyebar di luar.

Ketika Rudy menelepon Clara, nada bicara Clara yang menjawab dengan dingin itu membuatnya curiga. Oleh karena itu, Rudy meminta Johan untuk menyelidiki, lalu ia segera mengetahui bahwa Rosa menemui Clara di bandara.

Pada saat ini, supir di dalam taksi berbalik untuk bertanya kepada mereka, “Tuan, kalian ingin pergi kemana?”

“Catatan sipil,” Rudy menutup pintu mobil dan menjawab.

Supir menyalakan mesin mobil dan berjalan menuju ke arah kantor catatan sipil.

Di dalam mobil yang sempit, ada keheningan yang begitu berat. Tekanan udara yang rendah membuat orang sesak.

Clara menarik napas dalam-dalam dan berkata kepadanya, “Malam hari begini, tidak ada seorang pun yang masih bekerja di kantor catatan sipil.”

Rudy tidak menjawab, ia mengambil ponselnya dan menekan nomor asisten Johan dan memerintahkan, “Hubungi Kantor Catatan Sipil dan minta petugas disana bekerja lembur malam ini.”

Clara tidak menunggu Rudy selesai berbicara, langsung mengambil ponselnya dan menutup telepon.

Rudy sambil mengerutkan kening menatapnya dan tidak mengatakan apa-apa. Ada rasa kaku yang berlangsung singkat di saat ini.

Kemudian, mobil berhenti.

“Silahkan, kita sudah sampai di kantor catatan sipil.” Kata supir itu.

Rudy pun langsung membuka pintu dan turun, kemudian berjalan menuju kantor catatan Sipil.

Clara ditinggalkan di belakang olehnya, setelah mengeluarkan dompet dan membayar ongkosnya, lalu bergegas mengejarnya.

Rudy berdiri di pintu depan kantor catatan Sipil, mengangkat kepalanya sambil menatap gedung kantor yang gelap gulita.

“Meskipun kantor catatan sipil bisa bekerja sekarang, aku tidak membawa ** dan Kartu Keluarga.” Clara berhenti di sampingnya dan berkata.

Mendengar kata-kata itu, Rudy sedikit menyipitkan matanya dan menatapnya dengan tenang. “Bagaimana kalau kita bertaruh? Jika kita bisa mendapatkan akta nikah malam ini, kamu harus bersedia menikah denganku. Jika tidak bisa, aku tidak akan mengganggumu lagi.”

Angin malam yang dingin, dia hanya mengenakan baju tipis, tetapi masih berdiri dengan gagah.

Clara refleks memegang tangannya, seperti biasa, telapak tangannya terasa begitu hangat. “Tuan muda Rudy memang luar biasa, tidak ada yang tidak bisa kamu lakukan. Aku tidak bertaruh.”

Dia tidak akan bertaruh pada pernikahan.

Setelah Clara selesai bicara, ia berbalik dan duduk di sebuah bangku panjang samping jalan, persis di seberang gedung Catatan Sipil.

Rudy duduk di sebelahnya, ia sedikit mengerutkan kening sambil merokok.

Malam yang sangat sunyi, keduanya duduk berdampingan, sampai mereka bisa mendengar napasnya masing-masing.

Asap rokok menyebar dari ujung jarinya, suaranya yang serak menembus asap dan masuk ke dalam telinganya.

“Apa yang telah Rosa katakana?”

“Bagaimana kamu bisa tidak tahu apa yang telah dikatakan Rosa.” Jawab Clara dengan marah.

“Tidak tahu. Namun, itu pasti bukan perkataan yang baik,” kata Rudy sambil menghembuskan asap rokok.

Clara menggigit bibirnya dengan kuat, nada bicaranya sedikit kaku. “Dia bilang dia sudah bersamamu selama lima tahun. Dan juga, kamu suka posisi dari belakang.”

Clara mengatakannya dengan terbata-bata, tetapi Rudy adalah seorang yang sangat cerdas, jelas ia mengerti.

Dia menjentikkan abu rokok dengan jari panjangnya dan tersenyum sinis. “Dia hanya bisa berbohong pada gadis polos yang tidak berpengalaman denganmu dengan ucapan seperti ini. Sembilan dari sepuluh pria menyukai gaya dari belakang.”

Rudy dengan mudah mengatakannya, membuat pipi Clara menjadi merah. Ia memegangi pipinya yang merah dan membalas, “Aku percaya semua yang kamu katakan. Rudy, apakah kamu pikir aku sangat mudah dibohongi.”

“Apakah kamu lebih memilih percaya pada apa yang dia katakan padamu daripada percaya padakuku.” Rudy mengangkat alisnya, ada rasa kecewa yang terlukis di alisnya.

Clara tanpa sadar menggerakkan mulutnya, tetapi tidak punya kata-kata untuk membantah. “Jadi, apa hubunganmu dengan Rosa?”

“Kakak laki-lakinya bernama Gendis Meldi, dia adalah temanku di pasukan penjaga perdamaian. Sebelum gugur, Gendis Meldi memintaku untuk merawat adiknya.”

“Menjaganya sampai ke ranjang,” Clara mencemooh.

Rudy menjentikkan asap rokok dengan ujung jarinya, dan tersenyum, “Aku tidak rakus seperti yang kamu kira, aku tidak pernah tidur dengannya, percaya atau tidak terserah padamu.”

“Aku percaya padamu baru aneh. Setelah kamu menyekolahkannya, memberinya hidup yang layak, menghabiskan uang banyak untuk membuatnya populer. Tapi sekarang malah mengatakan padaku, kalian tidak ada hubungana apa-apa. Rudy, menurutmu kamu yang bodoh, atau aku yang bodoh? Dan juga, kontrak endorse O. Mana mungkin kamu tidak tahu bahwa kontrak itu milikku. Kamu membantu seorang wanita yang tidak ada hubungan denganmu untuk merebut milik pacarmu sendiri.” semakin mengatakannya, Clara semamin marah..

Rudy hampir lupa, masih ada masalah iklan endorse. Dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum, tanpa sadar menyentuh dahinya. “Kamu masih berani membicarakan hal ini. Orang yang melakukan syuting endorse O hampir semuanya di suruh setengah telanjang, dan wanitaku bukan wanita penghibur publik.”

Clara “…. ”

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu