Suami Misterius - Bab 181 Aku Kangen Kepadamu

Rudy mengangkat kepalanya dengan malas dan melihat Ardian sedang berjalan ke arahnya.

Ardian mengenakan gaun tidur panjang yang berwarna merah, rambut hitamnya yang bergelombang dibiarkan tidak terikat, ditamnbah ekspresi menyipitkan matanya, Ardian terlihat seperti seekor kucing yang malas.

Sebenarnya usia Ardian sudah hampir 50 tahun, tetapi dia benar-benar sangat pandai dalam merawat dirinya. Waktu yang berlalu hampir tidak meninggalkan jejak apa pun di wajahnya, dia terlihat paling tidak hanya berusia 30 tahun lebih, bentuk tubuhnya juga sangat tinggi dan ramping.

Wajah Ardian dan Rudy memiliki kemiripian sekitar 50%, siapa pun yang melihatnya dengan sekilas pasti akan merasa mereka berdua benar-benar adalah sepasang kakak beradik yang menarik perhatian.

Berjalan ke hadapan Rudy, Ardian mengulurkan tangannya ke dalam saku jas Rudy dengan natural dan mengeluarkan kotak rokok, kemudian dia menyalakan rokok dan mengisapnya dengan kuat, mungkin karena gerakannya terlalu kuat, Ardian pun mulai batuk.

"Kalau tidak bisa jangan memaksa" Rudy menatapnya dengan alis mengerut.

Mengabaikan kata-kata Rudy, Ardian menyandarkan bagian belakangnya ke pagar penyandar dan merokok dengan gaya yang santai.

"Kenapa jam segini baru pulang?" Ardian berkata dengan nada suara yang agak serak.

"Iya" Rudy menjawab dengan suara ringan.

Sudut bibir Ardian terangkat dan wajahnya terlihat agak dingin, "Acara ulang tahun Nyonya Tua saja kamu berani pulang begitu malam, kamu benar-benar sudah semakin tidak menganggap anggota keluarga Sutedja sebagai prioritas"

"Sibuk" Rudy menjawab dengan nada suara santi sambil menggerakkan jarinya dengan lembut.

"Sibuk selalu menjadi alasan kalian para pria" Ardian berkata.

"Apakah kamu merasa aku tidak sibuk?" Rudy berkata sambil meantap ke Ardian dengan pupil matanya yang hitam, tatapan dia bahkan membuat orang tidak berani menatapnya secara langsung.

Ardian mengeluarkan sebuah batuk ringan sebelum mematikan rokok di tangannya, "Kalau begitu jangan sibuk lagi, kamu kan bukan memang tulus menginginkan perusahaan Sutedja"

"Apakah kamu tidak menginginkannya?" Rudy berkata dengan senyuman ringan.

Mendengar pertanyaan Rudy, Ardian pun mengerutkan alisnya secara refleks, setelah itu, sebuah senyuman menghina diri muncul di wajahnya, "Tentu saja ingin. Waktu kamu masih kecil, aku takut kamu tidak memiliki sandaran, jadi aku ingin merebut seluruh dunia ini untuk kamu. Sekarang kamu sudah dewasa, tetapi aku menyadari sepertinya kamu tidak butuh hal itu, kamu bisa memiliki seluruh dunia ini dengan kamampuan kamu sendiri. Sekarang membiarkan kamu pergi merebut demi aku, semuanya sudah terbalik"

Mendengar kata-kata Ardian, Rudy pun tertawa dengan lembut, senyuman Rudy sangat mempesona, hanya saja senyuman dia tidak mencapai bawha matanya, "Kata-kata kamu ini sudah terlambat, panah yang sudah tertembak tidak bisa ditarik kembali lagi"

Tatapan Ardian menggelap, setelah diam beberapa saat dia pun berkata lagi, "Terserah kamu saja, yang penting kamu bahagia"

Rudy hanya menghela asap rokoknya dengan santai dan tidak berbicara.

Angin sejuk yang berhembus membuat Ardian merapatkan gaun tidurnya dengan gaya malas, "Baru-baru ini kamu tidak menghubungi Markisa?"

"Baru-baru ini kamu benar-benar mengurus terlalu banyak hal" Rudy mengerutkan alisnya dengan erat, suaranya terdengar lebih dingin daripada malam yang sejuk ini.

"Sekarang kamu juga berpikir aku terlalu cemberut" Rudy tertawa dengan wajah tidak berdaya, "Kapan baru kamu bisa membuat aku tidak khawatir? Aku juga tidak ingin mengurus masalah kamu. Usia kamu sudah hampir 30 tahun, kamu bahkan tidak memiliki orang yang mengerti kamu di sisimu"

"Apakah menikah berarti memiliki seseorang yang mengerti kamu? Arima Sutedja memiliki istri dan anak, bukannya dia juga mengulurkan tangannya ke luar? Sedangkan Nalan Vi mengerti Revaldo Sutedja, tetapi bukannya dia juga mengasuh kekasih di luar............" Rudy berkata dengan nada suara yang dingin dan menghina.

"Diam" Ardian meliriknya, "Benar-benar sudah semakin tidak tahu batas. Nama ayah bukan nama yang kamu bisa sembarang panggil"

"Ayah kamu" Rudy berkata dengan dingin.

"Dia juga orang tuamu. Rudy, jangan lupa kamu tumbuh dengan makan beras keluarga Sutedja" Eskpresi Ardian terlihat agak tenggelam.

"Kenapa? Apakah kamu mau aku membayar uang nasi?" Rudy tertawa dengan wajah lucu, "Minta sama Bahron Sunarya saja. Dia masih sanggup membayarnya"

Berkata tentang Bahron Sunarya, ekspresi Ardian pun berubah lagi. Dia merapikan gaun dan rambutnya sebelum berkata, "Tadi aku melihat Markisa, tidak tahu dia sudah lari kemana. Aku mau mencari dia berbicara sebentar, kamu juga cepat pulang istirahat"

Setelah berkata, Ardian pun meninggalkan tempat.

Rudy mematikan rokoknya dan memijat dahinya sambil tertawa dengan ringan.

Bahron Sunarya dan Ardian sama-sama merupakan kekacauan yang tidak masuk akal.

Setelah berdiri beberapa saat di teras, Rudy pun kembali ke kamarnya dengan capek.

Kamar tidur Rudy juga terletak di lantai tiga, kamar Rudy berada bagian kanan ujung dan merupakan kamar terbesar. Bahkan menyatu bersama ruang baca, ruang bekerjanya.

Rudy membuka pintu kamarnya dan mencium bau parfume yang tajam, hal tersebut membuat Rudy mengerutkan alisnya.

Berjalan masuk ke dalam kamar, Rudy memperhatikan sekeliling, meskipun kelihatan tidak ada perubahan, Rudy bisa menyadari jelas ada yang masuk ke dalam kamarnya. Karena meskipun barangnya terlihat berantakan, setiap barang terletak sesuai dengan aturan Rudy sendiri.

Di dalam keluarga Sutedja, tidak akan ada pembantu yang berani sembarang memasuki kamar Tuan Keempat.

Rudy berdiri di tengah kamarnya dengan wajah dingin, sepasang tangan yang kurus mengelilingi pinggangnya dan memeluk dia dengan erat.

"Rudy, kamu sudah pulang ya?" Suara wanita yang lembut berdering dari belakang.

Bau parfum yang tajam membuat Rudy merasa semakin frustrasi. Dia berusaha menahan kemarahannya dan melepaskan tangan yang melingkari pinggangnya dengan wajah dingin. Setelah berputar balik badan, Rudy melihat Markisa Tikar yang sedang dicari Ardian berada di kamarnya, bahkan dia sedang mengenakan baju tidur sutra yang terbuka.

"Apakah Pengacara Tikar tidak mengerti etika paling dasar ketika menjadi tamu di rumah orang lain?" Tatapan Rudy terhadap Markisa sangat dingin, bahkan sama sekali tidak memiliki suhu kehangatan.

Markisa ingin bergerak maju ke Rudy, tetapi dia tidak berani. Mau bagaimana pun, dia adalah anak gadis keluarga kaya, bukan wanita liar yang tidak tahu malu, melakukan hal seperti tadi sudah merupakan batasannya.

Kalau bukan keluarga Sutedja dan keluarga Tikar terus memberikan tekanan kepada Markisa, Markisa juga tidak akan melakukan hal seperti ini. Sekarang bahkan ibu pengasuhnya pun merasa dia tidak berguna, tidak bisa menangkap hati Tuan keempat. Posisi Makirsa di keluarga Tikar sudah berada di kondisi bahagia.

Markisa Tikar berdiri di tempat dengan wajah tegang dan tangan bergetar, pada saat dia tidak tahu harus melakukan apa, Rudy pun melemparkan sebuah jaket kepadanya dan berkata, "Keluar, jangan membuat aku berkata untuk kedua kali"

Setelah tegang di tempat beberapa saat, Markisa Tikar pun berlari keluar sambil memeluk jaket.

Mungkin lebih baiknya menjadi anak gadis yang disayangi semua orang, paling tidak masih memiliki harga diri, jangan bertindak seperti wanita liar yang keras kepala dan tidak mau mengalah.

Tetapi hal ini juga sudah membuat Rudy merasa sangat capek dan jijik.

Rudy berjalan ke depan jendela dan membukanya, membiarkan angin sejuk menipun ke dalam ruangan, meskipun begitu, bau parfum masih tercium di dalam kamar.

Rudy merasa frustrasi berada di dalam kamar, akhirnya dia pun berdiri dari sofa dan mengambil jasnya sebelum meninggalkan kamar.

Rudy mengemudi dan mengelilingi setengah bagian dari kota, Rudy sadar dia tidak memiliki tempat yang bisa dia pergi. Akhirnya dia pun memparkir mobil di tepi jalan.

Dengan satu tangannya masih memegang setir, Rudy menggunakan satu tanganya lagi untuk mengeluarkan ponselnya dan menelpon ke Clara seperti biasa.

Pada saat Rudy menelponnya, Clara sedang berbaring di atas tempat tidur dengan malas dan ngantuk.

"Rudy Sutedja, ada apa pada larut malam ini?"

"Ada urusan" Nada suara Rudy yang rendah dan jernih terdengar sedikit berat.

Clara mengedipkan matanya dan merasa rasa kantuknya menghilang, "Ada apa?"

"Aku kangen kepadamu" Rudy berkata dengan nada suara serius.

Novel Terkait

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu