Suami Misterius - Bab 73 Menggunakan Trik Licik Kalau Kalah Bersaing

Sehebat apapun Clara berakting, saat ini senyuman di wajahnya juga menjadi kaku. Menyuruh dia menjadi pengiring pengantin untuk mantan pacar dan selingkuhannya ! Hanya Rina yang dapat kepikirannya.

Rina melihat Clara yang tidak berbicara apapun, langsung menunjukan tampang yang sangat khawatir, lanjut berkata, “Mengenai pernikahan Elaine, aku juga sangat khawatir. Sebelumnya sudah sepakat kalau keluarga Santoso menikahi anak perempuannya, akan memberikan akta lahan rumah tua sebagai hadiah pernikahan, sekarang Evi menyesal lagi. Clara, kamu paling pengertian, coba bantu tante menasihati Ibumu, kami juga tidak akan merugikannya, nanti aku suruh sekretaris membuka ceknya, anggap saja kami membeli lahan itu.”

“Iya, Clara, harusnya kamu menasihati ibumu, suruh dia jangan terlalu keras kepala.” Yanto kepikiran dengan penghinaan Evi pada sebelumnya, raut wajahnya menjadi lebih suram lagi.

Sisa senyuman kaku di wajah Clara menghilang seketika. Rina dan anaknya masih menginginkan lahan itu, masih belum berubah kelakuan malingnya.

“Tante, kamu suruh sekretaris jangan buka cek, lahan itu bernilai dua puluh juta, cek yang bernominal sebesar itu, aku takut hilang."

Pada saat itu, Rina sudah membuka tasnya, mengeluarkan selembar cek dari dalamnya, nominal yang tertera hanya satu juta. Nominalnya adalah harga pasaran lahan itu pada dua puluh tahun yang lalu, dia tidak ada keinginan untuk membelinya dengan harga pasaran sekarang.

Namun kata-kata Clara, membuat senyuman sempurna di wajahnya muncul sebuah garis retakan, menyimpan kembali cek itu ke dalam tasnya dengan canggung.

Elaine berdiri disamping, dengan mata yang memerah karena ketidaksabaran. Menurut dia, alasan Ibunya Marco tidak menyukai dirinya, semuanya dikarenakan dia tidak memiliki hadiah pernikahan berharga seperti Clara.

Clara tidak peduli dengan mereka, malahan menoleh ke arah Yanto, “Ayah, teman lama dan rekan lama Ayah semuanya pada tahu lahan rumah tua itu terdaftar dengan nama ibuku, seandainya kamu menggunakan harta mantan istri sebagai hadiah pernikahan untuk anak tiri, akan ditertawai orang. Apalagi, keluarga Ortega juga tidak mengharuskan lahan itu, tante Karsena orangnya pengertian, lain hari aku akan menjelaskan langsung kepada keluarga Ortega, tante Karsena pasti akan mengerti.”

“Kamu sekarang sibuk syuting, mana mungkin menambah kesibukanmu lagi. Beberapa hari lagi aku pergi bersama Elaine saja.” Rina mengatakannya dengan panik.

Keluarga Ortega sama sekali tidak mengetahui hal ini, seandainya masalah ini dibocorkan, Yani akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menyindir dan menyusahkan Elaine lagi.

“Kalau begitu maaf merepotkan tante lagi.” Clara langsung menyambung. Senyuman di ujung matanya, mengandung kelicikan.

Rina sedikit terbengong, baru menyadari dirinya terjebak dengan kata-kata anak ini.

“Sudahlah, masalah ini lain kali baru dibahas saja.” Yanto menyelesaikan topik ini dengan satu kalimat, setelah itu, dia menyuruh pembantunya menghidangkan makanan.

Saat makan bersama, Rina dan anaknya makan dengan tidak berselera, namun dengan tumbennya suasana hati Clara Santo sangat baik.

Elaine memaksakan diri untuk bertahan sampai selesai makan, meletakkan piringnya dan naik ke lantai atas.

Rina yang mengkhawatirkan anaknya, mengikuti dia masuk ke kamarnya.

Setelah pintu kamar ditutup, Elaine langsung emosi.

“Ibunya Marco sebelumnya sudah tidak menerimaku yang sebagai anak haram, sekarang tidak ada lahan itu sebagai hadiah pernikahanku lagi, aku harus menuruti semuanya setelah aku menikah, hanya menderita saja. Mendingan jangan nikah lagi !”

“Kamu jangan sembarangan berbicara, tanggal pernikahan juga sudah ditetapkan, mana bisa tidak menikah. Meskipun kriteria keluarga Ortega tidak sebanding dengan Empat Taipan, namun juga berpangkat di kota A, Marco adalah lelaki muda yang berbakat.” Rina berusaha menasihatinya.

“Kalau begitu lahan itu bagaimana ?” Elaine bertanya lagi.

Rina mengeluhkan nafas, “Ayahmu sendiri saja juga tidak sanggup menyelesaikannya, kita bisa ada solusi apa lagi. Evi sudah bilang, kalau ingin lahan itu dijadikan sebagai hadiah pernikahanmu, kecuali dia sudah mati.”

“Kenapa dia tidak cepat mati saja ! Orang yang sudah setengah baya, masih tidak bisa melepaskan harta dunia.” Elaine mengatakannya dengan kejam.

Rina yang mendengarkan, hanya bisa menggeleng kepala dan mengeluhkan nafas.

“Kamu tidak ada solusi, kalau kakak ? Kakak pasti ada solusi.” Elaine sibuk mencari ponselnya, lalu menghubungi Yunita.

Pada saat Yunita menerima panggilan telepon dari Elaine, dirnya sedang bersama Nalan Qi, mereka berdua baru saja selesai bermesraan, suaranya masih mengandung desahan.

“Aktanya dipegang sama Evi, dia tidak mau melepaskannya, aku juga tidak berdaya. Kalau kamu benaran emosi, berdebat saja langsung dengan Evi. Dulunya kalau bukan karena dia, Ibu sudah menikah dengan Ayah, kita juga anak keluarga Santoso secara sah, jadi keluarga Ortega juga tidak akan menghinamu...... Evi menginap dirumah sakit yang mana ? Aku suruh orang cari tahu dulu, lalu memberitahumu. Orang seperti dia, kamu tidak perlu sungkan sama dia, anak perempuannya juga dipermainkan orang, juga melahirkan anak haram.”

Yunita memutuskan sambungan teleponnya, melihat Nalan Qi yang berada disamping sedang menatapnya dengan tatapan nakal.

“Kenapa kamu menatapku seperti itu ?” Yunita mengulurkan tangannya dengan wajah menggoda, tangannya perlahan-lahan mengelus dada Nalan Qi, menggambarkan lingkaran disekelilingnya dan menggodanya.

Nalan Qi langsung menangkap tangannya, menarik dan menimpanya.

Suara teriakan Yunita sangat menggoda, dia sangat menyukai reaksi genitnya.

“Aku ingat, kamu sedang merebut pemeran utama di film baru Reine bersama Clara.” Satu tangannya Nalan Qi sedang memeluk pinggang Yunita, tangan satunya lagi sedang menjepit sebatang rokok, menghembuskan asapnya, sambil berkata.

Yunita berbaring dipelukannya bagaikan tidak bertulang, tersenyum manja, “Informasimu lancar juga.”

“Kalah bersaing dengan dia ?” Nalan Qi menghembuskan asap rokok dan tersenyum sinis.

Yunita mengeluh, “Tidak tahu juga Clara berhasil naik ke kasur siapa, bahkan berhasil membujuk Reine.”

Nalan Qi selesai mendengarkannya, tersenyum keceplosan, mencubit dagunya dengan tangan yang tidak memegang rokok.

“Serigala kecil, menggunakan trik licik kalau kalah bersaing. Aku dengarnya Evi baru selesai operasi, masih dalam kondisi penyembuhan, paling takut kalau emosional. Kamu menghasut Elaine mencari masalah dengan Evi, kalau dia terjadi sesuatu, Clara akan sibuk berduka, mana ada waktu untuk merebut pemeran denganmu.”

Yunita tersenyum dengan tampang yang manja, namun tidak mengelak. Jelas sekali, Nalan Qi telah benar mengatakannya.

“Bukannya kamu memang suka diriku yang seperti ini. Kalau kamu suka yang bodoh, cari Lauren Ogana saja.” Kedua lengannya melingkar pada leher Nalan Qi, memberikan ciuman padanya dengan inisiatif.

“Sudahlah, jangan menggoda lagi. Kalau sekali lagi, tubuhku akan tidak sanggup. Cepat atau lambat akan mati diatas kasurmu.” Nalan Qi mengenakan bajunya, membalikkan badan dan turun dari kasur.

Membelakangi Yunita, senyuman sinisnya perlahan-lahan menghilang.

Meskipun Yunita sangat cerdik, namun kadang kalanya menakutkan, demi tujuannya, bahkan dapat memanfaatkan adik kandungnya sendiri.

......

Elaine berdandan dengan cantik dan berdiri di dalam lift, menundukkan kepalanya dan membaca pesan di ponselnya.

Seiring dengan bunyi tingtong, pintu lift terbuka, dia menginjak sepatu tmit tingginya dan keluar dari lift.

“Kamar nomor 56 dimana ?” Dia berdiri di kasir informasi dan bertanya.

“Kamar 56 di area VIP, lurus saja lalu belok kiri.” Pelayan tersenyum menjawabnya.

Elaine menginjak sepatu tumit tingginya yang berwarna merah, mendorong pintu kamar nomor 56 dengan sombong.

Dalam kamar pasien, Evi sedang duduk diatas kasur sambil mendengar musik, pada waktu ini, suster dan pembantunya sedang tidak ada.

“Buat apa kamu kesini ?” Evi melihat kedatangan Elaine, sepertinya sangat terkejut.

Elaine menginjak sepatunya, tumit sepatu menginjak diatas permukaan lantai, menimbulkan suara yang dingin dan nyaring. Dia mengangkat dagunya dan melirik ke sekeliling kamar pasien, berpikir :Orang yang akan mati, masih menginap di kamar yang mewah ini, mubazir sumber daya pengobatan.

Tatapan Elaine berhenti di ponsel yang sedang memainkan musik, menyindirnya, “Santai juga hidupmu.”

Novel Terkait

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu