Suami Misterius - Bab 723 Berperang Bersama

Malamnya, Clara menerima telepon dari Rudy.

Suara khasnya terdengar begitu merdu dari balik telepon, terdengar begitu khas dan menggoda.

“Sudah tidur?” dia bertanya.

“Masih belum.” Kata Clara.

“Sedang apa?” Rudy bertanya lagi.

“Sedang menatap bintang.” Clara menjawab dengan jujur.

Saat ini dia sedang duduk di balkon kamar, kepalanya bersandar di jendela, mengangkat kepalanya menatap langit.

“Apa yang kamu lihat?” Rudy bertanya dengan lembut.

“Kalau dipaksakan masih bisa melihat beberapa, tidak begitu terang, mungkin karena agak mendung.” Clara menjawab.

“Kapan-kapan kita pergi ke puncak untuk melihat.” Kata Rudy.

“Ok.” Clara tersenyum, lalu diantaranya kembali tenggelam dalam keheningan.

Dari kedua sisi telepon hanya terdengar suara nafas yang begitu jernih.

“Tidak ada yang ingin dikatakan padaku?” tiba-tiba Rudy bertanya.

Satu tangan Clara memegang ponsel, tangan satu lagi menopang dagu, terlihat begitu santai.

Dai tahu yang ia maksud adalah keributan yang terjadi tadi siang.

“Hanya membereskan wanita licik, sama sekali tidak ada yang perlu diceritakan. Aku tidak dirugikan, jadi kamu tidak perlu khawatir.” Dibalik telepon, senyum tipis mengembang di bibir Rudy.

“Istriku sungguh hebat, nenek sengaja meneleponku dan memujimu berkali-kali, dia sangat jarang memuji orang lain.”

Setelah Clara mendengarnya, ia tertawa, “Baguslah kalau beliau tidak menganggapku sebagai wanita gila, aku justru cemas dia merasa aku tidak cukup lembut.”

“Keluarga Sunarya tidak membutuhkan nyonya rumah yang lemah. Kamu cukup lembut padaku seorang saja.”

Suara serak Rudy terdengar lirih, terdengar begitu lembut dan menggelitik telinga Clara, membuat wajahnya merah seperti biasa.

Clara refleks mengulurkan tangan memegang pipinya yang merona, hanya tersenyum tanpa bicara.

Lalu dari balik sana terdengar lagi suara yang serak dan merdu, “Clara, terima kasih.”

“Terima kasih apa?” Clara bertanya.

“Terima kasih sudah menjadi istriku.” Suara Rudy terdengar lembut namun tidak seperti biasanya.

Dia ingin berterima kasih padanya, berterima kasih karena bersedia menjadi istrinya, bersedia menerima latar belakang juga keluarganya yang rumit, juga berterima kasih padanya karena telah bersedia menemaninya berperang.

“Sudah larut, tidurlah.” Rudy berkata lagi.

“Tidak bisa tidur, Rudy, kamu nyanyikan lagu untukku?” Clara berkata dengan manja bagaikan anak kecil.

“Sana berbaring di ranjang dengan nurut, maka aku akan bernyanyi untukmu.” Dia menjawab sambil tersenyum, nadanya begitu penuh kasih.

Clara naik ke ranjang dengan patuh, menyelimuti dirinya, lalu meletakkan ponsel disamping bantalnya.

Dibalik telepon terdengar suara Rudy yangserak dan lembut.

“Langit malam meredup, ditemani bintang berkelip nan indah, kunang-kunang yang terbang, siapa yang sedang kau rindukan, bintang di langit meneteskan airmata, mawar di bumi mongering, angin dingin berhembus, berhembus, asalkan ada kamu yang menemani……….”

Clara : “…….”

Dia sungguh tidak menyangka Rudy akan menyanyikan lagu lullaby untuknya, benar-benar membujuknya bagaikan anak kacil.

Namun Clara perlahan memejamkan matanya dibawah lantunan suaranya yang serak dan merdu.

Rudy memegang ponselnya dan berdiri didepan jendela, diluar jendela langit sudah gelap.

Dibelakangnya, sekretaris membuka pintu berjalan masuk, melihat 首长 sedang memegang ponselnya sambil bernyanyi, ia langsung tercengang.

“Letakkan dokumennya di atas meja.” Rudy menutupi speaker, berkata dengan datar dan singkat.

Sekretaris mengerti maksudnya, setelah meletakkan dokumen diatas meja, ia langsung pergi.

Rudy setengah bersandar di jendela, dibalik telepon terdengar begitu hening, wanitanya pasti sudah tertidur.

Senyum Rudy mengembang, senyumnya begitu hangat, lelu berkata melalui telepon : “Good night.”

Lalu ia mematikan telepon.

….. Setelah Clara kembali ke lokasi syuting di hari kedua, ia baru tahu kalau Samara dan asistennya dibawa oleh polisi.

“Pemeran wanita ketiga masih punya banyak scene yang belum selesai diambil, mungkinkah Sutradara Wu mengganti tokohnya?”

Melanie memegang segelas es manga, berkata sambil memakannya.

“Sulit dipastikan. Kalau kali ini Samara benar-benar terjerat dalam masalah, kemungkinan Sutradara Wu akan mempertimbangkan untuk mengganti pemain.”

“Apapun mudah dihindari, namun yang paling sulit dihadapi adalah orang yang licik. Sebaiknya segera ganti pemain, kalau tidak, setiap hari berada di lokasi syuting yang sama, aku mungkin harus waswas sepanjang hari.” Setelah Melanie mengatakannya, dia menyerahkan segelas es stroberi pada Clara.

Clara memakan satu suap, lalu bertanya dengan asal, “Ini es darimana?”

“Wakil sutradara yang baru datang mentraktir, karena tahu kamu alergi dengan mangga, aku menyuruh mereka menggantinya dengan rasa stroberi.” Melanie menjawab.

Clara refleks mengkerutkan alis, “Lain kali kalau ada hal yang seperti ini, kamu katakan saja lambungku tidak bagus sehingga tidak bisa makan es. Jangan merepotkan orang.”

“Hanya segelas es saja, tidak perlu sampai seperti itu bukan.”

“Meskipun hal sepele, namun kalau dibicarakan kesana kemari, akan mudah membuat gossip kalau aku berlagak sok di lokasi syuting. Didunia ini, berhati-hati baru bisa panjang umur.” Clara mengingatkan.

“Aku mengerti.” Melanie berkata sambil mengkerutkan bibirnya, membuang es yang tinggal setengah ke tong sampah yang ada disampingnya.

…… sepanjang hari, orang di lokasi syuting sibuk membicarakan Samara yang dibawa oleh polisi.

Dan disaat bersamaan, Samara sedang menerima introgasi dari seorang anggota kepolisian.

Mengenai foto Altria dan putra keluarga Sun yang mengalami keterbelakangan mental, Samara yang menyuruh asistennya untuk menyebarkannya di internet dengan akun anonim.

Pihak kepolisian berhasil melacak IP sekretarisnya, asistennya tidak kuat menahan interogasi kepolisian, sehingga langsung mengakui Samara yang menyuruhnya melakukan semua itu.

“Nona Liu, berdasarkan pengakuan asistenmu, dia mengatakan kalau anda memberikan foto padanya, lalu menyuruhnya menyebarkannya di internet.”

“Aku tidak menyuruhnya melakukan itu.”

Samara menyangkal, sikapnya begitu tenang.

Polisi wanita yang menginvestigasinya terlihat tidak terkejut sama sekali, kalau tersangka dibawa masuk kantor polisi dan langsung mengakuinya, maka sama sekali tidak butuh investigator seperti mereka.

“Asistenmu dan Nona Sunarya sama sekali tidak punya dendam, dia tidak punya modus untuk melakukan hal ini. Dia digaji olehmu, menjalankan apa yang diperintahkan sudah hal yang sewajarnya.”

Setelah Samara mendengarnya, ia langsung tertawa dengan penuh cibiran, “Dia itu asistenku, bukan budakku. Apakah aku menyuruhnya membunuh orang dia juga akan melakukannya? Lucu sekali.”

Samara tidak mengaku, dia merupakan tokoh yang cukup sulit untuk dihadapi.

Kemudian, apapun yang ditanyakan oleh polisi wanita itu, Samara tetap menolak untuk menjawab.

”Sebelum pengacara datang, aku tidak akan menjawab pertanyaan apapun dari kalian. Sekarang aku ingin menghubungi keluargaku. Aku seharusnya punya hak untuk itu bukan.”

Polisi wanita itu mengangguk, terlihat begitu tidak berdaya.

Lalu polisi itu menyerahkan ponsel pada Samara, mengijinkannya untuk menghubungi keluarganya untuk sementara.

Samara memegang ponselnya, membolak balik kontak telepon.

Putri yang tidak diinginkan seperti dirinya sama sekali tidak disayang, kalau tidak Tuan Liu tidak akan tega menikahkannya dengan pria yang mengalami keterbelakangan mental.

Disaat seperti ini, Tuan Liu tidak akan menolongnya.

Karena ibunya tdiak bisa memberikan putra, Tuan Liu sudah sejak lama memiliki kekasih yang lebih cantik dan muda diluar, posisi Nyonya Liu saja sudah terancam, dalam kondisi seperti ini ibunya sama sekali tidak bisa membantunya.

Setelah Samara berpikir sejenak, ia menemukan sebuah nomor yang tidak disimpan namanya, lalu meneleponnya.

Telepon tersambung dengan cepat, terdengar suara yang tidak berdaya dari balik teleponnya, : “Aku sudah mendengar tentang masalahmu, bagaimana bisa jadi seperti itu?”

“Ceritanya panjang. Pikirkan dulu bagaimana cara untuk mengeluarkanku dari tempat ini, aku tidak ingin berada disini lebih lama lagi.” Samara berkata dengan ekspresi wajah yang begitu buruk.

“Aku sedang berada di luar negri.” Orang itu berkata.

“Jadi? Aku harus menunggumu pulang untuk mengurus ini?”

“aku akan mencarikan pengacara untukmu terlebih dahulu, sisanya tunggu aku kembali baru kita bicarakan.”

Setelah orang itu berkata, ia mengingatkan lagi : “Masalah seperti ini, aku harap adalah yang terakhir kalinya.”

“Kamu pikir aku bersedia berada di tempat seperti ini!” Samara kesal.

“Kalau begitu jangan berbuat bodoh.” Setelah orang itu berkata dengan tidak sabar, ia langsung mematikan teleponnya.

Novel Terkait

Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu