Suami Misterius - Bab 231 Seberapa Tulus

Rudy meletakkan korannya, memandang ke arah Clara dengan tatapan mata yang tenang dan hangat. Sutedja Group di mata Clara hanyalah perusahaan kecil saja. Rudy yang padahal presdir dari Sutedja Group bagi Clara adalah pekerja yang tak bertugas.

“Pagi tidak ada apa-apa, jadi istirahat di rumah.” Jawab Rudy.

“Em, kalau begitu baik-baik menemani Wilson ya. Jika uangmu tidak cukup, kamu bisa memberitahuku.” Clara menghampirinya lalu mencium pipi Rudy. Sekalian mengambil tas bahunya yang diletakkan di sofa.

Baru saja mengambil tas dan mau pergi, tiba-tiba dia ditarik ke pelukan Rudy sehingga dia duduk di atas paha Rudy.

“Tiba-tiba memberiku uang, ini adalah bonusku karena kemarin malah cukup lumayan dalam melayanimu ya?” jemari panjang Rudy meremas dagu Clara.

Wajah Clara memerah malu, dia jelas tahu yang di maksud ‘melayani’ dari mulut Rudy adalah yang di ranjang.

“Jangan bercanda ok, aku buru-buru keluar nih.” Tangan Clara mendorong pelan dada Rudy mencoba menolaknya.

“Ayo makan dulu, aku akan mengantarkanmu ke tempat syuting.” Ucap Rudy. Nada bicaranya begitu hangat, tapi tidak terbiasa ditolak atau dibantah oleh orang lain.

Clara tahu Rudy sedang perhatian kepadanya, jadi Clara pun mengangguk.

Setelah makan siang sederhana, Clara keluar dari ruang makan dan Rudy juga sudah ganti baju untuk keluar rumah. Celana panjang yang rapi dengan di luarnya menggunakan jaket berwarna abu-abu asap. Berdiri di sana saja, terlihat sangat tampan dan tegap.

Clara pun menghampirinya, mengulurkan tangannya merangkul lengan Rudy, wajah penuh senyum, “Ayo jalan.”

“Em.” Rudy mengulurkan tangan mengelus kepala Clara lalu baru menapakkan kakinya berjalan keluar.

Rudy yang mengendarai mobilnya dan Clara duduk di bangku penumpang dengan dan merapikan kukunya. Selama perjalanan Clara tidak hentinya bicara.

“Syuting film ini segera berakhir. Kak Luna tidak akan mengambil pekerjaan untukku untuk sementara. Aku mau konsentrasi untuk rekaman lagu, jadi tidak akan sesibuk sekarang.”

Ada dua lagu di album baru Clara, yang mana adalah soundtrack utama film dan soundtrack tambahan. Album baru ini harus segera dirilis sebelum film dirilis.

Bagusnya adalah masih banyak waktu sebelum film ini dirilis.

“Em.” Rudy mengangguk mengiyakan. Dia tidak mengatakan hal yang tidak terlalu penting.

“Tunggu setelah album dirilis.Jika penjualannya tidak buruk, kita pergi bersantai liburan yuk.” Kata Clara lagi.

Lengan Rudy bersandar ringan di stir mobil, dia pun menoleh ke Clara, tersenyum lalu berkata, “Begitu percaya dirinya ya kamu?”

Tangan Clara memegang dagu Rudy, lalu menjawab dengan wajah serius, “Memiliki mimpi itu selalu bagus, mungkin saja nanti bisa jadi kenyataan ya kan.”

“Em, pasti bisa jadi kenyataan.” Jawab Rudy tersenyum begitu hangat.

Sejak Rudy menghadiahinya kartu harapan, seolah benar-benar jadi malaikat harapan untuk Clara.

“Rudy, kamu mau pergi ke tempat apa untuk liburan?” tanya Clara.

“Lihat dulu, jika pergi bertiga, lebih baik pergi ke Maladewa atau pulau Saipan. Jika hanya kamu dan aku, pergi ke Yunani atau Turki mungkin lebih cocok.” Kata Rudy sambil berkendara.

“Kenapa?” tanya Clara bingung.

“Satu keluarga tiga orang lebih cocok untuk berjemur matahari di pasir pantai. Cahaya matahari juga cukup bagus di musim ini. Jika berdua saja, tentu saja harus cari yang tempat yang romantis untuk memupuk perasaan yang kita miliki.” Jawab Rudy.

“Aku harap memupuk perasaan yang kamu maksud bukan di ranjang.” Gumam Clara menoleh ke sampingnya.

Mobil berhenti di depan pintu hotel tempat para kru berada. Waktu Clara terlalu mepet, dia pun buru-buru membuka pintu, turun dari mobil lalu berlari ke arah pintu hotel.

“Clara” panggil Rudy tiba-tiba.”Ada apa?” Clara menoleh dan memandangnya dengan wajah bingung. Dia hanya melihat Rudy yang turun dari mobil dan berjalan menghampirinya sampai di depannya. Di kebingungan Clara, tiba-tiba Rudy mengulurkan tangannya dan melingkarkannya ke pinggang Clara, menundukkan kepala lalu mencium bibir merah dan lembut Clara.

Clara membelalakkan matanya, setelah mencoba melawan sebagai bentuk formalitas saja. Clara pun membiarkannya mencium dirinya.

Bagusnya adalah, Rudy tidak terlalu lama melekat padanya, hanya ciuman dan pelukan sebentar lalu melepaskannya.

“Kamu menggila apa lagi. Jika nanti kefoto oleh wartawan gosip, malah jadi masalah.” Clara memelototinya dengan wajahnya yang memerah, lalu berbalik dan berlari ke dalam hotel.

Rudy berdiri di depan pintu, sampai bayangan Clara menghilang dari pandangan matanya, baru Rudy berbalik dan pergi.

Terpisah dengan jalan raya yang lebar di sudut seberang jalan, ada sebuah mobil Ferrari flamboyan yang berhenti di sana.

Gevin duduk di dalam mobil itu, mengepalkan tangannya dengan erat di stir mobil. Dipisah dengan jarak beberapa puluh meter, dia masih bisa dengan jelas merasakan bahaya dan dingin di mata Rudy ketika Rudy melihat ke arahnya.

Ada satu ikat sampanye bunga mawar diletakkan di bangku penumpang depan di sampingnya, warna indah yang mencolok dengan harum bunga yang menggoda, di saat ini hanya membuat orang merasakankan ironi yang tak tertandingi.

Gevin menurunkan jendela mobil, lalu membuang keluar bunga itu dengan sangat emosi.

Kemudian, dia pun menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan cepat.

Gevin pun mulai memutari setengah kota, lalu akhirnya tetap kembali lagi ke kediaman Keluarga Sutedja.

Di aula depan, Gevin tidak menyangka akan melihat Rudy duduk di sana.

Tuan muda keempat keluarga Sutedja sangat jarang sekali pulang ke kediaman keluarga Sutedja. Bahkan jikapun nenek Sutedja dan Arima sendiri yang mengundangnya, dia tidak pasti akan mengiyakan.

Gevin berdiri di depan pintu utama, sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman dingin menghina. Dia sama sekali tidak menyangka dirinya begitu berharga sampai bisa membuat paman kecilnya itu datang langsung sendiri ke rumah.

“Sudah pulang, sini duduklah.” Mata Rudy sedikit menyipit lalu menunjuk ke bangku di hadapannya.

Gevin berjalan masuk dengan asal-asalan. Lalu duduk di bangku tunggal dan menyilangkan kakinya, “Cepat sekali ya paman gerakannya, apa jangan-jangan barang yang aku suka, paman selalu ingin merebut semuanya?”

“Barangmu?” alis Rudy terangkat, dia tersenyum lalu kedua tangannya dilipat di depan, auranya begitu dalam dan dingin. “Yang kamu maksud itu Sutedja Group atau Rahmah Mirah.”

“Kamu, kamu kenapa...” Rahma Mirah, dua kata ini membuat Gevin tercengang. Tubuh Gevin langsung menegang, sampai kakinya yang disilangkan langsung jadi duduk biasa tanpa sadar.

Pikiran dan perasaannya mengenai Mirah, dia tidak pernah memberitahu siapapun. Termasuk ayah dan ibunya juga tidak tahu perasaan ini. Bagaimana Rudy bisa tahu, apa jangan-jangan Rudy juga bisa membaca pikiran dan hati orang!

“Mau bertanya bagaimana aku bisa tahu?” mata gelap Rudy menyipit, tatapan mata tajamnya seolah bisa menerkah hati seseorang sehingga memberikan perasaan dikendalikan dengan kuatnya di tangan Rudy.

Satu Gevin saja, mana mungkin Rudy terlalu menganggapnya.

“Gevin, apa kamu tidak pernah mendengar kalimat ini ‘kalau mau orang lain tidak tahu maka jangan melakukan apapun.” Rudy menegakkan tubuhnya lalu bersandar ke sofa. Nada bicaranya begitu tenang, “Apa yang diam-diam membantunya selama ini,bukan kamu ya?”

“Jika iya pun memang kenapa! Aku suka Mirah, tapi aku dan dia tidak pernah melakukan hal yang memang tidak seharusnya dilakukan.” Gevin sengaja meninggikan nada bicaranya. Meskipun dia mengatakan dengan marah dan langsung, tapi jelas dari suaranya terdengar kalau dia tidak begitu tenang.

“Kamu jelas-jelas tahu Mirah selama beberapa tahun ini menjalani hidup dengan begitu susahnya, tapi kamu hanya melihat saja. Bagaimanapun dia pernah bersamamu.” Ucap Gevin emosi.

“Maksudmu, aku masih harus berterima kasih kepadanya karena memfitnah dan mengkambing hitamkan aku.” Rudy tersenyum dingin.

“Kamu jelas tahu, dia dijebak oleh ayah dan ibuku....” Gevin panik, dan berkata langsung tanpa menyadari kondisi saat ini. Setelah mengucapkannya, tampak kebingungan dan kepanikan di wajahnya.

Tampaknya Rudy tidak menganggapnya serius, bibir tipisnya bergerak, dan berkata lagi, "Apa menurutmu dia tidak ada salah dalam hal ini?"

Meskipun pasangan suami istri Revaldo membuat jebakan itu, tapi tidak ada yang memaksanya masuk dan melompat ke jebakan itu. Rahma Mirah sendirilah yang tidak bisa menahan godaan dan akhirnya masuk ke dalam jebakan itu.

“Kalau begitu bagaimana denganmu, apa kamu tidak bersalah sama sekali. seberapa tulusnya kamu terhadap Mirah!” tanya Gevin mulai kehilangan kendali diri.

Novel Terkait

Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu