Suami Misterius - Bab 534 Merasa Sayang Setelah Kehilangan

Ada EDIT di BAB 529

Rahma mengambilkan makanan untuk Gevin sambil berkata, “Gevin maaf, terakhir kali di rumah sakit, mungkin ibu mertuaku salah paham dengan kita.

Dia sudah berumur, jadi terkadang agak emosional, kamu jangan tersinggung.”

Setelah mendengar, Gevin mengerutkan kening dan bertanya, “Nyonya tua keluarga Rugos selalu memperlakukanmu seperti begini?”

“Tidak, biasanya dia lumayan baik padaku.

Pekerjaanku sibuk, dia selalu melakukan pekerjaan rumah sendirian, jadi terkadang agak emosional.

Dia seperti seorang anak besar, akan baik-baik saja setelah menghiburnya.”

Rahma tersenyum, mengulurkan tangan mengambil gelas, ada ekspresi segan yang tak tersembunyikan di wajahnya.

Gevin mengerutkan kening, terus berkata: “Rahma, kamu bekerja sendiri menafkahi keluarga, apakah kamu merasa lelah?

Kalau tidak sanggup, jangan memaksa diri menahannya.

Kamu adalah seorang wanita, kamu layak dilindungi dan disayangi.”

Meskipun Rahma berusaha keras menyembunyikannya, namun matanya tidak tertahan berlinang.

Dulu ketika dia sebagai tunangan Tuan keempat, hidupnya santai, tidak perlu mengkhawatirkan apapun.

Meksipun Rudy sibuk dalam kerjaan, tapi sangat memperhatikan dan menghormatinya.

Kalau dia dipersulit oleh Nalan Vi, Rudy akan membantunya.

Rudy akan menyerahkan kartu cadangan dan gaji padanya, dan tidak pernah bertanya bagaimana dia menggunakannya.

Pria yang begitu baik, dia masih merasa tidak puas.

Dan sering mengeluh pekerjaannya terlalu sibuk, dan jarang menemaninya.

Dia merasa bosan dengan hidup yang sederhana ini, jadi mencari kegembiraan di sisi Santos.

Manusia selalu seperti begini, hanya akan merasa sayang setelah kehilangan.

“Hidupku lumayan baik sekarang.”

Rahma berkata dengan suara serak, kemudian, menundukkan kepala melihat waktu di ponsel, “Sudah waktunya Bobo pulang dari taman kanak-kanak, aku akan pergi menjemputnya.”

“Aku mengantarmu pergi.

Aku juga sudah lama tidak bertemu dengan Bobo, apakah dia sudah tambah tinggi?”

Gevin berkata.

“Ini......” Rahma menolak seperti biasanya, tapi tidak menemukan alasan.

Setelah membayar, keduanya keluar dari restoran.

Gevin mengendarai mobil, mengantar Rahma pergi menjemput Bobo.

Taman kanak-kanak tempat Bobo berada adalah taman kanak-kanak swasta dengan skala kecil dan tidak terlalu banyak anak.

Sebagian besar anak-anak yang diantar ke sini adalah penduduk yang tinggal di sekitar, nyaman dan murah.

Mobil mewah Gevin berhenti di depan pintu taman kanak-kanak sangat menarik perhatian, Bobo dan teman-teman sekelasnya bergandengan tangan keluar dari taman kanak-kanak, anak kecil lainnya melihat Bobo masuk ke dalam mobil mewah dengan tatapan iri.

" Bobo, mobil ayahmu sangat indah."

Bobo sudah berusia lima tahun, dan anak seusia ini sudah memiliki sedikit kesombongan.

Bobo menerima pandangan iri dari orang lain, dan tidak menjelaskannya.

Gevin tersenyum lembut, dan memasangkan sabuk pengaman untuk Bobo.

Bobo tersenyum manis, dan memanggil Paman Gevin.

“Bobo, Paman Gevin membelikan mainan untukmu, maukah?”

“Oke, Paman Gevin adalah yang terbaik!”

Bobo bersorak senang.

Gevin mengulurkan tangan mencubit pipinya dengan penuh kasih sayang.

Sebenarnya, Gevin tidak sering bertemu dengan Bobo, tapi dia sangat menyukai anak ini.

Dia selalu memiliki perasaan ramah.

Gevin mengendarai mobil, sengaja pergi ke mall, membawa Bobo memilih hadiah.

Bobo memeluk pesawat remote control yang dia sukai, dia sangat menyukainya.

Rahma melihat harga jutaan pada papan harga itu, wajahnya segera berubah suram, "Bobo, pesawat remote control untuk anak yang lebih besar, kamu belun bisa bermain pada usia ini, bagaimana kalau meminta paman belikan sebuah layang-layang untukmu?

Akhir pekan ibu akan membawamu bermain layang-layang di taman."

“Tidak, Bobo tidak suka layang-layang, Bobo suka pesawat.”

Bobo berkata dengan tegas.

“Bobo, mengapa kamu begitu bandel!”

Rahma berwajah suram, dan menegurnya.

Bobo merapatkan bibirnya, memeluk erat kotak pesawat remote control di pelukannya, dan mulai menangis.

“Rahma, itu hanyalah sebuah mainan. Untuk apa berteriak pada anak kecil.”

Gevin memeluk Bobo di pelukannya, membujuknya dengan sabar, dan meminta pelayan membungkuskan mainan.

Bobo mengambil mainan kesukaannya keluar dari mall, akhirnya dia tersenyum senang.

Rahma malah berwajah suram, masih memarahi anaknya.

“Bobo, sudah berapa kali Ibu mengajarimu, anak baik harus patuh.

Kamu begitu bandel, ibu tidak akan menyayangimu lagi.”

Bobo menundukkan kepala, tidak berkata.

Gevin memeluk anak dan berkata dengan tidak berdaya, “Anak kecil hanya menginginkan sebuah mainan yang dia sukai, Rahma, jangan begini.”

“Gevin, jangan memanjakannya seperti begini.

Memanjakannya seperti ini bukan hal baik. Membelikan semua barang yang dia sukai, kalau dia menginginkan bulan, apakah kamu juga memberikan padanya!”

Bobo sepertinya sangat takut pada ibunya, melihat ibunya marah, dia bersembunyi ke belakang Gevin, mengulurkan tangan memeluk paha Gevin.

“Paman Gevin.”

“Rahma, lupakan saja.”

Gevin menghela nafas, mengulurkan tangan mengelus kepala Bobo, “Bobo, lain kali harus mendengar perkataan ibu, oke?

Selama Bobo patuh, Paman Gevin akan membelikan mainan yang kamu sukai.”

“Ya, Bobo akan mendengar perkataan ibu.”

Bobo mengangguk, dan berjalan ke sana menggandeng tangan Rahma dengan patuh.

“Ibu, jangan marah.”

Rahma menghela nafas, memeluk anak ke dalam pelukan, dan berkata pada Bobo, “Paman Gevin membelikan mainan untukmu, sudahkah kamu berterima kasih padanya?”

“Terima kasih Paman Gevin.”

Bobo tersenyum berkata.

“Gevin, sangat merepotkanmu.”

Rahma berkata dengan segan.

“Itu hanyalah sebuah mainan, jangan begitu segan denganku.”

Selesai berkata, Gevin langsung menggendong Bobo, “Lagipula, aku benar-benar sangat menyukai Bobo.”

“Bobo juga menyukai Paman Gevin.”

Bobo memeluk leher Gevin dan berkata.

Gevin mengendarai mobil, mengantar Rahma dan Bobo kembali ke rumah.

Mobil berhenti di tempat berjarak dua gang dari komunitas.

Rahma membawa Bobo turun dari mobil dan berjalan pulang.

Rahma menggandeng tangan Bobo dan berjalan menuju rumah.

Bobo bersikeras menenteng kotak mainan pesawat remote control.

"Bu, mengapa tidak menyuruh Paman Gevin mengantar kita ke depan rumah?"

Rahma mengerutkan bibirnya, tidak menjawab.

Bagaimana mungkin dia berani menyuruh Gevin mengantarnya kembali ke rumah, kalau Ibunya Santos melihatnya, pasti akan ribut lagi.

"Apakah Bobo merasa lelah?

Ibu akan membantumu."

Rahma mengambilkan kotak mainan dari tangan putranya.

Pasangan Ibu dan anak berjalan lumayan jauh dan kembali ke rumah.

Di depan pintu, Rahma berjongkok di depan putranya dan berkata padanya, " Bobo, kalau nenek bertanya dari mana mainan ini berasal, kamu jawab saja Ibu yang membelinya, oke?”

“Mengapa?

Bukannya Ibu bilang tidak boleh berbohong?”

Rahma tidak berdaya.

“Bobo.”

Bobo mengerutkan bibirnya dengan erat, mengangguk, dan berkata dengan ekspresi sedih, " Bobo tahu."

"Bobo, anak yang baik."

Rahma mengulurkan tangan dan mengelus kepala anaknya.

Kemudian, mengambil kunci dan membuka pintu.

Di dalam rumah, Ibunya Santos sedang duduk menonton TV di sofa ruang tamu. Ketika melihat mereka kembali, dia berdiri dan menyambutnya.

Novel Terkait

Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu