Suami Misterius - Bab 788 Harus Menghargai Nyawa Sendiri

“Justru orang yang mengalami jalan buntu itu yang paling membahayakan, jangan pernah lengah di kapanpun.”

Bahron berkata dengan tampang serius.

“Baik, aku akan mengingat dengan didikan ayah.”

Rudy tersenyum dan menjawabnya, sikapnya sangat sopan.

Namun Bahron tetap saja merasa emosi, sehingga lanjut memaki anaknya :”Keadaan di jalan pegunungan sangat rumit, aku sudah memerintahkan berbagai orang untuk menangkapnya, bahkan Raymond juga sudah pergi, kamu apanya yang tidak tenang, bahkan nekat mau ikut meskipun masih terluka, tidak mau nyawamu lagi ya !”

“Ezra adalah saudara Clara yang satu-satunya, sifat dia sangat polos dan jujur, dia tidak akan sanggup menahan tuduhan seperti ini, selagi asisten itu belum tertangkap, penyakit Ezra tidak akan bisa sembuh.

Aku tidak bisa tenang, makanya ikut untuk memperhatikan keadaan.

Raymond mereka yang bertindak, aku hanya menanti kabar di hotel, tidak akan mempengaruhi dengan perawatan luka juga.”

Rudy menjelaskannya.

“Intinya, tubuh kamu sendiri, kamu sendiri yang atur.

Aku kasih tahu kamu ya, harus menghargai nyawa sendiri, kalau kamu mati, istrimu hanya bisa menjadi janda.”

“Tidak mesti juga, selagi muda masih bisa menikah lagi.”

Rudy berkata dengan nada bercanda, namun dia masih belum menyelesaikan kata-katanya, Bahron langsung meninju ke arahnya.

Kepalan tangan Bahron terjatuh pada bagian pundak kiri Rudy.

Luka Rudy kebetulan berada pada bagian pundak kirinya, sehingga saat ini dia terus mengerut alis karena kesakitan, namun senyuman di wajah tampannya tetap tidak berubah.

Setelah itu Bahron memaksa untuk membuka kerah bajunya dan melirik sekilas, pada pundak kiri Rudy masih diperban oleh kain kasa, tidak ada darah yang mengalir meskipun dipukul oleh dirinya, kelihatannya sudah hampir sembuh.

“Bagaimana lukanya ? Masih sakit ?”

Bahron tetap saja bertanya dengan perhatian.

Rudy memiringkan tubuhnya, lalu memasang kancing kerah bajunya dengan elegan, “Ayah setiap harinya menelepon dan bertanya pada dokter tentara, bukannya lebih mengerti keadaanku dibanding diriku sendiri ya.

Benar-benar tidak masalah, hanya luka luar saja.”

Wajah Bahron sedikit merona, setelah itu dia duduk kembali ke atas sofa, “Masih perlu banyak melatih pertinjuan jarak dekat, beberapa tentara bayaran saja sudah sanggup melukaimu, benar-benar memalukan nama tentara.”

“Siap mengikuti perintah, dijamin tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi.”

Rudy berdiri tegap dan melakukan gerakan hormat seperti tentara.

Bahron melambaikan tangan ke arah Rudy, mengisyaratkan dirinya untuk duduk di sofa, “Sudahlah, ini di rumah.”

Rudy tersenyum dan duduk di atas sofa, lalu menuangkan segelas teh dan menyerahkan ke hadapan Bahron.

Bahron meneguk teh di hadapannya, reaksi wajahnya mulai menjadi lembut.

“Luka di pundakmu itu, dokter sudah memesan untuk merawat baik-baik, aku sudah mengabari orang pasukan, kamu istirahat saja untuk beberapa waktu ini, jangan mencari masalah lagi.”

“Aku mengerti, ayah.”

Rudy tersenyum mengangguk.

“Sudahlah, istirahat saja.

Nenekmu memasak sup tulang, seharusnya sudah antar ke kamarmu.”

Bahron telah selesai berbicara, namun Rudy masih belum bertindak apapun.

“Masih ada perlu ?”

Bahron bertanya.

“Ayah, kalau di rumah ayah jangan menampakkan gaya pimpinan lagi, jangan selalu bertampang seram, Clara sangat penakut, ayah jangan menakuti dia.”

“Istrimu penakut ?

Dia memukul anak Wakil Presiden Zhou hingga masuk ke rumah sakit, orang keluarga Zhou datang mencari masalah, dia malah hebat, langsung mengusir orangnya hanya dengan sebuah rekaman.

Kalau masalah ini tersebar keluar, memang memalukan nama keluarga Sunarya saja.”

“Orang keluarga Zhou saja tidak takut malu, ayah malu apanya.”

Rudy berkata dengan nada datar.

“Sudahlah, membela istri sekali.

Masalah kamu ke rumah sakit dan mematahkan lengan Tuan Muda Zhou, jangan merasa kalau aku tidak tahu ya.

Dia hanya menyentuh jari tangan istrimu, kamu sudah mematahkan lengan dirinya, kamu tentara atau pembunuh ! Aku mau memperingatkan kamu, kejadian seperti ini, tidak boleh ada kedua kalinya lagi.”

Rudy tersenyum dan tidak berbicara, hanya saja, senyuman di tatapan matanya tidak nyata, seluruh tatapannya bahkan terkesan dingin.

Baik tentara maupun pembunuh, jangan ada yang berharap untuk menyentuh wanitanya.

Lelaki lemah saja yang akan membiarkan istrinya sendiri diganggu oleh orang lain.

Rudy mengobrol di ruang baca hampir setengah jam, setelah kembali ke kamarnya sendiri, Clara sedang mengangkat kaki dan duduk di atas sofa kecil depan jendela, kesannya sudah tidak sabar menantinya.

Pada meja kecil di hadapannya terletak sebuah termos makanan berbahan keramik, di dalamnya ada sup tulang hasil masakan Nyonya Tua Sunarya.

“Hasil masakan nenek, dia sengaja mengingatkan agar minum selagi hangat.”

Clara sambil berkata padanya dan sambil membuka tutup termos, asap kehangatan dan wangi kelezatan masih bertebaran di atas sup.

“Sebentar lagi baru minum, aku mandi dulu.”

Rudy langsung berjalan ke kamar mandi, setelah itu, terdengar suara aliran air yang berasal dari kamar mandi.

Clara tetap duduk di atas sofa dan membaca skenario.

Tidak lama kemudian, suara air telah berhenti, Clara baru saja bermaksud untuk mengambilkan baju gantinya Rudy, langsung terdengar suara barang yang terjatuh ke lantai.

“Rudy, kenapa ?”

Clara menjadi kaget, dia buru-buru berjalan ke depan kamar mandi, lalu mengetuk pintu dan bertanya padanya.

“Tidak apa-apa…” Rudy masih belum sempat menyelesaikan pembicaraannya, Clara sudah terlanjur mendorong pintu kamar mandi.

Setelah itu, bahu dan pinggang Rudy yang sedang melilit perban beserta perlengkapan mandi yang berserakan di lantai langsung terpapar di depan mata Clara.

“Rudy, kamu terluka ya !”

Clara menjerit dengan suara nyaring, wajahnya pucat dalam seketika.

“Aku tidak apa-apa, jangan begitu kaget.”

Rudy mengulur tangan dan menarik handuk di tempat gantungan, setelah itu langsung mengenakan pada pinggang sendiri dan menjawab :”Awalnya hanya ingin mengambil sabun, tetapi malah menyeret semua botol-botol lainnya.”

Clara membungkuk pinggang dan memungut semua botol yang berserakan, lalu langsung menyusun dengan rapi ke tempat semulanya.

Setelah itu dia menggandeng Rudy dengan berhati-hati, mereka keluar dari kamar mandi dan kembali ke kasur kamar tidur.

Clara mengeluarkan sepasang pakaian santai dari lemari baju, lalu langsung mengenakan pada badan Rudy.

Namun Clara jelasnya masih belum terbiasa untuk melayani orang, sehingga beberapa saat kemudian baru bisa berhasil mengenakan celana pada tubuh Rudy.

Setelah itu, dia duduk di samping Rudy.

Jari tangan Clara yang dingin sedang mengelus pada perban di tubuh Rudy.

“Kenapa tidak kasih tahu aku kalau sudah terluka, malahan mandi sendiri pula, bagaimana kalau lukanya bernanah.”

“Aku hanya membersihkan keringat dengan handuk saja, tidak membasahi luka.”

Rudy menarik Clara dan meletakkan ke atas paha sendiri.

Clara menjerit kekagetan, dia bahkan tidak berani bergerak karena ketakutan.

Rudy tersenyum keceplosan, lalu mengelus ringan pada ujung hidungnya.

“Barusan di mobil masih berani manja di dalam pelukan aku, kenapa sekarang malah tidak berani lagi.”

Jari tangan Rudy beralih dari hidung ke dagunya, lalu sedikit mencubit pada dagu kecilnya Clara, nada suaranya terpenuhi dengan kesan memanjakan.

“Lihatlah, wajahmu saja sudah begitu pucat.

Justru karena tidak ingin mencemaskan kamu, makanya tidak berani kasih tahu kamu.”

“Badanmu masih melilit perban, saat buka baju dan tidur pada malam harinya, pasti akan ketahuan juga, kamu sanggup mengelabui sampai kapan.”

Clara melototnya, matanya telah kemerahan, setelah itu dia langsung memperhatikan luka di tubuh Rudy.

“Parah ya ?

Kenapa bisa terluka ?

Sudah berapa lama terlukanya ?

Apa kata dokter ? Kapan bisa sembuh ? Ada efek lanjutan ?”

Clara melontarkan sekumpulan pertanyaannya, hampir saja akan membongkar perbannya dan memperhatikan setiap jejak lukanya.

“Begitu banyak pertanyaan, kamu maunya aku menjawab yang mana dulu ?”

Rudy tersenyum keceplosan, lalu menggenggam tangannya.

“Luka sepele saja, tidak bermasalah, tidak ada efek lanjutan, hanya perlu merawat untuk beberapa hari saja.

Jangan cemas lagi.”

Rudy selesai berbicara, tatapannya beralih pada kasur lembut yang berada di belakang tubuhnya.

“Hanya saja, beberapa hari ini hanya bisa utang dulu padamu.

Setelah luka di tubuhku sudah sembuh, aku akan membayar semuanya.”

Suara Rudy sedikit serak dan mesra, tangannya yang hangat sedang menggenggam pada tangan Clara yang lembut, setelah itu dia terus mengecup ringan pada ujung jari Clara yang sensitif.

Novel Terkait

Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu