Suami Misterius - Bab 601 Membantumu Berdoa

Tary mengangguk, tidak bisa mengendalikan matanya yang mulai basah, “Hyesang, umur ibu sudah besar, tidak sanggup ditakuti lagi. Kita sekeluarga, ada apa yang tidak bisa bahas bersama, kenapa mesti mempertaruhkan kesehatan sendiri, kamu masih muda, bagaimana kalau menanamkan akar penyakit.”

“Ibu, aku benaran tidak apa-apa, paling juga banyak minum, ibu jangan dengar kata dokter lagi, mereka terlalu berlebihan.”

Taru Cut menunduk untuk menghapus air mata di sudut matanya, mengeluh nafas, lalu berdiri dari kursi. “Ibu, aku bawa ibu pulang istirahat dulu,”

Meiji mengulurkan tangan ingin mendirikan tubuhnya. “Tidak perlu, aku suruh supir datang jemput, kamu awasi dia di sini, daripada dia banyak berulah lagi.”

Wajah Meiji masih menampakkan senyuman, namun dalam hatinya sedang mengeluh : Adik iparnya yang serba tidak takut ini, dia mana mungkin bisa menahannya. Alhasil, sama sekali tidak lari dari dugaannya, tidak lama setelah Tary meninggalkan tempat, ketika Meiji pergi ke toilet sejenak, setelah dia kembali ke ruangannya, Hyesang sudah hilang di hadapannya. Meiji langsung menjadi panik, dia mengambil ponselnya dengan ketakutan, dan menelepon pada Demian Sutedja. Demian Sutedja mengetahui adiknya hilang di rumah sakit, Meiji tidak bisa terhindar dari teguran Demian Sutedja, dan akhirnya mulai mencari orang di seluruh dunia lagi. …. Sementara pada saat yang sama, Hyesang membawa mobil Audi A8 dan sudah berhenti di bawah apartemen tempat tinggal Ahyon. Dia menurunkan jendela mobil, Hyesang menatap pada jendela lantai atas yang sudah tertutup, diam-diam termenung di tempat. Supir berjalan keluar dari gedungnya, membuka pintu mobil dan masuk ke dalam, lalu berkata padanya dengan sopan :”Seharusnya nona Ahyon tidak ada di rumah, aku sudah pencet bel, tetapi tidak ada yang menyambut. Aku bertanya pada tetangganya, katanya setelah dia keluar di pagi ini, belum ada pulang juga.”

“Iya, kalau begitu tunggu saja.”

Hyesang menjawab dengan nada datar. Hari ini adalah ulang tahunnya Ahyon dan Ramzez, hari yang begitu spesial, seharusnya Ahyon sedang menemani Saras di rumah sakit. Hyesang menyuruh supir bertanya di dalam apartemen, hanya sekedar menyimpan harapan kecil saja. Hanya saja, waktu perlahan-lahan berlalu, malam diam-diam tiba juga, banyak orang yang masuk keluar pada pintu apartemen, namun tetap saja tidak melihat bayangan Ahyon. Reaksi Hyesang perlahan-lahan menjadi suram, dan semakin pucat. Tangannya terus menahan pada bagian perutnya, kesakitan yang mendalam, membuat nafasnya semakin berat, bagian dahi juga mulai muncul keringat dingin. Supir melihat demikian, membuka mulut dengan nada cemas :”Tuan, sudah begitu malam, mungkin saja malam ini nona Ahyon tidak pulang ke rumah lagi, aku antar Anda ke rumah sakit saja, keluar terlalu lama, orang keluarga Anda harusnya sangat khawatir.”

Saat ini dalam hati supir sangat tidak tenang, pada hari kedua setelah menjalankan operasi, Hyesang sudah berlari keluar dari rumah sakit tanpa pengetahuan anggota keluarganya, seandainya terjadi sesuatu padanya, dia mana sanggup bertanggung jawab. “Tunggu sebentar lagi.”

Hyesang mengambil nafas dalam, dia menahan kesakitannya, tatapannya terus melekat ke arah luar jendela. Tidak lama kemudian, lampu yang menyilaukan melewati matanya, sebuah mobil Toyota SUV berkendara dari jauh dan mendekat, akhirnya berhenti di bawah apartemen. Setelah pintu mobil terbuka, akhirnya bayangan rinduan dirinya muncul juga di hadapannya. Ahyon dan Ramzez turun dari mobil secara bergiliran, tidak tahu apakah pengaruh telepati hati, Ahyon menoleh dengan tanpa firasat, tatapan mereka bertemu seketika. “Perlu aku yang mengatarmu naik ke atas ?”

Ramzez Mirah bertanya, sementara Ahyon terus menatap ke arah lain dengan tatapan bengong, sepertinya sama sekali tidak mendengarnya. Ramzez Mirah menoleh ke arah tatapannya, di bawah sebatang pohon ara yang tinggi, sebuah mobil Audi A8 sedang parkir di bawahnya, pelat mobil pemerintah, jelas sekali siapa pemiliknya. Setelah itu, pintu mobil terbuka, Hyesang melangkahi kaki panjangnya dan turun dari mobil, badannya masih mengenakan jas besar yang berwarna abu-abu, sementara di dalamnya adalah baju pasien yang berwarna garis biru dan putih. “Sengaja datang merayakan ulang tahun kakakku ya ?”

Sudut bibir Ramzez Mirah memperlihatkan senyuman, dia mengangkat pergelengan tangan, lalu melihat jam tangannya, waktunya tepat jam sepuluh lewat tiga puluh. “Masih bisa, belum lewat waktunya.”

Tatapan Hyesang hanya melirik sekilas padanya, lalu langsung jatuh kembali pada tubuh Ahyon, tatapannya sangat lembut, memanjakan, bahkan juga membawa kesan yang penuh kasih sayang. “Cake di dalam bagasi.”

Dia selesai bicara, mengulurkan tangan dan menarik lengan Ahyon. Jarinya sudah kedinginan dan bahkan tidak ada terasa kehangatannya sama sekali, Ahyon tiba-tiba terasa sakit yang menusuk hatinya. Dia tidak memberontak, membiarkan Hyesang membawa dirinya berjalan ke arah bagasi mobil. Dia membuka pintu bagasi mobil, di dalamnya terletak kotak cake yang indah dan satu buket bunga mawar yang segar. Hyesang membungkuk pinggang, mengeluarkan cake dan bunga dari dalamnya. “Untukmu.”

Hyesang memberikan bunga mawar pada Ahyon, Ahyon menerimanya dengan pemikiran bengong, dia memeluk bunga ke dalam pelukan, menatapnya dan tidak berbicara. Hyesang tersenyum ringan, satu tangannya menjinjing cake, satu tangannya lagi sedang menggandeng Ahyon. “Bengong ya ?”

Ahyon menggeleng-geleng kepalanya, mengerutkan bibir dan tetap saja tidak berkata apapun. Hyesang menarik tangannya dan berjalan masuk ke dalam apartemen, Ramzez memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, mengikuti di belakang mereka dengan gaya santai, namun malah ditahan oleh Hyesang di depan pintu lift. “Orangnya sudah sampai, kamu juga sudah boleh pulang.”

“Kalian bukannya mau rayakan ulang tahun ya, kebetulan sekali, hari ini juga ulang tahunku, sama-sama saja.”

Ramzez Mirah berkata dengan tampang bercanda. “Kamu tidak merasa dirimu terlalu berlebihan ya kalau di sini ?”

Tubuh Hyesang yang tegap menghalang di depan pintu lift. Ramzez Mirah baru saja ingin membantahnya, namun Ahyon malah berkata :”Ramzez, kamu pulang saja dulu.”

Ramzez Mirah :”…” Memang parah, wanita dasarnya membela orang luar. “Boleh, kalau begitu tidak diterima, aku pulang saja. Tetapi, sekedar mengingatkan, kalian jangan berlebihan bertingkah, dengan tubuhnya yang lemas ini, awas merusak kesehatan. Hidup masih panjang.”

Wajah Ahyon merona merah karena kata-kata Ramzez Mirah, sampai menginjak ke dalam lift, wajah kecilnya tetap saja merona merah. Namun Hyesang malah sangat tenang, hanya wajahnya yang pucat sedikit mengejutkan. Setelah itu, lift berhenti pada tingkatan tempat tinggal Ahyon, mereka keluar dari lift secara bergiliran, dan berjalan menghampiri pintu rumah Ahyon. Ahyon mengambil kunci dan membuka pintu, setelah itu, mempersilakan dirinya masuk ke dalam. Hyesang tidak asing dengan tempat ini, dia mengulur tangan dan meraba pada dinding sisi kirinya, menyalakan lampu, dan mengganti sepatunya di gerbang pintu, lalu terus berjalan masuk ke dalam, akhirnya meletakkan cake pada meja ruang tamu. Ahyon juga mengganti sandal dan berjalan masuk, lalu menuangkan setengah gelas air hangat untuknya. “Sudah lama menunggu?”

Dia bertanya. “Lumayan saja.”

Hyesang menjawabnya, sambil menggerakkan tangan untuk membuka kotak cake. Cake stroberi delapan inci yang berwarna merah muda, sangat indah dan cantik. Sebenarnya, warna merah muda yang begitu berkesan gadis tidak terlalu cocok dengan Ahyon, namun beberapa tahun saat dia berpacaran dengan Hyesang, Hyesang nekat setiap tahunnya akan memberikan cake stroberi kepadanya. Lelaki yang begitu keras kepala nekat memanjakan dirinya bagaikan tuan puteri. Hyesang menusuk sebatang lilin pada permukaan cake, setelah itu, mengambil mancis dan menyalakan lilin. Di bawah cahaya api yang bergerakan, mereka saling bertatapan dengan hening dan dalam. Bola mata hitamnya bagaikan bintang di bawah langit, menyembunyikan kelembutan dan perasaan yang memanjakan. Sementara bola mata Ahyon bagaikan air sungai, dalam namun jernih. “Tidak mendoakan harapan ya ?”

Hyesang berkata. Ahyon menggeleng kepala, “Aku tidak percaya yang seperti ini.”

“Aku percaya.”

Hyesang tersenyum berkata,”Kalau begitu aku yang membantumu berdoa.”

Hyesang menatapnya, tatapannya sangat serius, “Semoga, kita bisa bersama selamanya.”

Ahyon mendengarnya, terbengong sejenak, setelah itu, menggeleng kepala dan tersenyum keceplosan, “Dunia ini mana ada selamanya, manusia tetap akan tua dan mati.”

Hyesang menatapnya, tatapannya sedikit tersentuh, “Iya, benar katamu. Kalau begitu aku ganti doa lain. Semoga, kita bisa terus bersama, sampai kamu meninggal dunia, atau aku yang meninggal dunia.”

Novel Terkait

Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu