Suami Misterius - Bab 504 Dia Mencintainya, Hanya Saja, Dirinya Selamanya Tidak Akan Mengetahuinya

Heru berdiri di depan pintu kafe, menatap belakang mobil Mercedes hitam yang hilang perlahan-lahan dalam pemandangan, baru beranjak menurun tangga, dan kembali ke mobilnya sendiri.

Di dalam tangannya sedang memegang kunci mobil, baru saja membuka kunci mobilnya, ponsel di dalam saku bajunya sudah berdering.

Ketika melihat nama yang tertera di layar ponsel adalah Cindi, dia mengerutkan alisnya seperti biasanya.

Setelah teleponnya tersambung, di sana terdengar suara Cindi yang datar dan berkata, “Aku rencana mau jual rumahnya, saat aku memberes rumah, ada sedikit barangmu, kamu hari ini datang jemput, kalau tidak aku akan membuang ke tong sampah.”

Bagi Heru, pernikahan dirinya dengan Cindi mengalami kerugian besar. Cindi mana mungkin menyetujui penceraian dengan begitu mudah, tentu saja karena Heru meninggalkan semua aset dan uangnya untuk Cindi, Cindi baru mau menyetujuinya.

Setelah Heru memutuskan teleponnya, dia membawa mobilnya dan berkendara ke komplek Pewe yang berada di Daerah Petengan.

Kunci pintu masuk sudah diganti oleh Cindi sejak sebelumnya, dia hanya bisa mengetuk pintu.

Cindi keluar untuk membuka pintunya, sikapnya sangat datar, setelah bercerai, mereka bagaikan orang asing.

“Barangnya menumpuk di dapur, kamu lihatlah.” Cindi setengah menyandar di dinding, lalu menunjuk ke arah dapur.

Heru berjalan menghampiri, dia membungkuk badannya, mencari barangnya dari setumpuk kardus, dan akhirnya menemukan sebuah kotak yang sudah terkunci. Dia meletakkan kotak kesayangannya ke dalam pelukan, lalu berdiri dan berkata kepada Cindi, “Barang lainnya dibuang saja.”

Kedua tangan Cindi memeluk pada dadanya, lalu menatapnya dengan senyuman sinis, “Di dalam kotak itu mengunci barang apa, membuatmu begitu menjaganya, jangan-jangan tabungan rahasia ya.”

“Semua uangku, bukannya sudah kasih ke kamu. Cindi, seandainya pernikahan adalah sebuah investasi, kamu sekarang sudah memperoleh laba yang sangat besar.” Heru berkata dengan tanpa emosional.

Ekspresi wajah Cindi langsung berubah, lalu berkata dengan kaku :”Aku tahu kamu selalu memandang rendah diriku, kamu pasti merasa aku mengkhianati pernikahan, tidak ada bedanya dengan pelacur kan. Terserah saja, kamu memang tidak pernah menghargai aku.”

Heru mengeluh nafas, dia mengetahuinya, Cindi juga orang yang bernasib kasihan, kedua orang tua Cindi sudah cerai, dan juga telah membangun rumah tangga masing-masing, sehingga jarang mempedulikannya. Hidupnya sangat susah, sehingga dia menjadi terlalu mementingkan uang.

“Cindi, semoga ke depannya kamu bisa hidup baik-baik.” Heru berkata dengan nada datar, lalu mengambil kotak yang sudah terkunci dan pergi meninggalkannya.

Heru masuk ke dalam lift dan turun ke lantai dasar, mobilnya sedang parkir di depan gedung.

Dia duduk di dalam mobil, tidak buru-buru untuk menyalakan mobilnya, malahan mengambil kunci dan membuka kotaknya yang terkunci.

Sebenarnya di dalam kotak tidak ada barang berharga, hanya ada sebuah buku diary dan sehelai selampai.

Dulunya dia ada kebiasaan menulis diary, namun belakangannya setelah sibuk dengan pekerjaan, dia tidak bisa meluangkan waktunya lagi untuk menulisnya. Sedangkan buku diary ini, mencatat berbagai masa lalu dirinya dan Clara. Selain itu juga mencatat berbagai isi hatinya pada saat dirinya merindukan Clara.

Sementara selampai ini, sebelumnya diikat oleh Clara pada tangannya, dikarenakan sudah berlumuran darah, Clara tidak meminta kembali, sementara dirinya juga tidak tega mengembalikan padanya.

Heru terus menggenggam selampai putih yang berbahan sutera, ingatannya sepertinya ditarik kembali ke beberapa tahun yang lalu.

Pada saat itu, dia masih seorang mahasiswa yang miskin. Setiap tahunnya Rina akan mengirimkan biaya kuliah kepadanya, tetapi sama sekali tidak memberikan uang untuk biaya hidup.

Dia sering makan dengan tidak beraturan, semua waktu luang diluar pelajaran dimanfaatkan untuk bekerja. Dia pernah menjadi guru les, pernah menjadi pelayan, pernah mencuci piring dan gelas, dan juga pernah membagikan brosur.

Pernah sekali, ketika dia menjadi pelayan di bar, dia melihat dua orang preman sedang mengganggu seorang gadis kecil, akhirnya dia juga dipukul oleh preman tersebut karena terlalu banyak ikut campur, lukanya pada saat itu sangat parah, dia hanya bisa terus berbaring di lantai dan tidak sanggup membangunkan badannya.

Dia takut dirinya akan mati begitu saja di jalan, oleh sebab itu, dia hanya bisa meminta pertolongan kepada Rina.

Pada saat itu, Rina sedang menemani Yanto entertain di luar, mana ada waktu mengurusnya, oleh sebab itu, Rina menyuruh Elaine dan Clara datang melihat kondisinya.

Elaine melihat dirinya yang sedang duduk di sudut dinding dengan kondisi berantakan dan kotor, wajahnya langsung dipenuhi dengan ekspresi merasa jijik, berharap bisa menjauh dari tubuhnya, seolah-olah dirinya adalah bakteri yang bisa menular. Elaine masih saja mengeluh dengan tidak senang :”Kotor sekali, aku sedang membuka pesta tengah malam dengan temanku lagi.”

Namun Clara malahan berjongkok di hadapan Heru, dia mengerutkan alisnya dan berkata, “Kak, sepertinya lukanya sangat parah, antar ke rumah sakit saja dulu, bagaimana kalau terjadi sesuatu.”

“Sudahlah, aku panggil ambulans.” Elaine berkata dengan nada hilang kesabaran.

Akhirnya, dia hanya bertanggung jawab untuk memanggil ambulans saja, mobil ambulans masih belum tiba, dia sudah buru-buru meninggalkannya. Jelas sekali, dalam pandangan Elaine, pestanya jauh lebih penting dibandingkan hidup matinya Heru yang sebagai paman sepupunya.

Sementara Clara yang hampir tidak ada hubungan persaudaraan apapun dengan dirinya, malah menunggu di sampingnya dengan penuh kesabaran, dan menemani dirinya untuk menunggu kedatangan mobil ambulans. Clara bahkan terus berbicara dengannya, nada bicaranya penuh dengan kesan perhatian.

“Kamu jangan takut, ambulans sebentar lagi sudah sampai.”

“Luka kamu begitu parah, pasti sangat sakit kan. Lain kali jangan berkelahi lagi, tidak bagus kalau begini.”

“Tanganmu sudah berdarah, aku perbankan saja lukamu.”

Dia selesai berkata, langsung membongkar keluar semua barang di dalam tasnya, akan tetapi tidak ada barang yang dapat digunakan untuk perban luka.

Pada saat itu Clara hanya seorang gadis yang berumur belasan saja, wajahnya kemerahan karena panik. Akhirnya dia langsung menarik selampai putih yang mengikat di leher, lalu mengikat pada tangannya.

Heru menatap selampai putih yang berpita pada tangannya, tiba-tiba menjadi ingin menangis. Sejak ibunya meninggal dunia, Clara adalah orang pertamanya, dan juga orang satu-satunya yang membuat dirinya merasakan kehangatan.

Bahkan sampai saat ini Heru juga masih mengingatnya, Clara mengenakan gaun putih dan jaket berwarna merah muda, pada kerahnya masih melingkar bulu serigala. Dia mengikat rambutnya ke belakang, telinganya memakai anting mutiara, wajah kecilnya sangat bersih, tatapannya yang begitu jernih, dan begitu polos, langsung kelihatan jelas adalah gadis dari keluarga kaya.

Pada saat Heru menghadapinya, ada sejenis rasa minder yang tumbuh di hatinya.

Setelah itu, dia mengikuti ambulans, mengantar dirinya sampai ke rumah sakit, sibuk sana sini untuk mengurus formalitas menginap dan pembayaran.

Pada saat itu Heru sangat miskin, dia bahkan tidak ada uang untuk makan, mana mungkin bisa menginap lagi di rumah sakit. Dia juga mengetahui bahwa, Rina tidak mungkin mengeluarkan biaya ini, dan pasti akan memaki dirinya yang banyak membuat masalah.

Dia nekat untuk pulang ke asrama kampus, dan menekankan bahwa lukanya tidak begitu parah.

Clara adalah gadis yang pintar, kemungkinannya telah bisa menebak kesusahannya, demi tidak membuat dirinya merasa canggung dan malu, Clara berkata padanya dengan wajah polos, “Terus bagaimana, aku sudah bayar uang menginap. Dokter bilang tidak boleh mengembalikan dananya.”

Heru mengetahuinya, Clara hanya mencari alasan tidak masuk akal demi menjaga harga dirinya. Dia masih belum pernah mendengar ada rumah sakit yang tidak mau mengembalikan dananya.

Pada akhirnya, dengan nekat Clara, dia tetap menginap beberapa harinya di rumah sakit, dan langsung keluar meskipun lukanya belum sembuh total.

Pada saat dia mengurus prosedur keluar rumah sakit, baru mengetahui kalau Clara membayarkan biaya pengobatan cadangan sebesar enam puluh juta. Uang yang tidak dipakai, pihak rumah sakit mengembalikan sepenuhnya kepadanya.

Heru mengerti bahwa, sangat memalukan sekali apabila menerima uang dari seorang wanita, namun saat itu dia hanya bisa tunduk kepala dengan kenyataan yang kejam ini.

Sejak saat itu, dia diam-diam bersumpah di dalam hatinya, dia akan membalas kebaikan Clara terhadap dirinya.

Sampai sekarang, dia mengembalikan Tianxing media secara utuh ke tangannya. Lebih kurangnya juga termasuk telah membalas budi.

Baik membalas budi atau perasaan, setelah habis dibayarnya, mereka tidak ada hubungan apapun lagi.

Dia mencintainya, hanya saja, dirinya selamanya tidak akan mengetahuinya.

Novel Terkait

His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu