Suami Misterius - Bab 35 Menghukum Dan Memberantas Kejahatan

Kemungkinan karena sakit, begitu Wilson di letakkan di atas ranjang langsung menangis hebat, Rudy hanya bisa menggendongnya terus.

Dia mengulurkan tangan menyentuh kening Wilson, ingin mengukur suhu tubuhnya, akhirnya si kecil memegang jarinya dan tidak mau dilepaskan.

Tangan Wilson kecil dan lembut, hanya bisa memegang satu jari papanya, dia hampir menggunakan seluruh tenaganya untuk memegang erat-erat, seolah-olah takut ditinggalkan.

Rudy melengkungkan senyuman yang bahkan dirinya sendiri juga tidak menyadarinya, hati menjadi sangat lembut.

Sebelumnya, dia belum pernah berpikir ingin memiliki seorang anak dan menambah kerepotan. Namun, saat pertama kali menggendong Wilson kecil ke dalam dekapan, perasaan hubungan erat dan tak terpisahkan tiba-tiba langsung muncul, membuat dia tidak bisa menahan diri untuk memikul tanggung jawab ini, ingin menggunakan segalanya untuk melindungi dan mencintai kehidupan kecil yang lemah ini, membuat dia menjadi anak yang paling bahagia di dunia.

“Kenapa demam Wilson masih belum turun, sebenarnya dokter ini bisa diandalkan tidak?” Clara bertanya dengan mata memerah.

“ Kendel adalah dokter spesialis anak yang terkenal, dia mengatakan Wilson tidak apa-apa, jadi pasti akan baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir.” Rudy adalah tipe pria pendiam, jarang bisa mengucapkan kata-kata menghibur orang.

Clara menganggukan kepala penuh keragu-raguan.

Matanya sepanjang waktu terus menatap anak yang sangat kecil itu, ketika infus sudah setengah, akhirnya demam Wilson agak turun, mata terpejam, tidur nyenyak bersandar dalam pelukan ayahnya.

Tanpa disadari, langit di luar juga sudah mulai gelap, infus Wilson masih belum habis.

Clara merasa ngantuk dan benar-benar kelelahan, kelopak mata terus berjuang, tanpa disadari, kepala dimiringkan ke bahu Rudy langsung tertidur.

Ketika Sus Rani mendorong pintu dan masuk, melihat semua gambaran seperti ini.

Pria muda yang tampan menggendong seorang anak yang sangat kecil, wanita yang cantik mempesona bersandar di bahunya dan tertidur nyenyak, pesona cahaya matahari terbenam yang terakhir memancar masuk melalui jendela, menyinari tubuh mereka berdua. Gambaran itu ada sejenis kehangatan dan keindahan yang tak bisa diutarakan, keindahan yang membuat orang tidak tega menghancurkannya.

Rudy mengangkat mata melihatnya, pelan-pelan mengangkat satu jari, di letakkan di depan bibir melakukan gerakan agar diam, memerintahkan agar dia tidak membangunkan Wilson dan Clara.

Sus Rani adalah orang yang sangat pintar melihat situasi, meletakkan barang langsung keluar.

Wilson setelah diinfus, malam itu juga demamnya turun. Hanya saja, agar lebih yakin, tetap menginap semalam di rumah sakit.

Keesok hari paginya, Rudy dan Clara baru membawa Wilson yang sudah tidak demam lagi pulang ke rumah.

Setelah begadang semalaman di rumah sakit, jelas sekali Clara terlihat lemah, dia memaksakan diri untuk bersemangat lalu pergi cuci wajah dan bersih-bersih, ganti pakaian dan bersiap-siap akan keluar.

Sus Rani keluar dari dapur sambil membawa sarapan, langsung melihat Clara sedang berdiri di ambang pintu mengganti sepatu.

“Begitu pagi sudah mau keluar? Raut wajahmu terlihat tidak terlalu baik, lebih baik istirahat sebentar lagi baru pergi.” Sus Rani berbaik hati memberi saran.

Clara menggeleng, “Hari ini aku masih ada masalah penting, lain hari baru ke sini lagi.”

Dia baru saja selesai bicara, langsung melihat Rudy berjalan turun dari tangga.

Sama-sama begadang semalaman di rumah sakit, Clara masih tidur sebentar, sekarang juga merasa kepala sangat pusing. Namun mata Rudy tetap hitam dan tenang, tidak terlihat kuyu sedikit pun. Pria ini, bukan kekuatan fisiknya yang berlebihan, tapi terlalu sering begadang jadi sudah terbiasa.

Dia ganti sebuah kemeja putih salju, melangkahkan kaki panjang berjalan menuruni tangga.

Mata yang suram melirik ke tubuh Clara, dia dengan acuh tak acuh mengatakan, “Selesai sarapan baru pergi.”

Nada bicara yang selalu tenang, kekuasaan yang selalu tidak menerima penolakan.

Dapur, meja makan kayu solid, dua orang duduk berhadapan makan sarapan.

Tampaknya Rudy Santoso asal-asalan mengambil sayur dan menaruhnya ke mangkok Clara, dengan nada datar bertanya: “Apakah hari ini ada masalah yang kamu sibukkan?”

“Eng.” Clara mengangguk, berkata terus terang: “Pergi bertemu dengan Heru, adik sepupu ibu tiriku.”

“CEO Tianxing media Heru?” Tangan Rudy yang memegang sumpit diam sejenak, alis tajam sedikit mengernyit.

“Kamu kenal dengan Heru juga? Banyak juga yang kamu ketahui.” Clara sedikit tersenyum, agak mengolok-olok.

Seorang pengangguran, informasi yang didapatkan cukup cepat juga.

“Tidak kenal, hanya pernah mendengarnya saja. Heru orang itu bukanlah orang yang bersifat baik, kamu menjauh saja darinya.” Nada bicara Rudy acuh tak acuh, ekspresi malah sangat serius, dia tidak sedang bercanda dengannya.

Rudy tidak pernah bertemu Heru, meskipun Heru adalah CEO Tianxing media, bagaimanapun, juga hanya bekerja untuk orang lain.

Heru orang yang tidak memiliki latar belakang sama sekali, jika bukan menggunakan cara licik, tidak mungkin hanya dalam beberapa tahun saja di Tianxing media, bahkan sudah bisa berpijak kuat dalam industri hiburan.

Clara malah tidak menganggapnya serius dan tersenyum, “Dia tidak bersifat baik kebetulan bagus sekali, aku suka menghukum dan memberantas kejahatan.”

Clara selesai bicara, meletakkan mangkok dan sumpit, dia sudah selesai makan, melihat-lihat waktu sudah seharusnya berangkat. Dia sudah menyuruh Melanie mencari informasi, Heru hanya pagi hari baru berada di perusahaan, sore hari pada dasarnya ada jamuan klien atau menghadiri acara.

Dia mengendarai mobil pergi ke perusahaan Tianxing media, dalam perjalanan mengirim sebuah pesan pada Luna, menyuruhnya bersiap-siap, dua orang bisa bekerja sama dengan baik satu dari luar dan satu dari dalam.

Mobil Clara berhenti di depan gedung Tianxing media, secara tidak sadar dia mendongak, melihat gedung kantor yang lebih dari 30 lantai tingginya menjulang ke awan, menutupi cahaya matahari yang ada di atas kepala.

Clara menghadap ke gedung tinggi perlahan-lahan mengulurkan lengannya, telapak tangan yang terbuka sedikit demi sedikit digenggam erat. Dia akan membuat segala yang menjadi miliknya, digenggam erat-erat dalam tangannya.

Clara Santosa mengenakan sepatu hak tinggi berjalan menaiki tangga, ingin bertemu dengan CEO perusahaan tidaklah semudah itu, karena tidak membuat janji, dia langsung dihentikan di depan meja resepsionis.

Nona di meja resepsionis termasuk sopan, sambil tersenyum menjelaskan: “Maaf, nyonya, tidak membuat janji tidak bisa bertemu Presdir Muray.”

Clara malah tidak sesopan itu, suara sangat tajam, sengaja berteriak agak keras, “Kamu berani menghalangiku? Apakah kamu tahu siapa aku? Aku masuk ke perusahaan sendiri masih perlu membuat janji!”

Nona penerima tamu di meja resepsionis saling memandang, mereka belum pernah bertemu dengan nona besar keluarga Santoso, tapi juga tidak berani dengan mudah menyinggungnya, membuat masalah pada nona besar yang sewenang-wenang, mungkin bisa langsung dipecat.

Pada saat menemui jalan buntu, Luna tergesa-gesa kemari, dengan galak memarahi beberapa orang yang berada di meja resepsionis.

“Apakah kalian tidak ingin bekerja lagi, nona besar Santoso kalian juga berani menghalanginya.” Luna selesai memarahi beberapa orang yang ada di depan meja resepsionis, bergegas ganti sebuah tampang hormat dan menyanjung, secara pribadi mengarahkan Clara masuk ke dalam lift.

Setelah pintu lift tertutup, Luna mengulurkan tangan menekan tombol angka lantai paling atas.

Lift perlahan naik ke atas, Luna memiringkan kepala melihat Clara, tidak bisa menahan senyuman berkata: “Akting nona besar sewenang-wenang sungguh sangat mirip. Aku juga tertipu olehmu. Kelihatannya kamu memiliki bakat sebagai artis.

Clara tidak bisa menahan diri mengangkat-angkat bahunya, merasa tidak berdaya dan menghela nafas dalam hati. Dia setiap hari melihat ibu dan putri keluarga Muray berakting, bernyanyi sambil berakting, semuanya jadi begitu nyata, dia tidak ingin belajar juga sulit.

“Tidak berdaya, aku seorang gadis yatim yang ayah kandung tidak sayang, dan ibu tiri tidak mencintaiku, jika tidak pura-pura sedikit lebih kuat, bukankah harus ditindas oleh orang-orang di perusahaan yang hanya melihat kekuasaan.

Luna setuju dan menganggukkan kepala.

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu