Suami Misterius - Bab 264 Paman Hanzel

Mereka berdua keluar dari restoran steamboat sambil bergandengan tangan, setelah masuk ke dalam mobil, Clara baru melepaskan masker di wajahnya.

Saat ini dia merasa bahwa repot juga menjadi seorang artis, meskipun cuaca bulan oktober masih tergolong segar, namun pada saat musim panas, memakai masker di wajah membuat nafasnya menyesak.

“Setelah berumur tiga puluh ke atas harus undurkan diri dari dunia hiburan.” Clara berkata dengan nekat.

Rudy baru saja mengeluarkan sebungkus rokok dari saku bajunya, mengangkat kepalanya setelah mendengar kata-kata Clara, tersenyum sambil bertanya, “Mengundur dari dunia hiburan, pulang ke rumah urus suami dan jaga anak ?”

Clara memiringkan kepala dan menatapnya, sepertinya sedang berpikir dengan serius, setelah itu, dia mengangguk kepalanya dengan serius, “Sepertinya juga sebuah pilihan yang baik.”

Rudy tersenyum lembut, mengulurkan tangan untuk mengelus rambutnya.

Clara menepuk jauh tangannya dengan ekspresi sangat keberatan, rambutnya menjadi kacau karena elusan tangannya.

Setelah itu, dia menyalakan mobilnya, perlahan-lahan memutar stering. Mobil mulai masuk ke kawan jalan raya, dan berkendara dengan tenang.

Tiba-tiba ponsel Clara berdering, ponselnya sudah tersambung dengan bluetooth mobil, tangannya yang sedang memegang stering menekan pada tombol menerima panggilan.

Pengeras suara di mobil menuturkan suara Yanto, nadanya membawa wibawa sebagai seorang ayah.

“Tante kamu sudah memasak, malam ini pulang makan bersama.” Yanto selesai berbicara, namun sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada Clara untuk membuka mulut, langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Clara mengerutkan bibir, dalam hatinya berpikir : Tidak tahu mau berulah apa lagi setelah pulang.

“Ayahmu memang munafik.” Jari di tangan kiri Rudy sedang menjepit sebatang rokok, dikarenakan Clara tidak menyukai dirinya merokok, sehingga, rokoknya tidak dinyalakan.

“Oo ?” Clara mengangkat alisnya, sepertinya sangat tertarik.

“Merendahkan diri di depan orang berjabat, tetapi berlagak angkuh di depan istri dan anak.” Rudy mengatakannya dengan nada yang sedikit menyindir.

Bahron Sunarya berjabatan tinggi, namun tetap bertingkah sopan meskipun menghadapi pembantu di rumahnya. Orang yang semakin berstatus tinggi, akan semakin murah hati dalam menjalankan kehidupannya, inilah yang dinamakan sebagai pengembangan diri dan moral seseorang.

Clara mengangkat bahunya dengan tidak berdaya, dia juga tidak menyukai Yanto yang bermuka dua. Namun apa dayanya, siapa juga yang suruh lelaki itu mendonasikan sebuah sperma untuk ibunya. Hanya bisa menyalahkan ibunya yang buta pada saat itu, bukan hanya mengorbankan seumur hidupnya, masih harus melibatkan anak cucunya lagi.

Mobil Clara berhenti di depan gedung besar Sutedja Group, sebelum Rudy turun dari mobilnya, dia menghampirinya dan memberikan sebuah kecupan pada pipinya.

“Baik-baik ya.” Nadanya bagaikan sedang membujuk anak kecil.

Rudy tersenyum keceplosan, dan menjawabnya :”Iya.”

Sore ini Clara masih ada jadwal merekam film komersial, perekaman terus berlangsung sampai jam tujuh malam.

Keluarga Santoso telah bertelepon berkali-kali untuk mendesaknya, Clara sedang di dalam studio perekaman, sama sekali tidak mempedulikannya.

Setelah selesai merekam, dia menghapus riasan di wajah dan mengganti bajunya, setelah berpamitan dengan seluruh rekan kerja di tempat, baru meninggalkan studio dengan membawa mobilnya.

Ketika Clara tiba di depan villa keluarga Santoso, waktunya sudah mendekati jam delapan malam.

Lampu di ruang tamu masih menyala, ekspresi wajah Yanto sedikit suram, sepertinya sedang berusaha menahan amarahnya.

Clara mengganti sepatu di gerbang pintu, melirik semua hadirin di dalam rumah dengan tatapan sinis. Hari ini anggotanya lengkap juga.

Wulan membungkuk badan untuk menyediakan sendal dirinya, sambil merendahkan nada dan berbisik di samping telinganya, “Nona Yunita dan tuan Nalan Qi sudah datang, dan juga membawa seorang tuan Hanzel. Pembicaraan tuan Hanzel itu selalu membawa namamu, aku merasa sepertinya sedikit kurang beres, nona harus berhati-hati.”

Clara mengangguk-angguk, dalam hatinya lebih kurang sudah mengerti. Yunita dan Nalan Qi datang untuk menjadi comblang lagi, demi menjual dirinya dengan harga yang tinggi, mereka berdua memang berusaha dan tidak mengenal lelah.

Sebelumnya adalah Handy Han, dia masih bisa terima. Setidaknya, Handy Han masih membawa julukan sebagai raja aktor, muda dan berbakat, latar belakang keluarganya juga sepadan.

Tetapi paman pada kali ini, kelihatannya sudah berumur lima puluhan, dengan umur setinggi ini saja sudah sanggup menjadi ayahnya. Yunita dan Nalan Qi memang semakin tidak berbatas.

Di dalam ruang tamu, Yunita sedang menemani di sisi tuan Hanzel, dia berbisik di telinganya dan berkata, “Adikku ini, paling menyukai lelaki yang sukses dan dewasa, aku pernah mengungkit namamu kepadanya, dia sangat mengagumi denganmu, dia juga berharap bisa lebih mengenal dalam.”

Tuan Hanzel mengangguk dengan puas, istrinya telah meninggal di tahun lalu, sementara ini dia masih berstatus lajang. Wanita cantik dan muda seperti Clara, merupakan sebuah pilihan yang baik juga seandainya bisa menikahinya, apalagi dia juga wanita dengan keturunan ternama dan berstatus.

“Seandainya malam ini aku mengajak nona Clara untuk keluar bersama, apakah bapak wakil walikota Santoso akan menyetujuinya ?” Tuan Hanzel melontarkan pertanyaan yang tidak mengenal malu.

Cara lelaki dan wanita mengenal lebih dalam, tentu saja adalah di atas ranjang pada malam harinya.

“Ayahku tentu saja dengan senang hati.” Yunita tersenyum menjawabnya.

Sebelumnya dia sudah memberitahukan tujuan tuan Hanzel kepada Yanto, sepertinya Yanto merasa menikahi anak bungsunya yang masih berumur dua puluhan kepada seorang lelaki tua yang sudah berumur lima puluhan, sedikit memalukan, sehingga tidak terlalu menyetujuinya.

Akan tetapi, Yunita paling mengerti dengan ayahnya, asalkan memberikan benefit yang cukup menarik kepadanya, dia dapat mengkhianati segala sesuatu.

Yunita melihat Clara telah masuk ke dalam rumah, buru-buru mengakhiri pembicaraannya dengan tuan Hanzel, dia beranjak dari sofa, berjalan menghampiri Clara dengan reaksi ramah tamah, dan menarik tangannya dengan akrab.

“Clara sudah pulang ya. Kenapa malam sekali, sekeluarga sedang menunggumu untuk makan bersama.”

“Sambil makan sambil menunggu juga bisa, aku paling muda, mana sanggup berlagak angkuh untuk ditunggu oleh anggota sekeluarga.” Clara berkata dengan nada datar, diam-diam melepaskan tangan Yunita.

“Aku bukannya sudah suruh kamu cepat pulangnya, semakin lama semakin tidak sopan.” Yanto memberatkan nada dan memarahi dirinya.

“Pekerjaanku masih belum selesai, kalau aku pulang duluan, semua orang akan menganggap nona keluarga Santoso suka berlagak, tidak ada sopan santun. Kalau tersebar akan mempermalukan nama ayah yang sebagai wakil walikota.” Clara mengangkat dagu, membantahnya secara langsung.

Jawabannya membuat Yanto tidak sanggup membantah apapun, ekspresinya semakin suram.

“Aduh, kalian bapak anak, kenapa malah mirip musuh pula. Yanto, kamu setiap harinya berharap anak ini pulang ke rumah, sekarang anaknya sudah pulang, kenapa berantem lagi. Lagi pula, masih ada tamu di rumah, jangan membuat tuan Hanzel menertawai kita.” Rina tersenyum dan meredakan suasana.

Nalan Qi mulai berdiri, memperkenalkan kepada Clara dengan wajah penuh senyuman, “Clara, ini tuan Hanzel.”

“Oh, paman ini temannya abang ipar ya, salam kenal.”

Clara sengaja menekankan kata ‘paman’, membuat wajah kecil tuan Hanzel kaku seketika. Bahkan Nalan Qi dan Yunita juga merasakan kecanggungan.

“Clara, jangan degil. Menyapa tuan Hanzel dengan serius.” Yunita tersenyum kaku dan berkata.

“Apa kabar paman Hanzel.” Clara sangat sopan, bahkan, membungkuk badan secara formal terhadap tuan Hanzel.

Tuan Hanzel :”.......”

Nalan Qi dan Yunita :”......”

Yanto dan Rina :”......”

nenek Santoso yang duduk di samping hanya fokus menyaksikan pertunjukan ini, hanya Ester yang tidak berhasil menahan diri, tertawa keceplosan.

nenek Santoso melotot sekilas padanya, setelah itu, membuka mulut untuk meredakan suasana yang canggung. “Masih mau makan ? Mau membuat aku seorang nenek tua lapar sampai kapan lagi ?”

“Makan makan, ada apa-apa bahas saja di meja makan.” Rina menarik tangan Clara dengan akrab dan berkata.

Clara merasa sangat jijik.

Semua hadirin mulai duduk kembali pada tempatnya, hidangan makan malam sangat mewah, semua makanannya sangat lezat dan serba ada.

Meskipun sementara ini Clara masih belum bisa menebak identitas tuan Hanzel, namun orang yang bisa membuat Yanto melayaninya dengan sepenuh hati, hanya orang kaya atau yang berstatus tinggi.

Novel Terkait

Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
4 tahun yang lalu