Suami Misterius - Bab 1351 Apa Itu Rasa ‘Malu’

Mobil Mahen berhenti di bawah apartemen Diva, kemudian, masuk lift naik ke lantai atas.

Setelah Mahen masuk, hanya melihat Nyonya Maveris sibuk sendirian di ruang tamu, di atas meja ada susu, buah dan beberapa makanan ringan.

Bibi, di mana Diva?” Mahen bertanya.

“Diva ada di toilet, baru saja sarapan, dia mengatakan bahwa lambungnya tidak nyaman.” Nyonya Maveris berkata.

Diva keluar dari dalam toilet, raut wajah pucat sekali, mengerutkan alis indahnya, tapi di saat melihatnya, alis yang mengerut sedikit terbuka.

“Kenapa, muntah lagi?” Mahen bertanya dengan penuh kekhawatiran.

“Tidak apa-apa, mungkin sarapan pagi tidak sesuai selera.” Diva menjawab dengan datar.

Pagi hari, nyonya Maveris membuat sup ayam, awalnya ingin menambah nutrisi untuk Diva, tidak menyangka malah sebaliknya, Diva tidak tahan dengan rasa berminyak dari sup ayam, baru minum beberapa teguk langsung muntah.

Mahen merasa kasihan padanya lalu mengulurkan tangan memeluk dia, tanpa sadar telapak tangan mengelus perutnya “Kapan si kecil ini baru bisa keluar.”

“Masih perlu delapan bulan.” Diva bersandar di dadanya, menjawab dengan datar.

Kata-katanya baru terucapkan, nyonya Maveris masuk sambil membawa semangkuk sup biji teratai, mungkin tidak menyangka akan melihat Mahen dan Diva berpelukan, merasa agak canggung sejenak.

Diva tersipu malu, segera meninggalkan pelukan Mahen.

Nyonya Maveris batuk dengan agak canggung, kemudian, memberikan sup hangat yang ada di tangannya. “Sup biji teratai aromanya lebih ringan, kamu minum sedikit, jangan bepergian dengan perut kosong.”

“Ya.” Diva minum semangkuk kecil biji teratai, baru ikut Mahen bepergian.

Mahen yang mengendarai mobil, mobil melaju dengan sangat mantap. Diva duduk di jok samping pengemudi, terus memiringkan kepala melihat pemandangan di luar jendela yang berjalan mundur, sangat tenang. Dia selalu tenang seperti ini.

“Ibu mengatakan bahwa nanti malam pulang untuk makan bersama.” Mahen memegang setir, saat mobil berhenti di persimpangan lampu lau lintas, dia memiringkan kepala berbicara dengan Diva.

“Ya.” Diva mengangguk lembut, tidak keberatan akan hal ini.

Lampu lalu lintas di depan dari warna merah berubah menjadi hijau, Mahen memutar setir, mobil perlahan melaju ke dalam halaman Biro Urusan Sipil.

Hari ini memang hari yang baik, orang yang datang untuk mendapatkan akta nikah sudah mengantri panjang, mobil Mahen berkeliaran di sekitar halaman Biro Urusan Sipil dalam waktu yang lama sebelum berhasil menemukan tempat parkir.

Setelah mobil berhenti stabil, keduanya berurutan turun dari mobil.

Mahen memegang tangan Diva, berjalan bersama ke dalam aula kantor Biro Urusan Sipil.

Di dalam aula kantor Biro Urusan Sipil, penuh dengan kerumunan orang, ada antrian panjang di depan mesin pemanggil.

Satu tangan Mahen melindungi Diva, agar dia tidak terjebak dalam kerumunan orang, tangan satu lagi memegang ponsel, menelepon sebuah nomor.

Mahen mematikan telepon tidak lama, seorang anggota staf Biro Urusan Sipil yang mengenakan kartu pekerja tergesa-gesa turun dari area kantor lantai atas, setelah melihat di sekeliling, langsung berjalan lurus ke hadapan Mahen dan Diva.

“Apakah Tuan Sutedja?”

“Ya.” Mahen mengiyakan dengan datar.

Sikap anggota staf sangat sopan dan segan, sambil tersenyum mengatakan “Silahkan Tuan dan Nyonya Sutedja ikut aku ke studio foto sebelah sini.”

Mahen memegang tangan Diva, ikut staf melewati kerumunan orang yang sedang mengantri, langsung berjalan lurus ke studio foto.

Fotografer sedang mengambil foto pasangan baru, setelah selesai, berpesan pada mereka ke ruang sebelah untuk mengambil foto.

Anggota staf berjalan ke sana, berbisik sebentar dengan fotografer, fotografer langsung mengerti, dua orang ini menyela antrian melalui koneksi. Mungkin sudah tidak merasa aneh dengan hal seperti ini, tidak lanjut memanggil nomor antrian, melainkan menyuruh Mahen dan Diva duduk di depan kain berlatar belakang merah.

Fotografer berdiri di belakang kamera, berkata “Kepala lebih mendekat, tersenyum, sudah.”

Fotografer menekan tombol penutup, kemudian menunjukkan kameranya ke Mahen dan Diva, bertanya pada mereka apakah puas, jika merasa fotonya tidak memuaskan, masih bisa difoto ulang.

Di layar kamera, dua orang mengenakan kemeja putih dengan latar belakang kain merah, kelihatannya benar-benar pasangan sungguhan.

Mahen dan Diva tidak keberatan, anggota staf menyuruh mereka menunggu sebentar, dirinya pergi ke kamar sebelah untuk mengambil foto.

Foto dicetak dengan sangat cepat, staf kemudian kembali sambil membawa foto, mengarahkan mereka ke kantor lantai atas.

Area perkantoran di lantai atas hampir tertutup untuk umum, jadi hanya ada sedikit orang.

Staf meminta mereka untuk duduk, kemudian, memberi dua formulir pada mereka. Mahen dan Diva masing-masing menundukkan kepala mengisi formulir.

Mahen menulis dengan cepat, dalam sekejap sudah selesai, kemudian, telapak tangan menahan di dagu, dengan malas melihat Diva mengisi formulir.

Tulisan Diva sangat indah, sama seperti orangnya, tidak cepat juga tidak lambat. Melihat dia menulis namanya di akhir formulir.

Selesai mengisi formulir, staf mengambil formulir dan foto ke sana, kemudian, dengan cekatan mengambil dua akta nikah kosong, di letakkan ke dalam mesin printer untuk mencetak informasi dasar.

Kemudian, menempel foto mereka berdua di atasnya, lalu cap dengan kuat.

Dalam waktu kurang dari dua puluh menit, Mahen dan Diva sudah membawa akta nikah warna merah keluar dari Kantor Urusan Sipil.

Dua akta nikah, semuanya ada di tangan Mahen, dia membolak-baliknya, melihat foto dengan cap di atasnya, berkata “Cukup bagus, sangat serasi.”

Diva “……Mahen, apakah kamu tahu malu.”

Mahen mengangkat alis, dengan jelas bertanya padanya: apa itu rasa ‘malu’.

Tuan Muda Sutedja memasukkan kedua akta nikah itu ke dalam saku jaketnya, tanpa sebab tiba-tiba dia merasa tenang.

Dulu dia tidak menganggap pernikahan itu hal penting, bagi dia, akta nikah tidak ada bedanya dengan kertas biasa. Tapi, pada saat ini, tiba-tiba sepertinya dia menyadari, ada selembar kertas ini, baru ada rasa aman, tidak peduli wanita atau pria.

Mereka berdua keluar dari kantor Biro Urusan Sipil, Mahen yang mengemudi, asal berkeliling di jalanan.

“Masih awal, ayo, kita pergi jalan-jalan ke mall terdekat sini.” Mahen mengusulkan.

“Ya.” Diva mengangguk, malam mereka masih harus pulang ke keluarga Sutedja, pulang dengan tangan kosong juga tidak terlalu baik.

Mahen memarkirkan mobil di tempat parkir bawah tanah sebuah mall kelas atas, kemudian, mereka berdua masuk lift naik ke lantai atas.

Diva selalu tenang dan dingin, dia membawanya pergi ke mana, maka dia akan ikut ke mana, juga tidak akan banyak tanya.

Hanya saja, Diva tidak menyangka, Mahen bahkan membawanya ke area perlengkapan ibu dan bayi yang ada di mall.

Area perlengkapan ibu dan bayi di mall selalu tidak banyak orang, Mahen memegang tangan Diva, berkeliling di lantai ini. Melihat berbagai macam produk bayi, pakaian dan mainan, tampaknya melihat apa pun terasa baru.

“Tidak tahu harus membeli apa saja.” Mahen selesai bergumam, menoleh bertanya pada Diva “Apa yang ingin kamu beli?”

Diva mendengarnya, mengangkat mata melihat ke arahnya, dengan tenang menjawab sepatah “Kamu yang membawaku ke sini.”

Novel Terkait

Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu