Suami Misterius - Bab 872 Mereka Menggertak Istri dan Anakku

Su Loran mengatakan semua yang ingin disampaikannya dengan tersendat-sendat, tangan menutupi wajah sambil menangis tersedu-sedu.

Ahmed duduk di samping ranjang, jelas tertegun.

Dia kira Su Loran akan terus mengejek dan menyindir, keluhan dan kelemahan yang ditampilkan Su Loran memang di luar dugaannya.

Su Loran menangis manja, membuat orang tidak tahan untuk mengasihaninya. Ahmed secara naluriah mengulurkan tangannya untuk menyeka air mata Su Loran.

Su Loran mundur ke belakang seakan terkejut, kemudian membiarkan Ahmed menyeka air matanya.

"Apakah aku terlihat jelek sekarang? Kekasih kecilmu, si Melania benar-benar kejam." Su Loran bertanya dengan mata basah, terkandung nada manja dalam suaranya.

Penampilan Su Loran memang tampak terpuruk, tetapi terdapat kemanjaan dalam keterpurukannya itu. Dia terlihat sangat berbeda dari citranya sebagai bangsawan ternama, tetapi juga terlihat lebih menggoda.

Bagaimana pun, semakin manja dan lemah seorang wanita, semakin mereka menimbulkan keinginan protektif pada pria.

Benar saja, Ahmed berdiri dan duduk tepat di samping Su Loran, lalu mengulurkan tangan untuk memeluknya.

Su Loran bersandar dengan patuh di dalam pelukan Ahmed, tidak bersifat seperti biasa yang menduri bagai landak.

Kelihatan jelas bahwa Su Loran mendengarkan kata-kata Ibu Su. Sejak kematian Ayah Su, mereka berdua saling bergantung hidup. Setiap kali menghadapi pilihan, pilihan Ibu Su hampir selalu menjadi yang paling benar. Su Loran percaya bahwa kali ini tidak terkecuali.

Ahmed amat menikmati kelemahan yang ditampilkan Su Loran.

Keduanya berpelukan dan berciuman di dalam bangsal selama beberapa saat. Ketika hendak pergi, Ahmed bahkan merasa enggan.

Ahmed berjalan keluar dari rumah sakit dan pulang dengan mobil.

Begitu memasuki pintu rumah, dia langsung menemukan Talia yang duduk di sofa ruang tamu dengan kepala sedikit tertunduk, entah apa yang sedang dipikirkannya.

Akhir-akhir ini Talia sering melamun, Ahmed tidak bisa menebak isi pikirannya.

Ahmed sengaja membanting pintu, suara pintu yang keras akhirnya menarik kembali perhatian Talia.

Talia mengangkat kelopak untuk melihat Ahmed, berkata dengan suara tawar, "Sudah pulang, ya."

"Iya." Sahut Ahmed.

Setelah itu, mereka berdua tidak lagi berbicara. Selama bertahun-tahun, inilah cara mereka bergaul, berlagak saling mencintai di depan orang luar, bertingkah saling menghormati bagai orang asing ketika kembali ke rumah.

Ahmed tidak ingin banyak bicara. Dia melangkahkan kaki panjangnya dan berjalan ke lantai atas. Saat dia baru saja menginjak anak tangga, tiba-tiba terdengar Talia berkata, "Aku sudah menampungkan air di kamar mandi, cuci tubuhmu terlebih dahulu agar aroma cairan disinfektan terhanyut. Bukankah kamu selalu mendambakan posisi Komandan Xu, aku menyarankan kamu untuk lebih berhati-hati dalam situasi yang rawan ini. Skandal apa pun yang muncul pada waktu ini tidak akan baik terhadap kariermu."

Sikap Talia cuek, bahkan membawa nada yang agak ironis, itu membuat Ahmed merasa jengkel.

Langkah kaki Ahmed berhenti, dia menatap Talia dengan dingin dan tiba-tiba bertanya: "Melania dipenjara dan Su Loran terluka, semua itu dilakukanmu, benar? Satu batu mengenai dua burung. Talia, aku sungguh salut dengan kecakapanmu."

Talia menilik Ahmed, tidak ada sedikit pun gejolak emosi di matanya yang indah, tatapannya masih dingin. Dia tidak menyangkal pernyataan Ahmed, sebaliknya berbicara dengan sinis, "Mengapa? Tidak tega?"

"Tidak sampai tidak tega. Hanya saja kamu belum mendapat giliran untuk mengajari wanitaku. Talia, aku peringatkanmu untuk tidak banyak mengurus masalah orang lain, hati-hati kamu yang diurus nantinya."

Suara tajam Ahmed membuat Talia agak lepas kendali.

Talia tiba-tiba berdiri dari sofa dan suara agak meninggi, "Ahmed, cepat atau lambat kamu akan dicelakai habis-habisan oleh Su Loran."

Ahmed mendengus dengan acuh tak acuh, sama sekali mengabaikan kata-kata Talia. "Tante akan pulang negeri pada akhir pekan, kamu bersiap-siaplah, hadiah usahakan lebih berharga, jangan kehilangan muka."

Setelah Ahmed melontarkan kalimat itu, dia mengangkat kakinya dan berjalan ke atas, sosoknya perlahan menghilang.

Talia berdiri diam di tempat, tinju mengepal erat, tubuh bergetar tak terkendali.

Marah, kesal, dan kecewa.

Meski begitu, dia tetap menuruti instruksi Ahmed, menyiapkan hadiah dengan teliti.

Talia sering berpikir, mungkin inilah yang dinamakan hidup. Dulu dia tidak pernah mengakui nasib hidup, dia pernah berusaha menentang nasib, tetapi malah mengorbankan satu nyawa.

Itu adalah pertama kalinya dia melihat warna darah, begitu cerah dan enak dipandang, tetapi juga begitu dingin dan mengerikan.

Sejak saat itu, Talia pun menerima nasib. Tidak lagi berjuang dengan sia-sia.

... …

Kembalinya Astrid sebenarnya dianggap sangat penting oleh Nyonya Besar Sunarya, meski Nyonya Besar Sunarya tampak tak acuh di muka.

Nyonya Besar Sunarya secara pribadi mengawasi para pelayan untuk medekor ruangan, tidak peduli besar ataupun kecil hal-hal itu. Dia bahkan memerintah koki untuk mengubah resep, menambahkan dua hidangan yang disukai Astrid ke hidangan sehari-hari.

Tindakan Nyonya Besar Sunarya kiranya dapat dipahami Clara.

Bagaimana pun anak merupakan bagian daging dari seorang ibu. Seburuk-buruknya seorang anak, anak tetap merupakan buah hati ibu.

Pasangan ibu dan anak itu telah berpisah selama lebih dari 20 tahun. Nyonya Besar Sunarya tidak mungkin tidak putrinya, dia hanya tidak ingin merendahkan diri. Sekarang, putrinya berinisiatif meminta untuk pulang, dalam hati Nyonya Besar Sunarya pasti sangat senang.

Pagi-pagi, Keluarga Sunarya tiba satu demi satu.

Nyonya Besar Sunarya menyapa kerabat sambil menginstruksikan para pelayan untuk bekerja. Dia juga mengutuskan Bahron ke bandara untuk menjemput Astrid.

Clara selalu tidak menyukai kerabat-kerabat Keluarga Sunarya, kebisingan mereka membuatnya merasa sakit kepala. Dia pun mencari alasan untuk bersembunyi kembali ke kamar.

Di kamar tidur lantai tiga.

Clara setengah berbaring di sofa kecil di depan jendela panjang, bibir mengeroncong, tampak tidak senang.

"Rudy, aku ingat kamu pernah mengatakan bahwa ibu dan tante adalah teman sekelas, maka hubungan mereka seharusnya baik. Tapiibu tampak tidak berdaya dengan tante yang akan pulang itu."

Clara memainkan jari-jarinya, bertanya dengan bingung.

"Mereka hanya teman sekelas di perguruan tinggi, tidak terlalu akrab. Tante adalah orang yang suka pamer, dia sering mengundang teman sekelasnya untuk bertamu di rumah. Pada suatu hari ulang tahun tante, ibuku datang atas undangannya, dan pada akhirnya bertemu ayahku. Kemudian, ayah sepertinya mengundang ibu untuk datang ke rumah dengan menggunakan nama tante."

Clara: "..."

Tengah pembicaraan mereka berdua, samar-samar terdengar suara mesin mobil dari halaman rumah.

Mobil Bahron perlahan-lahan melaju ke dalam halaman, Astrid telah dijembut kemari.

"Turunlah ke bawah.” Ujar Rudy, "Aku tahu kamu tidak suka melayani mereka, kamu cukup sembarang menjawab mereka, lagian hari ini kita bukan tokoh utama"

“Baiklah.” Clara tersenyum, berjalan keluar dari ruangan sambil merangkul lengan Rudy.

Begitu mereka memasuki aula di lantai pertama, terlihat Bahron membawa tiga wanita memasuki rumah.

Wanita yang berdiri di depan tampak seusia dengan Ardian, tetapi dia sepertinya tidak melakukan perawatan dengan baik, meskipun wajahnya mengenakan riasan tebal, tetapi tetap saja tidak bisa menutupi kerutan di sudut-sudut mata. Penampilannya sedikit mirip dengan Bahron, jelas dia adalah Astrid.

Di sebelah Astrid adalah dua gadis muda, salah satunya adalah ras campuran, berkulit putih dan memiliki kontur wajah yang berdimensi jelas. Satu lagi adalah orang Tiongkok, bertubuh pendek dan tidak memiliki penampilan luar biasa.

Melihat mereka berdua, kelopak mata Clara berdenyut, tidak tahan untuk berpikir: Dunia musuh sungguh sempit. Dua gadis ini merupakan gadis yang berkonflik dengannya di Inggris.

Clara secara naluriah menarik sudut pakaian Rudy, menurunkan suaranya dan berkata, "Mereka berdua seharusnya adalah sepupumu, benar? Ketika kita berada di London, mereka berdua yang menjatuhkan Wilson dan diusirmu dari hotel."

“Iya, aku tahu.” Jawab Rudy.

“Kamu tahu?” Clara memandang Rudy dengan heran, “Kamu tahu mereka adalah sepupumu, tetapi kamu masih mengusir mereka dari hotel?”

“Mereka menggertak istri dan anakku.” Jawab Rudy seolah itu adalah hal yang wajar.

Novel Terkait

Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu