Suami Misterius - Bab 866 Jangan Bermain Api

Rudy mengangguk dan mengikuti Ardian berjalan masuk ke ruang kerja.

Di bagian kanan ruang kerja ada sebuah dispenser. Rudy berjalan ke sana menuangkan setengah air hangat lalu menyerahkan ke Ardian.

Ardian mengambil segelas air itu, meneguknya lalu langsung bertanya, “Ada apa tiba-tiba Istrimu tidak ada salah atau tidak ada apa-apa lalu membelikan sebuah kalung yang mahal dan mewah untuk dihadiahkan padaku?”

“Tentu saja untuk berbakti padamu.” jawab Rudy tersenyum.

“Istrimu itu, biasanya punya banyak trik dan rencana aneh. Tidak berencana hal-hal aneh kan ya.” kata Ardian meragukan apa yang dia katakan.

Senyum di wajah tampan Rudy lebih dalam. Dia pun menceritakan cerita bertemu dengan nyonya kedua Sunarya di mal tadi kepada Ardian. Lalu menjelaskan, “Menantumu itu merasa kalau kamu adalah ibu mertua baik yang sulit di cari di bumi dan di langit sekali pun, jadi jelas sekali dia ingin untuk berbakti padamu.”

Selesai mendengar itu, Ardian juga merasa ini cukup menggelikan. Dia tersenyum dan geleng-geleng kepala.

“Kartu bankku sudah disita semua oleh menantumu itu. Uang yang dia habiskan bukankah juga uangku. Dia memberimu kado, kamu terima saja dengan hati tenang.” Kata Rudy lagi.

“Ucapanmu ini, jangan sampai terdengar oleh istrimu. Kalian itu suami istri. Di antara suami istri tidak boleh memisahkan ini milikmu itu milikku dengan terlalu jelas. Semakin keuangan dipisahkan begitu jelas, maka hubungan perasaan akan semakin hambar. Tidak udah Clara yang seorang artis dengan pemasukan yang tidak biasa. Bahkan jika dia tidak punya pemasukan, hanya mengandalkanmu. Dia hanya bertugas melahirkan seorang anak untukmu, setiap siang dan malam terus menemanimu. Maka uang kamu hasilkan tentu saja sebagian adalah miliknya.” Kata Ardian dengan tegas.

Rudy mengangguk rendah hati, "Aku tahu."

Dia awalnya hanya ingin membuat Ardian tenang saja, Tapi malah dinasehati dan diberi pelajaran seperti ini oleh Ardian. Pada saat ini, bahkan Rudy pun juga mengakui kalau Ardian memang seorang mertua yang baik dan sangat masuk akal.

Ardian pun berdiri dari sofanya lalu berjalan ke pintu berniat pergi. Tapi dia teringat sesuatu, dia menghentikan langkahnya lalu bertanya lagi, ”Masalah mengenai istrimu yang hilang ingatan, kalian mau berpura-pura sampai kapan?”

“Berpura-pura?” kata Rudy sambil menaikkan alisnya, “Ma, kamu ini latar belakangnya dari ahli keuangan. Bagaimana kamu bisa bicara begitu tidak serius begini. Dokter saja sudah mengatakan dan mendiagnosis penyakit Clara. Kenapa jadinya malah berpura-pura bagimu?”

“Sudahlah, kamu tidak usah melindungi istrimu lagi. Hilang ingatannya itu ya, hanya ingin tidak mengingat apapun yang dia tidak ingin ingat. Benar-benar menganggap kami tampak bodoh ya.”

Rudy tersenyum, mau menjelaskan sesuatu tapi dipotong oleh Ardian.

“Sudahlah, aku juga malas sekali mendengarkan penjelasanmu. Aku hanya mau mengingatkanmu saja, sudah waktunya berhenti. Jangan bermain api lagi.” selesai bicara, Ardian mengulurkan tangan membuka pintu ruang kerja lalu pergi keluar.

***

Hari berikutnya dini hari, Rudy sekeluarga langsung pergi setelah sarapan di rumah keluarga Sunarya.

Mereka kembali ke apartemen mereka lalu setelah memeriksa semua dokumen lengkap, mereka pun mulai mengemasi barang-barang ke dalam koper.

Clara sangat tidak ahli dalam mengemasi koper. Dulu, setiap kali dia bergabung dalam pembuatan film atau drama, Melanie yang selalu membantunya mengurus semuanya. Sehingga, dia tidak pernah perlu mengkhawatirkan apapun.

Begitu teringat Melanie, Clara merasa galau lagi. Beberapa hari yang lalu dia bicara dengan Bibi Wulan di telepon. Wulan membahas mengenai Melanie yang masih saja membuatnya menghela nafas berat. Entah obat pemikat apa yang diberikan oleh Ahmed kepada Melanie sampai membuat Melanie jadi tergila-gila padanya seperti itu.

Ahmed! Clara langsung menggertakkan giginya dengan kesal begitu teringat nama ini.

Clara duduk di tepi tempat tidur, menggoyangkan kakinya dan memandangi Rudy berjongkok di lantai untuk mengepak barang bawaannya.

Clara merasa kalau suaminya sangat tampan sekali. Bahkan gerakannya ketika mengepak koper saja sangat indah dan bagus sekali. Dia dengan cepat melipat satu persatu pakaian dengan rapi ke dalam koper, lalu menutup ritsleting koper dan mengangkat kopernya menaruh di sudut ruangan. Gerakan begitu cepat dan tampak anggun sekali.

"Sudah selesai.” Kata Rudy selesai mengepak koper. Dia menatap Clara lalu bertanya dnegan lembut, “Apa masih ada barang yang perlu dibawa lagi?”

Rudy sudah menyelesaikan semua dengan baik, Clara menggelengkan kepalanya menandakan kalau tidak ada lagi. Dia melompat turun dari ranjang, tersenyum manis lalu masuk ke dekapan Rudy, tangannya yang lembut dilingkarkan ke pinggang Rudy, “Suamiku, benar-benar senang sekali memilikimu.”

Rudy menggelengkan kepala sambil tersenyum, telapak tangannya mengelus kepala Clara. Dasar wanita gemas satu ini, benar-benar tahu bagai mana menenangkan dan menyenangkannya. Setelah dibuat kerja keras, sekarang dimanis-manisin.

Tapi, mau bagaimana lagi. sekali dipukul, sekali disiksa, dia tetap saja ikhlas dan tidak masalah dibuat menderita oleh Clara.

Setelah mengepak dua koper besar yang penuh sekali.

Sus Rani membantu mereka membawakan koper itu lalu mengantar mereka menuruni tangga.

Mobil sudah menunggu di lantai bawah, dan sopirnya juga sangat peka. Ketika melihat mereka keluar dari pintu, dia segera keluar dari mobil untuk membantu membawa barang bawaan dan menaruhnya di bagasi dengan sergap.

Wilson jarang sekali pergi jauh. Dia tampak sangat bersemangat dan senang sekali, dia terus berbicara sepanjang jalan.

Mungkin karena terlalu banyak bicara jadi capek. Begitu naik ke pesawat, tidak lama kemudian Wilson langsung tidur di dekapan Clara.

Perjalanan sepuluh jam itu sangat lancar dan mulus. Pesawat mendarat di Bandara London tepat waktu.

Mobil sudah menunggu di luar bandara, Land Rover hitam diam-diam memancarkan aura terhormat dan berwibawa.

“Tuan, Nyonya.” Asistennya adalah orang Inggris yang fasih sekali berbahasa Inggris. Dia berjalan turun dari bangku pengemudinya lalu dengan sopan sekali menaruh koper mereka ke dalam bagasi mobil.

Clara sangat terkejut ketika mendapatkan perlakuan yang sangat terhormat seperti ini ketika di luar negeri.

Rudy merangkul Clara naik ke dalam mobil, lalu menjelaskan, “Ada cabang perusahaan Sutedja Group di London.”

Clara mengangguk menandakan kalau dia mengerti.

Rudy di luar negeri tidak hanya memiliki perusahaan, dia juga memiliki hotel berbintang lima. Kali ini, mereka menginap di kamar presidenntial di lantai paling atas hotel ini.

Karena sudah berada di pesawat selama lebih dari sepuluh jam, dan juga adanya perbedaan waktu yang besar.

Jadi, hari pertama mereka tiba di London, mereka tidak keluar dan hanya beristirahat di dalam hotel.

Hari kedua, Rudy mengantar Clara dan Wilson untuk melihat Big Ben dan London Bridge.

Big Ben dan London Bridge yang sesungguhnya jauh lebih spektakuler daripada yang terlihat di kartun-kartun atau film. Satu-satunya kekecewaan adalah mereka tidak bisa melihat sang Ratu Dan sang Ratu pun tidak mungkin akan mengendarai bus melintasi London Bridge yang terputus.

Clara menjelaskan dengan sabar kepada Wilson bahwa ada elemen berlebihan dan tidak benar yang dimasukkan ke dalam animasi dan kartun.

Wilson mengangguk antara mengerti dan tidak mengerti.

London adalah kota hujan. Pada sore hari mulai gerimis dan genangan yang dangkal muncul di jalan. Pemandangan ini agak mirip dengan kartun.

Sebuah keluarga yang terdiri dari tiga orang duduk di sebuah kafe dekat Sungai Thames untuk berlindung dari hujan.

Mereka duduk di samping jendela memandang kota London dalam hujan, juga memiliki pemandangan yang unik.

Malam datang, hujan pun berhenti. Langit berwarna kebiru-biruan dan awan seputih salju seolah kembali murni dicuci oleh hujan.

Wilson menggandeng tangan ayah dan ibunya. Satu keluarga itu pun berjalan di sepanjang Sungai Thames.

Jauh dari sana, mereka mendengar suara alat musik dari tepi sungai, ternyata sebuah band jalanan Tionghoa ala kakek-kakek tua sedang tampil di tepi sungai.

Mereka rata-rata berusia di atas 60 tahun, Hampir dari mereka semua menggunakan alat musik China, dan memainkan lagu-lagu China yang terkenal.

Sungguh suatu hal yang luar biasa untuk bertemu wajah-wajah oriental dengan rambut hitam dan kulit kuning, serta mendengar aksen ucapan yang familier di negara asing.

Mereka pun tanpa sadar berhenti dan menonton menikmati pertunjukan itu.

Clara adalah orang yang mengerti tentang musik, ketika waktu yang tepat dia bertepuk tangan dan tersenyum.

Orang-orang tua di band itu sangat ramah, salah satu dari mereka mengenali Clara dan mengundangnya untuk bermain bersama.

Kebaikan yang jarang, Clara pun mengulurkan tangan dan memilih erhu, biola China.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu